Neo Nazi dan Tangan-Tangan Israel di Ukraina

Bagikan artikel ini

Penulis: Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI)

Catatan Redaksi: 
Tulisan ini disajikan dengan mengolah dan menyusun kembali sebuah artikel menarik “Neo-Nazi Ukraina untuk Kepentingan Zionis di Palestina Pendudukan?” yang ditulis oleh  Novendra Deje, seorang pegiat sosial Solidaritas Pemuda Peduli Aceh di situs www.theglobal-review.com. Dengan mengkonstruksi kembali poin-poin penting dari tulisan ini, terungkap betapa kaum Zionis Israel setidaknya dua kali menunggangi isu Nazi/Fasis untuk kepentingannya sendiri. Pertama di era Perang Dunia II, ketika kaum Zionis memanfaatkan pencitraannya sebagai kaum tertindas oleh Nazi Jerman Hitler, dan kemudian berhasil membujuk AS dan Uni Eropa mendukung berdirinya negara Zionis Israel pada 1948.
Kedua memanfaatkan isu ancaman kaum Nazi dan Ultra Nasionalis di Ukrania, agar warga Yahudi bisa dibujuk keluar dari negeri pecahan Uni Soviet tersebut, dan menetap di daerah pendudukan Israel di Palestina.  
Amerika Serikat dan Uni Eropa nampaknya berusaha menciptakan lingkup pengaruhnya di Ukraina dengan segala cara, bahkan yang paling tidak masuk akal sekalipun. Bayangkan, negara yang mengklaim dirinya sebagai primadona demokrasi, Amerika dan sekutu-sekutu baratnya bersedia bersekutu dengna partai berhaluan Nazi/Fasisme: Partai Svoboda pimpinan Tiahnybok, yang anti Yahudi sekaligus anti Rusia. Hanya karena bersatu dalam sikap untuk menggulingkan Presiden Ukraina Viktor Yanukovich.
Seperti sekilas sudah kami uraikan pada tulisan terdahulu, Partai Svoboda sejak awal memang mendapat bantuan sepenuhnya dari Washington. Partai berhaluan fasis ini mengembangkan partai neo-Nazi-nya dengan merujuk pada model gerakan neo Nazi yang berkembang di Eropa. Amerika dan Uni Eropa dengan mudah mendukung Partai Svoboda karena dalam konstalasi politik parlemen Ukraina menjelang kejatuhan Yanukovich, merupakan partai yang menduduki kursi terbanyak di parlemen. Sementara AS dan Uni Eropa, memang sudah merancang sebuah “kudeta konstitusional” dengan mengandalkan kekuatan-kekuatan politik oposisi yang berada di parlemen Ukraina.
Washington sendiri telah memberi konfirmasi bahwa mereka bekerjasama dengan kelompok-kelompok fasisme radikal atau neo Nazi di Ukraina untuk menjalankan aksi destabilisasi di negara yang dulunya pernah berada dalam wilayah kedaulatan Rusia tersebut. Bahkan Asisten Menteri Luar Negeri AS Victoria Nuland menyatakan bahwa Washington telah menanam investasi sebesar 5 miliar dolar AS untuk apa yang dia sebut dengan istilah “Mempromosikan Ukraina untuk Masa Depan yang lebih Baik.” Dengan memberi dukungan sepenuhnya terhadap organisasi-organisasi yang dipandang sebagai “pemain kunci” dalam konstalasi politik di Ukraina. Tentunya termasuk di dalamnya, partai-partai berhaluan Nazi atau fasisme seperti Partai Svoboda. Berikut elemen-elemen sayap kanan atau ultra nasionalis lainnya.
Bahkan di dalam organ sayap kanan berhaluan ultra nasionalis seperti UNA-UNSO yang sebenarnya tidak lagi aktif, mereka berhasil menempati posisi-posisi kunci dan strategis dalam kabinet; pertahanan, keamanan, penegakan hukum, pendidikan dan ekonomi.
Khusus tentang Partai Svoboda, Tiahnybok beserta pimpinan lainnya, telah menyerukan pembebasan Ukraina dari mafia Moskow dan Yahudi. Masuk akal jika berbagai kalangan berpandangan bahwa Tiahnybok dan para pimpinan Svoboda lainnya, merupakan tangan kanan utama AS dan Uni Eropa dalam menggerakkan aksi protes dan gelombang demonstrasi anti Yanukovich yang berlangsung selama 3 bulan.
Konsekwensi logis dari kejatuhan Yanukovich dan munculnya partai berhaluan Nazi dan elemen-elemen sayap kanan ultra nasionalis, warga Ukraina yang berasal dari Rusia dan Yahudi, merasa terancam. Karena itu logis jika Presiden Rusia Vladimir Putin dengan tak ayal bersikap agresif dan segera melakukan offensif militer besar-besaran ke Republik Otonom Crimea yang berada dalam wilayah Ukraina.
Rusia dan Yahudi, untuk perkara menghadapi Nazi dan Fasisme, memang punya pengalaman sejarah yang cukup traumatik. Yaitu sama-sama menghadapi penindasan dari Adolf Hitler, pemimpin Nazi Jerman pada Perang Dunia II.
Gerakan neo Nazi memang selalu merujuk pada model yang dikembangkan oleh Adolf Hitler melalui partainya National Sozialistiche Deutsche Arbeiterpatei (NSDAP), atau yang kemudian lebih dikenal dengan nama NAZI Jerman yang aktif antara 1920-1945.
Yang mengerikan dari Partai Svoboda bagi warga negara Ukraina asli Rusia atau Yahudi di Ukraina adalah, ideologi Nazi dibangun atas dasar sentimen rasial yang meyakini bahwa Jerman merupakan ras aria yang paling unggul dibandingkan ras bangsa-bangsa yang lain.
Kekalahan Jerman pada Perang Dunia II memang menandakan akhir dari kiprah dan keberadaan partai Nazi Jerman. Namun sepertinya akar ideologi fasisme yang meyakini keunggulan ras aria itu, tidak benar-benar hilang lenyap, melainkan tetap dipelihara benih-benihnya. Pada pasca Perang Dunia II, tetap saja berkembang berbagai gerakan di kalangan anak-anak muda di Eropa yang terinspirasi oleh ideologi Nazi, melalui buku karya Hitler bertajuk Mein Kampf.
Inilah generasi muda yang sekarang kita kenal dengan istilah neo Nazi, yang seringkali melakukan berbagai kerusuhan sosial dengan mengangkat tema beraroma rasisme dan fasisme.
Maka itu sulit dimengerti jika AS dan Uni Eropa yang telah menetapkan fasisme dan Nazi sebagai musuh bersama pasca Perang Dunia II, sekarang bergandengan tangan dan bersekutu hanya demi untuk menguasai wilayah geopolitik Ukraina yang cukup strategis.
Nampaknya bisa kita simpulkan bahwa ada semacam kesamaan yang paralel ketika AS mendukung kelompok Islam radikal al Qaeda demi untuk menguasai Afghanistan dan Irak pada periode 2001-2003, dan dukungan AS-Uni Eropa dalam mendukung partai neo Nazi Svoboda pada saat ini untuk tujuan membangun lingkup pengaruh di Ukraina.
Keterlibatan Israel di Ukraina
Sebagaimana rangkaian tulisan kami terdahulu ketika membahas tentang daerah Kaukasus yang secara geografis sangat berdekatan dengan Rusia, Israel selalu hadir dan menjadi bagian integral dari kepentingan strategis AS dan Uni Eropa untuk melakukan aksi destabilisasi di kawasan Kaukasus. Meskipun Israel tidak tergabung dalam NATO, namun dimanapun NATO melancarkan agenda-agenda strategisnya, maka Israel selalu ada di sana.
Sebagaimana diberitakan oleh situs Internasional Business Times (IBT) pada Selasa (18/2) yang mengutip Press TV, bahwa ada keterlibatan mantan perwira militer Israel yang memainkan peran utama dalam berbagai aksi demonstrasi menentang pemerintah di Ukraina. Pria yang tidak disebut namanya itu telah memimpin 20 orang militan warga Ukraina. Disebutkan ada tiga yang lain perwira militer Israel kelahiran Ukraina, yang kembali ke Kiev untuk berdemonstrasi.
Media-media lokal Ukraina menyebutkan ada para milyarder Israel turut serta mendanai oposisi untuk menentang pemerintah Presiden Yanukovich. Sementara agen intelijen Mossad menjadi salah satu bagian yang memprovokasi terjadinya kerusuhan di Ukraina. Adalah sesuatu yang patut diduga adanya kepentingan yang lebih spesifik bagi Israel di Ukraina, mengingat tingkat keterlibatan dari negara di Palestina Pendudukan itu sangat signifikan.
Apa Pentingnya Israel Mengolah Isu NAZI/Fasisme di Ukraina?  
Seperti sudah kami urai sebelumnya, menguatnya partai Nazi Svoboda berikut organ-organ sayap kanan ultra nasionalisnya, pada perkembangannya akan menciptakan kekhawatiran yang meluas di kalangan warga Rusia yang punya trauma sejarah ketika Nazi Jerman pimpinan Adolf Hitler sempat berusaha menginvasi Rusia, maupun warga Rusia keturunan Yahudi. Maka di sinilah Israel dalam konteks perang panjangnya melawan Arab Palestina, memanfaatkan betul kondisi obyektif kian menguatnya Nazi/Fasisme di Ukraina.
Menyadari adanya kekhawatiran yang begitu meluas di kalangan warga Rusia keturunan Yahudi terhadap menguatnya posisi politik partai dan organ-organ berhaluan Nazi/Fasis di Ukraina, maka Israel mendapatkan kembali momentum untuk melancarkan proyek straegisnya sejak dulu: Yaitu menggiring orang-orang Yahudi untuk pergi dari Ukraina dan menetap di Palestina (daerah pendudukan Israel).
Berdasarkan tujuan tersebut, Israel kemudian membentuk dan menggiring opini warga Yahudi di Ukraina untuk keluar dari wilayah Ukraina dan bermukim di Palestina yang merupakan daerah pendudukan Israel. Dan bersama warga Israel lainnya yang bercokol di Palestina, kemudian bergabung bukan saja sebagai bangsa, melainkan juga sebagai entitas negara-bangsa Israel.
Dengan tebar isu adanya ancaman kelompok Nazi/Fasis yang sudah mulai bercokol di partai, parlemen dan bahkan jajaran anggota kabinet dalam pemerintahan, maka Israel kemudian menerapkan gerakan dengan mengusung tema: MARILAH KELUAR DARI UKRAINA DAN MENETAP di Palestina yang diduduki Israel.
Untuk membaca Perang Asimetris AS, Uni Eropa dan Israel di Ukraina, maka strategis mereka menunggangi isu ancaman Nazi/Fasisme di Ukraina untuk melayani kepentingan strategisnya menjadi menarik untuk diungkap.
Sepintas memang terkesan paradoks dan kontradiktif. Bayangkan. Nazi/Fasis yang dalam era Perang Dunia II telah membinasakan jutaan warga Yahudi di Jerman dan wilayah Eropa Timur pada umumnya, justru Israel saat ini memanfaatkan isu ancaman Nazi/Fasis di Ukraina, untuk kepentingan mereka.
Namun jika kita urai kembali sejarah berdirinya Israel pada 1948 yang direstui Inggris dan Amerika Serikat, sebenarnya tidak begitu aneh juga kalau sekarang Israel memanfaatkan isu dominasi Nazi/Fasisme untuk melayani kepentingan negri Zionis agar warga Yahudi yang sedang dilanda ketakutan di Ukraina, kemudian dibujuk oleh Israel agar menetap di wilayah pendudukan Israel di Palestina.
Bukankah Israel dan kaum Zionis juga telah memanfaatkan posisinya sebagai korban kebiadaban Nazi Hitler pada Perang Dunia II untuk dijadikan legitimasi moral mereka untuk mendirikan negara Israel pada 1948?
Bahkan dengan mengeksploitasi kebiadaban Nazi Jerman Hitler terhadap kaum Yahudi pada Perang Dunia II, Israel dan kaum Zionis kemudian mengolah isu tersebut untuk menanamkan rasa bersalah dan berdosa. Sehingga kondisi tersebut dimanfaatkan oleh kaum Zionis untuk mendorong bangsa Eropa dan Amerika menebus rasa bersalah dan berdosanya, dengan mendukung berdirinya negara Israel. Seraya memberikan hak-hak istimewa atas berbagai akses bisnis dan kekuasaan baik di Eropa maupun di Amerika.
Alhasil, dengan membangun pencitraan ketertindasan ras Yahudi, maka Amerika dan Uni Eropa akhirnya berhasil didorong untuk mendukung agenda Zionisme Global mendirikan negara Yahudi di Israel.
Manuver Israel memanfaatkan pencitraan adanya ancaman Nazi/Fasisme terhadap warga Rusia maupun Yahudi di Ukraina, nampaknya cukup beralasan. Rabbi Ukraina, Reuven Azman, telah meminta komunitas-komunitas Yahudi di Kiev untuk meninggalkan kota, jika mungkin keluar dari negara itu, mengingat adanya kemungkinan orang-orang dan lembaga-lembaga Yahudi akan menjadi sasaran penyerangan di tengah kekacauan menyusul keterlibatan aktif Partai Svoboda yang berhaluan Nazi dalam penggulingan Viktor Yanukovich.  Bahkan pimpinan organisasi payung Yahudi Ukraina, Edward Dolinsky, pun telah mengontak Leberman untuk meminta bantuan dari Israel. Meski hingga kini tidak ada pernyataan yang keluar dari Israel.
Meskipun belum ada petunjuk bahwa rezim Zionis Israel telah membuka ruang dalam mengarahkan mereka untuk pergi ke Palestina Pendudukan, namun diamnya Pemerintah Israel dan Eropa atas situasi Ukraina yang mengancam komunitas Yahudi disana mengindikasikan adanya pembiaran, hingga yang merasa terancam sangat terpaksa memilih negara tujuan untuk hijrah. Negara tujuan itu sangat mungkin Israel di Palestina Pendudukan.
SARAN BACAAN
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com