Acara ‘Asean Literary Festival 2016’ yang digelar di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, terancam dibatalkan pihak kepolisian. Meski demikian pihak panitia tetap melanjutkan acara yang dijadwalkan mulai hari ini, Kamis (5/5) hingga 8 Mei mendatang.
Puluhan polisi bersenjata terlihat berjaga di depan TIM. Sementara sejumlah petugas kepolisian juga dikerahkan untuk berjaga di tiap gedung TIM yang digunakan untuk sesi acara.
Direktur Program ‘Asean Lecture Festival 2016’ Okky Madasari mengatakan, permintaan pembatalan berasal dari penolakan sejumlah pihak yang tak setuju adanya pembahasan isu diskusi soal Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender (LGBT), Papua dan Timor Leste, hingga peristiwa ’65 dalam acara tersebut.
“Kami menolak untuk membatalkan acara-acara tersebut dan tetap akan menggelar acara sesuai jadwal,” ujar Okky di TIM, Jakarta, Kamis (5/5).
Okky mencontohkan, dalam diskusi LGBT ia hanya ingin memberikan pemahaman pada masyarakat adanya orang yang memiliki preferensi seksual berbeda. Namun sejumlah pihak menganggapnya ingin menyebarkan tren LGBT melalui diskusi tersebut.
Kemudian pada diskusi soal Papua dan Timor Leste, Okky juga tak setuju jika dituduh ingin memisahkan Papua dari Indonesia melalui diskusi itu.
Lebih lanjut, penolakan juga muncul pada diskusi ‘Kembang-kembang Genjer’, yang identik dengan lagu Partai Komunis Indonesia (PKI). Meski berjudul lagu tersebut, kata dia, bukan berarti acara itu diisi nyanyian Kembang-kembang Genjer. Isi diskusi itu hanya berisi cerita korban ’65 yang mendapatkan kekerasan di masa lalu.
“Kami ingin meletakkan sastrawan sebagai kekuatan untuk menyampaikan keluhan korban melalui acara ini,” katanya.
Okky menceritakan, penolakan acara ini sebenarnya telah terjadi sejak lama. Namun ia menegaskan telah memiliki izin dari kepolisian sejak tiga hari lalu. Pihak TIM pun, menurutnya, tak akan menggelar acara jika tidak ada izin dari kepolisian.
Namun pada Rabu (4/5) polisi mendadak memanggil panitia acara dan meminta untuk membatalkan acara tersebut.
“Kami diminta buat surat pernyataan pembatalan dan tanda tangan di atas meterai. Tapi kami tidak bersedia,” ucapnya.
Sejak tadi siang pun, lanjut Okky, polisi dan pihak TIM telah berusaha menghalangi panitia yang akan menggelar workshop di Galeri Cipta 3, TIM. Mereka tak membukakan ruangan yang semestinya digunakan untuk sesi acara.
Okky bahkan terpaksa berdebat dengan polisi dan pihak TIM untuk meminta dibukakan ruang tersebut. Padahal pihak panitia telah membayar penuh penggunaan tempat untuk acara itu.
“Sampai sore saja ruangannya belum bisa dibuka. Kami terpaksa pindah tempat karena acara ini tetap harus terselenggara,” tuturnya.
Mengangkat Tema ‘The History of Now’
Acara ‘Asean Lecture Festival 2016’ adalah kali ketiga dengan mengangkat tema ‘The History of Now’. Okky menuturkan, tema ini berawal dari keinginan untuk menghadirkan permasalahan terkini dengan relevansi sastra dalam permasalahan dunia.
“Tanpa perlu dicari-cari, masalah kita sekarang ini soal hak asasi, kebebasan berkspresi, dan masih saja meributkan LGBT sampai isu ’65,” ucapnya.
Melalui acara ini Okky ingin masyarakat lebih terbuka dan menerima berbagai perbedaan melalui karya sastra. Dalam acara ini, Okky juga mengundang mantan Presiden Timor Leste Jose Ramos Horta lantaran ingin mengangkat isu Papua dan Timor Leste.
“Kami angkat tema ini karena kami percaya sastra memiliki ruang ingatan dan dari situ banyak hal untuk disampaikan. Jadi tidak ada niat untuk disintegrasi,” katanya.