Dari kubu Partai Demokrat muncul sejumlah nama kandidat Presiden AS yaitu Bernie Sanders, Hillary Clinton, Jim Webb, Martin O’Malley, dan Lincoln Chafee. Sedangkan dari kubu Partai Republik digadang-gadang sejumlah nama capres seperti Donald Trump (Konglomerat), Jeb Bush (mantan Gubernur Florida), Carly Fiorina (mantan pemimpin perusahaan Hewlett-Packard), Rand Paul (Senator AS), George Pataki (mantan Gubernur New York), Rick Santorum (mantan Senator AS), Mike Huckabee (mantan Gubernur Arkansas), Marco Rubio (Senator AS), Ted Cruz (Senator AS), Dr. Ben Carson (mantan dokter bedah), Scott Walker (Gubernur Wisconsin), John Kasich (Gubernur Ohio) dan Chris Christie (Gubernur New Jersey). Namun dengan sedikit catatan bahwa sejak 12 Februari 2016, Carly Fiorina (mantan pemimpin perusahaan Hewlett-Packard), Mike Huckabee (mantan Gubernur Arkansas) dan Chris Christie (Gubernur New Jersey) mundur dari pencalonan. Menjelang pemilihan awal di South Carolina, Jebb Bush juga mengundurkan diri. Mereka yang akan memenangkan Pipres AS pada November 2016 mendatang, akan menggantikan Presiden AS saat ini yaitu Barrack Hussein Obama dari Partai Demokrat yang sudah memenangkan Pilpres AS sebanyak dua kali.
Seperti kita ketahui bersama, basis massa Partai Demokrat adalah kalangan pemuda, warga pendatang atau imigran atau yang dikenal di AS dengan istilah “people of color”, kalangan perempuan yang belum menikah atau unmarried women, dan dari kalangan profesional yang memiliki ideologi atau dikenal dengan istilah liberal professionals. Oleh karena itu, ciri khusus dari Partai Demokrat Amerika Serikat adalah berideologi sosialis liberal namun terhubung erat dengan ekonomi moderat yang telah mapan. Tidak mengherankan jika sponsor utama dari Partai Demokrat AS adalah Holywood, Wall Street dan Silicon Valley. Sementara itu, basis massa Partai Republik AS yaitu dari kalangan moderat, perempuan, anak-anak muda (young people), menginginkan kestabilan politik yang menyeluruh (the whole political establishment), kelompok independen, berpendidikan sarjana sebanyak 46% dan pendidikan pasca sarjana sebanyak 23% yang selama ini menjadi tipe pemilih kalangan Republik.
Berdasarkan pemberitaan Reuters, bahwa basis massa Partai Demokrat menginginkan agar siapapun Presiden AS yang akan terpilih pada November 2016 terutama khususnya dari Partai Demokrat diminta untuk meneruskan kebijakan-kebijakan yang telah dilaksanakan Obama terutama dalam bidang kesehatan atau dikenal dengan Obamacare dan sekitar 42% basis massa Partai Demokrat menginginkan agar Presiden AS ke depan lebih memberikan petunjuk atau perintah-perintah yang bernuansa liberal (the next president to continue Obama’s policies. Forty-two percent wanted the next president to move in a more liberal direction).
Hasil Sementara Pemilihan Awal
Setiap empat tahun sekali, Amerika Serikat mengadakan kontestasi politik untuk membenahi rumah tangga mereka. Memilih presiden dan wakil presiden melalui pemilihan umum yang dipenuhi pidato politik dan kampanye selama satu tahun penuh.
Sejauh ini, pemilihan presiden AS sendiri sudah berlangsung untuk yang ke-45 kalinya. Di mana sejak 1856, hanya ada dua partai besar yang bertarung memperebutkan kursi tertinggi di negara adi daya, yakni Republik (yang didirikan pada 1824) dan Demokrat (yang didirikan pada 1854).
Pemilihan umum yang ada di Negeri Paman Sam terbilang rumit, jika dibandingkan dengan pilpres di Indonesia. Dengan kondisi, rakyat langsung memilih sepaket presiden dan wakil presiden yang sudah berkoalisi partai pengusungnya. Sementara di AS, pemilihannya tidak benar-benar langsung dari rakyat kepada capres-cawapresnya, melainkan melalui lembaga pemilih yang disebut Ellectoral College.
Ellectoral college akan memegang peranan penting untuk menentukan presiden dan wakil presiden yang baru. Sistem pemilu AS terdiri dari dua jenis, yakni pemilihan pendahuluan berserta kaukus (primary election dan caucuses) dan pemilihan presiden.
Dalam pemilihan awal di kaukus Iowa pada 1 Februari 2016, Senator Amerika Ted Cruz mengalahkan milyarder Donald Trump. Cruz seorang senator konservatif dari Texas menang dengan meraih suara 28 persen, dibandingkan 24 persen suara yang diraih oleh Trump. Bakal Capres lainnya, Senator Marco Rubio dari Florida secara mencengangkan meraih 23 persen suara, sehingga membuat dirinya memimpin perolehan suara di antara kandidat dari kalangan dalam (internal) partai Republik. Di pihak Demokrat, mantan menteri Luar Negeri Hillary Clinton menang tipis, 50 lawan 49 persen, atas saingannya Bernie Sanders, senator dari Vermont.
Sedangkan dalam pemilihan di New Hampshie, giliran Donald Trump yang menjadi “jawara” dibandingkan capres-capres lainnya dari internal Partai Republik. Berdasarkan polling Monmouth University pada 9 Februari 2016, menunjukkan Donald Trump kemungkinan akan meraih dukungan 30 persen dari pemilih Partai Republik di New Hampshire. Ini hampir tidak berubah dibanding bulan lalu. Donald Trump unggul 16 persen dari pesaing terdekatnya, Gubernur Ohio John Kasich, yang bersaing ketat untuk meraih tempat kedua dengan Senator Florida Marco Rubio, Senator Texas Ted Cruz, dan mantan Gubernur Florida Jeb Bush. Dalam persaingan untuk partai Demokrat, jajak pendapat menunjukkan Bernie Sanders unggul 10 persen atas mantan Menlu AS Hillary Clinton. Angka tersebut turun dari keunggulan 14 persen yang diraih Bernie Sanders atas Hillary Clinton bulan lalu.
Kekalahan telak Hillary Clinton dari Bernie Sanders di New Hampshire diakibatkan keegoisan dalam kampanyenya sendiri. Demikian menurut seorang analis yang pernah menjadi tim sukses Presiden Barrack Obama.
Sebagaimana dilansir Independent, Kamis (11/2/2016), David Axelrod menilai kampanye Hillary terlalu banyak bicara tentang dirinya daripada membahas kebutuhan orang-orang. Faktor kolektif inilah yang menjadi pembeda signifikan antara mantan ibu negara tersebut dengan saingan terberat separtainya. Hillary juga dianggap tidak kunjung belajar dari kesalahan. Padahal sepanjang sejarah, ia hampir selalu minim dukungan di New Hampshire. Para pemilih di negara bagian tersebut cenderung menyukai kebebasan dan kesetaraan. Meski pada 1992, Hillary dan suaminya Bill Clinton pernah memperoleh kebangkitan kembali di dunia politik AS.
“Dia kalah baik secara wilayah geografis maupun demografis. Satu-satunya kelompok yang solid mendukungnya adalah kalangan tua dan mapan. Ya, dia memenangkan hati pemilih di atas 65 tahun,” papar Axelrod.
Hasil sementara pemilihan awal di internal Partai Demokrat, Hillary Clinton memenangkannya di negara bagian Alabama, Arkansas, Georgia, Massachusetts, Tennessee, Texas, Virginia dan American Samoa, sedangkan rivalnya Bernie Sanders menang di Minnesotta, Oklahoma, Vermont dan Colorado. Di Partai Republik, Trump unggul di negara bagian Alabama, Arkansas, Georgia, Oklahoma, Texas dan Vermont, Marco Rubio menang di Massachusetts, sedangkan Ted Cruz di Tennesse dan Minnesota
Materi Kampanye dan Blunder Para Capres
Dalam setiap helatan Pilpres dimanapun juga, materi kampanye dapat menjadi ukuran matang tidaknya capres tersebut serta dapat diperkirakan langkah atau kebijakan yang akan dilakukan capres tersebut setelah memenangkan “hajatan politik” itu. Disisi yang lain, materi kampanye yang salah juga menjadi blunder bagi para capres. Selintas, dari berbagai materi kampanye atau debat capres AS 2016 yang dapat kita lihat melalui CNN misalnya menunjukkan bagaimana “brutalitas politik” mewarnai Pilpres AS 2016, walaupun terbungkus secara rapi. Dibawah ini beberapa contoh “brutalitas politik” tersebut.
Sebuah iklan kampanye kandidat presiden Amerika Serikat (AS) dari Partai Republik, Ted Cruz, menjadi sorotan setelah diketahui menggunakan Amy Lindsay, seorang aktris porno sebagai salah satu pemerannya. Kampanye yang ditujukan untuk mengolok-olok saingannya, Marco Rubio, itu justru menjadi bumerang bagi citra Cruz yang mempromosikan nilai-nilai konservatif dan agama sebagai isu utamanya. Amy Lindsay yang membintangi beberapa film porno pada 1990 yang berjudul ‘Carnal Wishes’ dan ‘Sex Sent Me to ER’ mengatakan dalam wawancara dengan Buzzfeed bahwa dia adalah simpatisan Partai Republik dan seorang penganut Kristen konservatif. Menurutnya, ide bahwa seorang aktris film porno dapat berperan dalam iklan Cruz adalah sesuatu yang “keren” (http://news.okezone.com/read/2016/02/12/18/1310684/dibintangi-aktris-porno-iklan-capres-as-tuai-kontroversi).
Dalam debat capres dari Partai Republik di Nevada, South Carolina yang disiarkan oleh CNN dan mengutip Daily Mail, nampak “brutalitas politik” semakin intens terjadi termasuk didalamnya melakukan charracter assasination and black campaign. Ted Cruz mengingatkan masyarakat AS mengenai dukungan kuat Trump dalam pendanaan federal untuk menyediakan aborsi terbesar pada masa lalu. “Hampir seumur hidupnya, Trump mendedikasikan hidupnya untuk mendukung dilegalkannya aborsi. Bahkan sekarang, sebagai kandidat capres, dia menyokong pendanaan pajak federal bagi Planned Parrenthood. Saya tentunya, sangat tidak sepakat dengannya soal yang satu ini,” tukas Cruz dalam debat kandidat di panggung Greenville, South Carolina (Daily Mail, 14/2/2016). Tuduhan itu membuat geram Trump, yang kemudian menuding balik lawan politiknya itu sebagai pembohong besar dan orang yang lebih buruk dibandingkan Jeb Bush. “Itu semua cuma rumor tak berdasar yang dia tuduhkan pada saya untuk menyabotase kampanye saya,” bantah miliarder AS tersebut.
Pendiri Trump Entertainment Resorts itu melancarkan serangan balasan. Ia mengungkap kebohongan sang Senator Texas menjelang kaukus di Iowa. “Pria ini berbohong, asal tahu saja. Dia telah merebut suara Ben Carson di Iowa dengan menyebarkan rumor bodong, soal pengunduran diri Carson di akhir kampanye. Strategi tipuan itu terus dilanjutkan di negara bagian Palmetto,” pungkas.
Sementara itu, Donald Trump menuntut permintaan maaf dari saingan separtainya, Ted Cruz atas iklan-iklan politik yang menyudutkan dirinya. Ia mengancam, apabila Senator Texas itu tidak segera mencabut iklan politiknya dari layar publik, maka sang miliarder tak akan segan-segan memperkarakan status kewarganegaraan Cruz ke jalur hukum. “Jika dia tidak segera menurunkan iklan palsu itu dan menarik ucapan bohongnya, saya pastikan akan segera mengajukan gugatan hukum atas kelayakannya menjabat di White House,” seru Trump, sebagaimana dikutip dari CTV News (16/2/2016). Cruz adalah kandidat kelahiran Kanada. Namun ia besar dan tinggal di negara asal ibunya, Amerika Serikat. Oleh karena itu, Trump berharap bisa mempermasalahkan syarat ‘natural-born citizen’ kepada saingannya tersebut.
Siapa yang akan pergi ke Oval House ?
Who will go to the Oval House? Itu adalah pertanyaan banyak kalangan terkait Pilpres AS yang akan digelar pada November 2016. Walaupun masih lama, tulisan ini juga berusaha memprediksi siapa pemenang Pilpres AS 2016. Berdasarkan data dan informasi awal dari berbagai sumber terbuka, maka dapat diestimasikan dari Partai Demokrat kemungkinan yang akan memenangkan pemilihan awal di tingkat partai ini adalah Bernie Sanders dan Hillary Clinton. Kenapa bukan Hillary, jawabannya adalah “Most voters don’t think Hillary Clinton is honest and trustworthy. She has the image of political calculation”. Sedangkan untuk Partai Republik yang memiliki peluang besar adalah Donald J Trump dan Ted Cruz. Jika perkiraan ini benar, maka Partai Demokrat akan maju melalui Hillary Clinton, sedangkan Partai Republik akan diwakili Donald J Trump.
Kedua tokoh ini akan “merayu” suara mayoritas konstituen di AS yang saat ini diwarnai perkembangan kontemporer yaitu penduduk muda AS dibebani dengan college debt, berjuang untuk mendapatkan peluang kerja yang semakin jelek (struggling with lousy job opportunities), menghadapi kemungkinan perang di masa depan yang tidak dapat dihindarkan serta bencana perubahan cuaca (catastrophic climate change), bahkan dengan kondisi gaji yang tidak bertambah dan tidak amannya pekerjaan (wages stagnant and jobs insecure) yang dialami penduduk/pekerja di AS saat ini, dapat membuat situasi di AS akan memburuk.
Hillary Clinton akan berusaha merayu basis massa Bernie Sanders dari kalangan sosialis Yahudi, banyak didukung pekerja kasar, pemilih dari kulit putih, pemilih dari kelompok minoritas, kalangan pemuda yang antusias, dan masyarakat berpendapatan menengah ke bawah yang selama ini menjadi ciri khas pemilih Partai Demokrat.
Secara umum Partai Demokrat menawarkan reformasi yang fundamental di bidang kesehatan, beasiswa kuliah, pengenaan pajak yang fair terhadap kelompok orang kaya, menentukan kembali kebijakan perdagangan AS dan menginisiasi pertemuan internasional dalam menghadapi perubahan cuaca.
Sedangkan Donald J Trump dinilai kompetitornya dan berbagai kalangan di AS sebagai tokoh anti migran dan anti Islam, memiliki ideologi yang konservatif dan mendapatkan julukan sebagai retorika pembakar (incendiary rhetoric) dan orang yang sering menggertak dengan kemarahan (angry bluster).
Dampaknya Terhadap Indonesia
Sebagai “polisi dunia”, maka apapun hasil Pilpres AS pada November 2016 akan mempengaruhi landscape kebijakan internasional secara global, sehingga Pilpres AS pasti akan dipantau dan diikuti beberapa negara saingan AS terutama Tiongkok dan Rusia. Rivalitas diantara ketiga negara ini semakin jelas. Rusia dan AS tidak sepakat dalam kasus nuklir Iran, konflik Ukraina dan konflik Suriah, sedangkan antara Tiongkok dan AS diseputaran konflik Laut Cina Selatan, masalah Taiwan dan “perang ekonomi” seperti AFTA yang digagas Tiongkok vs Trans Pasific Partnership (TPP) yang digagas AS dan koleganya, termasuk Australia dan Selandia Baru.
Tentunya, Trump memiliki peluang lebih besar terpilih sebagai Presiden AS jika berhadapan dengan Bernie Sanders, karena sebenarnya Trump lebih mewaspadai Hillary Clinton dibandingkan Sanders. Jika Donald J Trump yang terpilih, maka image dia sebagai tokoh anti Muslim yang ditandai dengan pernyataan kontroversialnya yang akan membatasi kunjungan orang Islam ke AS serta tindakannya yang mengusir muslimah AS dalam sebuah debat kandidat capres Partai Republik yang disiarkan secara langsung oleh CNN. Sikap Trump ini jelas sempat menimbulkan sikap tidak simpati dari masyarakat Indonesia, walaupun sebagian besar adalah muslim moderat. Dengan ideologinya yang konservatif dan sikapnya yang “meledak-ledak”, dikhawatirkan Trump akan banyak membuat kebijakan kontroversial, yang paling perlu diantisipasi Indonesia adalah kebijakan luar negeri, ekonomi dan pemberantasan terorisme. Trump mencerminkan gaya orang Amerika Serikat saat ini, walaupun tidak semuanya.
Facebook Comments