Millenial, Nonton Coldplay Harus Paham Sejarah!

Bagikan artikel ini

“Jangan sekali-kali melupakan Sejarah,” Jas Merah, Ir. Soekarno.

Hiruk pikuk war tiket Coldplay yang akan diselenggarakan pada bulan November 2023 di Gelora Bung Karno menyebabkan antusiasme yang sangat besar di kalangan generasi Millenial saat ini. Tiket tersebut dibanderol dengan harga paling murah Rp 800 ribu dan paling mahal hingga Rp 11 juta. Harga ini lumayan menguras kocek generasi millenial yang memiliki gaji rata-rata UMR Jakarta Rp 5-6 juta.

Jika kita tarik jauh ke tahun 1959-1967, peredaran musik barat ditentang keras. Gerakan Manifesto Politik yang digalangkan Soekarno adalah perjuangan untuk menentang imperialisme dan kolonialisme sehingga musik Indonesia saat itu harus mencerminkan perjuangan revolusi, mencerminkan kepribadian Bangsa, dan membangkitkan semangat jiwa pemuda-pemudi Indonesia.

Dalam buku, “Sukarno, Tentara, PKI : Segitiga Kekuasaan Sebelum Prahara Politik 1961-1965” yang ditulis Rosihan Anwar, Pada 28 Juli 1964, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengintruksikan kepada jajarannya untuk mengajak murid-murid dan orang tua membina kepribadian bangsa dalam hal sebagai berikut:

  1. Rambut disasak secara berlebih-lebihan selain merupakan jiplakan bangsa lain juga tidak sesuai dengan kepribadian Indonesia yang condong kepada kesederhanaan, kerapihan, dan keluwesan. Potongan rambut “The Beatles” gondrong sangat bertentangan dengan kerapihan dan keluwesan sehingga patut ditanggulangi.
  2. Dalam berpakaian jangan menjiplak mode-mode dari luar negeri tanpa diselaraskan dengan kepribadian Indonesia yang menjunjung tinggi kesusilaan, kesederhanaan, kerapihan, keserasian, dan keluwesan,
  3. Mengenai nama panggilan khusus dimintakan perhatian agar membuang kebiasaan mempergunakan bentuk “diminutif” (kesayangan) kebelanda-belandaan atau kebarat-baratan. Misalnya Fransje, Mieke, Mientje, Wiesje, serta panggilan terhadap ibu bapak dengan mammie, pappie, mummy atau daddy. Panggilan itu mungkin terdengar manis bagi orang-orang Belanda dan Inggris tetapi tidak akan meresap ke dalam jiwa bangsa Indonesia.

Polisi, Lekra, dan Pemuda Rakyat dikerahkan untuk melakukan razia piringan hitam dan alat perekam beserta kaset The Beatles, Rolling Stones, dan The Shadows untuk kemudian dihancurkan. Saat itu media massa kompak mengecam keberadaan musik barat di Indonesia karena musik tersebut dinilai menjadi penyebab kenakalan remaja sehingga Polisi juga melakukan razia terhadap pemuda pemudi yang bergaya ala kebarat-baratan seperti rambut gondrong, celana jengki, celana cutbray, dan celana yang ketat.

Tak khayal, polisi memenjarakan seniman Indonesia yang menyanyikan lagu barat dan bergaya ala kebarat-baratan, seperti kelompok Koes Bersaudara (Koes Plus) pada tanggal 29 Agustus 1965. Mereka dianggap membawa pengaruh gaya hidup kebarat-baratan seperti The Beatles dan menciptakan lagu bernuansa cinta yang dapat melemahkan mental pemuda-pemudi Indonesia.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia, Sandiaga Uno mengatakan bahwa konser Coldplay mendongkrak keuntungan senilai Rp 167 Triliun dan pendapatan dari wisatawan mencapai 25 juta dollar AS (Rp 373 Miliar). Hal ini juga meningkatkan kesejahteraan para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah.

Isu terkait meningkatnya pinjaman online menjelang war tiket coldplay harus menjadi perhatian bagi kaum milenial. Nilai pinjaman yang lumayan besar harus diperhitungkan dengan penghasilan dan biaya hidup sehari-hari. Jangan sampai kesenangan sesaat, harus berubah menjadi penderitaan jangka panjang, apalagi kalau harus ditagih debt collector. Ih serem!

Murnia Margono (Disadur dari Jurnal “Larangan Soekarno Terhadap Musik Barat Tahun 1959-1967, Ayu Pertiwi, Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya”)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com