Optimisme Pasca Penangkapan Samadikun Hartono

Bagikan artikel ini
Keberadaan sejumlah koruptor di luar negeri juga diungkap oleh Duta Besar RI untuk China merangkap Mongolia, Soegeng Rahardjo yang menduga masih ada dua koruptor buron yg berada di wilayah China.  Menurut data Kejagung, ada dua nama buronan lainnya terkait BLBI yaitu Komisaris Bank Harapan, Sentosa Eko Edi Putranto, yang dijatuhi hukuman 20 tahun penjara dan Wakil Komisaris Bank Surya, Bambang Sutrisno, yang divonis seumur hidup.  Sedangkan terdakwa kasus Bank Century seperti diketahui juga masih berada di luar negeri, belum terhasil di bawa ke Indonesia untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, seperti Robert Tantular dan Anton Tantular serta Theresia Dewi Tantular, Rafat Ali Rizvi, Hasem Al Warraq, dan Hendro Wiyanto.
Besarnya tingkat kerugian negara serta kaburnya para terdakwa maupun terpidana korupsi, terutama sektor perbankan ini tentu menjadi tantangan nyata bagi kredibilitas penegakan hukum di Indonesia.  Apriori itu kemudian terbantahkan dengan digelandangnya koruptor kasus BLBI, Samadikun Hartono, yang telah menjadi buronan selama 13 tahun.  Samadikun Hartono adalah bos dari Modern Group merupakan terpidana kasus BLBI yang telah divonis 4 tahun oleh Mahkamah Agung pada tahun 2003.  Dalam vonis Mahkamah Agung, Samadikun terbukti melakukan penyalahgunaan dana BLBI sebesar Rp. 169,4 miliar.  Samadikun kemudian kabur ke luar negeri dan berpindah-pindah dari RRC, Singapura dan Australia.
Peranan Badan Intelejen Negara 
Digelandangnya Samadikun Hartono dan kini meringkuk di rutan Salemba tidak lepas dari peranan Badan Intelejen Negara (BIN).  Merujuk pada UU Nomor 17 tahun 2011, BIN berwenang melakukan operasi di luar negeri dan memiliki perwakilan di luar negeri termasuk. Kewenangan yang diberikan oleh UU ini menjadi dasar bagi BIN untuk mendukung upaya pemerintah dalam meringkus para koruptor kakap yang melarikan diri ke luar negeri guna lolos dari jerat hukum di Indonesia. BIN dengan kemampuan yang dimiliki serta kerjasama baik dengan counterpart di luar negeri dapat menjadi leading sector dalam operasi melacak dan menangkap para koruptor kakap yang melarikan diri di berbagai negara.
Samadikun Hartono tergolong koruptor yang dikenal licin dan berpindah-pindah tempat dari satu negara ke negara lain untuk menghindari aparat penegak hukum yang memburunya.  Bahkan, Samadikun Hartono memiliki lima paspor untuk mengelabui intelijen Indonesia, di antaranya paspor dari negara Gambia dan Dominika. “Untuk Gambia, dia bernama Tan Chimi Abraham,” jelas Sutiyoso, Kepala BIN yang berhasil membawa kembali Samadikun Hartono untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya di Indonesia setelah ditangkap di Shanghai, China pada tanggal 14 April 2016.
Menurut Sutiyoso dalam Jumpa Pers sebagaimana dikutip sejumlah media massa, Samadikun Hartono ditangkap aparat keamanan China atas permintaan BIN setelah berhasil mendeteksi keberadaan buron tersebut.  Atas informasi yang diberikan oleh BIN tentang keberadaan Samadikun Hartono yang tengah mengunjungi rumah anaknya di China, pemerintah China mengirim utusannya dari Departemen Keamanan Negara (Ministry of State Security/MSS) yang berhubungan dengan kegiatan dan operasi intelejen luar negeri untuk menemui Sutiyoso di London, Inggris pada 19 April 2016.  Pemerintah China menjelaskan bahwa masa penahanan Samadikun Hartono oleh aparat setempat akan berakhir pada 21 April 2016 atau tujuh hari pasca penangkapan saat menonton F1 di Shanghai, China.  Merespon perkembangan tersebut, Kepala BIN langsung terbang ke Shanghai untuk mengurus administrasi dikeluarkan Samadikun dari China dan Samadikun bisa dibawa keluar dan diterbangkan ke Tanah Air.
Menuntaskan Sisa “Pekerjaan Rumah”
Keberhasilan menangkap Samadikun Hartono tentu membangkitkan optimisme akan penegakan hukum di Indonesia dan komitmen keseriusan pemerintahan Jokowi-JK untuk memburu para pengemplang uang negara. Menurut pernyataan Sutiyoso, pengejaran terhadap buronan kasus korupsi bukan semata-mata menyangkut uang yang dibawa lari dan merugikan negara, namun lebih dari itu adalah menjaga kewibawaan negara. Pernyataan tersebut menunjukan bobot ideologis yang kuat soal martabat dan kedaulatan negara yang harus dijaga dan tegakan, serta urgensi daripada peranan BIN sebagai garda terdepan dalam operasi luar negeri melindungi kepentingan nasional Indonesia.  Dengan kata lain, negara dalam hal ini BIN siap melakukan segala daya upaya untuk memastikan bahwa para koruptor tidak lagi dapat berkeliaran bebas dari jangkauan pemerintah Indonesia, dimana pun dan sampai kapan pun mereka bersembunyi.
Penangkapan Samadikun Hartono telah menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah Indonesia menaruh perhatian serius terhadap penegakan hukum yang merupakan bagian daripada upaya menjaga martabat dan kedaulatan negara. Keseriusan itu telah terbukti dengan ditangkapnya koruptor selain Samadikun Hartono, seperti mantan Bupati Temanggung Totok Aria Prabowo yang ditangkap di Kamboja, dan buronan koruptor perkara Bank Century yang merugikan negara Rp. 3,11 triliun, Hartawan Aluwi, di Singapura.
Kepala BIN Sutiyoso menyebut, masih ada 33 koruptor lain yang dalam pengejaran. Hal ini tentu menjadi “pekerjaan rumah” yang harus diselesaikan dan perlu menjadi salah satu prioritas BIN dalam operasi luar negeri. Untuk itu, perlu dukungan dari seluruh komponen bangsa dan peranan sektor lain untuk meningkatkan kerjasama antara negara guna mengefektifkan upaya penangkapan para terdakwa dan terpidana kasus korupsi yang melarikan diri ke luar negeri.  Kerjasama antar negara perlu digalakan seperti kerja sama hukum, termasuk dalam pertukaran keterangan intelijen mengenai koruptor Indonesia yang menjadi buron baik melalui melalui mekanisme permohonan bantuan hukum timbal balik (Mutual Legal Assistance/MLA) atau perjanjian ekstradisi antara negara. Tidak adanya kerangka kerjasama yang diratifikasi kedua negara seperti perjanjian ekstradisi, seringkali menjadi hambatan bagi aparat penegak hukum dalam membawa pulang buronan yang telah teridentifikasi keberadaannya.
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com