Pao An Tui

Bagikan artikel ini

Teguh Setiawan, wartawan harian Republika

Tanyakan kepada sejarawan Tionghoa di Indonesia. Mereka pasti tak berbicara banyak, karena yang mereka ketahui hanya sedikit. Yang banyak adalah pengingkaran terhadap sisi kelam Pao An Tui.

Seorang kawan sedang meneliti Pao An Tui, dengan membaca arsip Belanda. Dia sampai pada kesimpulan Pao An Tui Surabaya terlibat membantu NICA dalam perang 10 Nopember (lihat penelitian Andjarwati Noorhidajah yang terangkum dalam buku Tionghoa di Surabaya, serta memoir Soemarsono — komandan Pemuda Rakyat).
Bung Tomo marah dan mengobarkan semangat anti-Tionghoa. Akibatnya, terjadi pembantaian masyarakat Tionghoa di Medan, Tangerang, Bagan Siapi-api, dan kota-kota di Jawa Barat dan Tengah; Karawang.
Keterlibatan Pao An Tui Surabya membantu NICA inilah yang diingkari banyak sejarawan masyarakat Tionghoa Indonesia. Pengingkaran itu terjadi sejak awal.
Buktinya, ketika masyarakat Tionghoa Medan berupaya melindungi diri, mereka membentuk Pao An Tui dan meminta Jenderal TED Kelly, komandan pasukan Inggris, mempersenjatai mereka.
Fakta yang digunakan masyarakat Tionghoa Indonesia untuk membersihkan nama Pao An Tui adalah organisasi ini resmi dibentuk 28 Agustus 1947 di Jakarta atas restu PM Sutan Sjahrir. Oey Tjoe Tat, mantan menteri keuangan era Soekarno, juga menggunakan fakta yang sama untuk mengatakan Pao An Tui bukan antek Belanda.
Oey Tjoe Tat mengingkari keterlibatan Pao An Tui di Surabaya. Namun Siaow Giok Tjhan, pahlawan kemerdekaan Indonesia dari etnis Tionghoa, tidak. Demikian pula Liem Koen Hian, tokoh Partai Tionghoa Indonesia (PTI) yang sejak 1930 mengkampanyekan nasiolisme Indonesia bagi masyarakat Tionghoa peranakan.
Sikap keduanya terlihat saat menanggapi pembantaian Tionghoa di Tangerang, dengan menuduh Belanda diuntungkan oleh pembantaian itu. Fakta memperlihatkan kerusuhan Tangerang dipicu penurunan merah putih oleh seorang anggota Pao An Tui.
Pao An Tui di Tangerang dibentuk oleh Chung Hua Hui — organisasi para tuan tanah kaya yang menjadi anak emas Belanda selama sekian ratus tahun — yang pro NICA. Ada informasi sulit diklarifikasi menyebutkan Pao An Tui Tangerang berniat mendirikan negara Capitanate of Tangerang.
Pao An Tui di Jakarta dipersenjatai Jenderal Spoor, komandan NICA. Pao An Tui di Bandung diberi akses ke perdagangan gelap senjata di Singapura oleh Raymond Westerling (lihat biografi Westerling si pembantai).
Benny G Setiono, penulis buku Tionghoa dalam Pusaran Politik, mati-matian membersihkan nama Pao An Tui.
Dia menulis; Pao An Tui tidak pernah menghambat revolusi Indonesia. Adalah benar ada anggota Pao An Tui yang berpihak ke NICA, mungkin karena sakit hati atau hal lain.
Soekarno nyaris mengakui Pao An Tui. Ia mengurungkan niatnya setelah sebagaian masyarakat Tionghoa, terutama kaum kiri dan nasionalis macam Lim Koen Hian gan SGT, menentangnya.
Pao An Tui tidak punya jasa sama sekali dalam perjuangan Indonesia. Organisasi ini adalah simbol oportunistik Tionghoa Indonesia, yang hanya sibuk menjaga properti ketimbang membantu Indonesia memerdekakan diri. Mereka tidak peduli siapa yang akan berkuasa; Belanda atau Indonesia, yang penting properti usaha selamat.
Laskar Rakyat melihat properti Tionghoa adalah logistik bagi Belanda. Ketika taktik Bumi Hangus dalam perang kemerdekaan dijalankan, seluruh properti Tionghoa di desa-desa harus dimusnahkan.
Di Karawang, dalam sepekan lima penggilingan padi milik etnis Tiongoa hancur dibakar, dan akses distribusi diputus. Akibatnya, pasokan pangan ke Jakarta — induk pasukan NICA — hancur.
Spoor dan TNI tampaknya tahu bagaimana menjaga jarak dengan Pao An Tui. Keduanya belajar dari pengalaman Jepang yang dikhianati PAT di Tungchow.
Alkisah, PAT garnisun Tungchow yang dibentuk dan dilatih Jepang sebagai serdadu boneka, dan melayani Jepang selama periode gencatatan senjata Tangka, tiba-tiba membokong dari belakang. PAT membantai 250 serdadu Jepang dan Korea di Tungchow. (lihat Japanese and China War, karya Robert Hunter Boyle)
Satu hal yang disesali SGT dan Lim Koen Hian sampai akhir hayatnya adalah mengapa Bung Tomo mengeneralisir bahwa seluruh Tionghoa di Indonesia pro Belanda. Bung Tomo mengabaikan fakta Tony Wen, keturunan Tionghoa asal Malang membentuk Pasukan Berani Mati untuk menghambat Belanda. Laskar Liar mengabaikan hal ini, sampai akhirnya Tragedi Mergosono — pembakaran 30 etnis Tionghoa Malang, Agustus 1947 — terjadi.
Barangkali, luka telah menganga, dan tak mungkin hapus dalam situasi genting. Maka, yang ada di benak pejuang Indonesia adalah PAT antek Belanda. Ketika Pao An Tui dibentuk di banyak kota di Jawa, Laskar Rakyat bereaksi dengan menyerangnya.
Ada analisis lain soal Peristiwa Tangerang Juni 1946. Pembantaian itu melibatkan banyak pihak. Laskar liar yang terdiri dari para penjahat, kelompok jawara yang ingin mengambil tanah-tanah milik para Tuan Tionghoa, dan Laskar Hitam — milisi Mislim keturunan Arab yang ingin mendirikan negara Islam di Tangerang.
Fakta keterlibatan Laskar Hitam terlihat di Mauk, dengan menyelenggarakan sunat paksa terhadap semua lelaki Tionghoa di Mauk, Selapajang, Teluk Nata, dan lainnya.
Dari segi kepentingan taktik, pembantaian itu merupakan taktik bumi bangus untuk memutus jalur suplai makanan dari wilaha produksi. Tangerang saat itu adalah lumbung padi terdekat bagi Jakarta.
Tidak ada fakta apakah PAT di Jakarta, yang bermarkas besar di Jl Mangga Besar, dan kantor administrasinya di Jl Pintu Kecil No 6, terlibat perang dengan laskar rakyat.
Informais tambahan, PAT Jakarta — dan sesksi-seksinya di Bandoeng, Karawang, Sukabumi, Djatibarang, Cirebon — dibentuk oleh Chung Hua Tsung Hui, organisasi Tionghoa pro nasionalis Kuomintang pimpinan Ciang Kai Sek. Pembentukannya dibantu Konsul Jenderal Cina di Jakarta.

Sumber :kafilyamin.wordpress.com

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com