Pemetaan Permasalahan Pendidikan dan Solusinya

Bagikan artikel ini

Soedibyo, Letnan Jenderal TNI (Purn) dan mantan Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN)

Permasalahan kepegawaian telah terjadi di berbagai daerah mencakup kekurangan tenaga, belum jelasnya status kepegawaian, tingkatan dan besarnya serta keteraturan penerimaan gaji mereka. Diantara bidang permasalahan yang cukup rumit adalah sektor pendidikan, yakni tenaga guru, karena sifat dari sektor pembangunan ini.

Sektor pendidikan merupakan sasaran pembangunan yang penting, mengingat: pertama, merupakan masalah yang secara khusus disebut oleh Pembukaan UUD, yaitu kewajiban negara untuk mencerdaskan bangsa. Kedua, tenaga terdidik adalah kunci keberhasilan dikuasainya sesuatu profesionalisme yang diperlukan oleh setiap warga negara mewujudkan kesejahteraan hidupnya. Ketiga, sektor pendidikan ditangani oleh sebuah Kementerian yang mengelola anggaran yang sangat besar dalam struktur APBN, sehingga secara analisis sudah dari awal disadari rumitnya masalah pendidikan. Keempat, didalam Kabinet terdapat Kementerian Kordinator Kesejahteraan Rakyat yang membidangi juga sektor pendidikan, oleh karena kesulitan Kementerian Pendidikan yang bersifat interdep bisa ditangani oleh MenkoKesra.

Berdasarkan uraian diatas, masalah-masalah pendidikan yang menyangkut beberapa kepentingan dan persoalan diderah, apabila tidak dapat dipecahkan persoalannya ditingkat daerah, jelas harus sampai ketingkat Kementerian dan apabila pun diperlukan koordinasi dengan bidang-bidang lain, maka persoalan semacam ini adalah tugas dan tanggung jawab Menko Kesra untuk menanganinya, karena harus disadari masalah bernegara hakikatnya adalah mengurus kepentingan warga negara.

Sangat mungkin karena banyaknya masalah-masalah strategis yang harus diputuskan oleh Pemerintah mengakibatkan tingkat Menteri apalagi Menko tidak menjangkau perseoalan-persoalan ‘kelas teri’ yang terjadi di daerah. Oleh sebab itu pada masa Orde Baru, sistem Pemerintahan RI didukun oleh sat uderetan Forum Koordinasi yang bersifat tetap dan rutin mulai Sidang Kabinet yang dipimpin Presiden, Rakor tingkat Menko dipimpin Menko, Rakor tingkat Sesmenko, Rakor Kementerian dipimpin Menteri, Rakor tingkat Dirjen dan Sekjen dan seterusnya, apabila perlu Rakor tingkat Direktur, dan Rapat Kordinasi khusus yang lebih rendah dengan mengundang instansi lain dapat dilakukan. Hanya dengan birokrasi yang rapi seperti ini, maka masalah-masalah “teri” yang terjadi di ujung tanah air bisa ipecahkan. Sebagai sebuah sistem tentunya birokrasi ini masih tetap dilakukan hingga saat ini atau kalau sudah ditinggalkan ada baiknya disarankan diaktifkan kembali.

Badan Intelijen Negara (BIN) dalam berbagai event rapat tersebut harus hadir, untuk memberikan informasi atau analisa terkait ancaman-ancaman kedepan serta langkah untuk meminimalisirnya.

Persoalan Kurikulum 2013

Kementerian Pendidikan adalah Kementerian yang paling terkenal dengan kebiasaansetiap kali berganti Menteri, maka berganti pula kurikulum pelajaran bagi anak didik, khususnya tingkat SMA kebawah. Namun demikian sejak jaman Orde Lama dan Orde Baru, pada dasarnya Kementerian Pendidkan yang juga beberapa kali berubah sebutan itu, sangat berhati-hati dalam hal kurikulum. Perubahan-perubahan yang terjadi pada umumnya lebih mengarah pada kebakatan murid atau siswa tidak menghapus atau menambah matapelajaran. Di tingkat Sekolah Menengah Keatas/kebawah.

Pandangan atau analisa yang terpercaya mengenai seluk beluk kurikulum baru haruslah dilakukan oleh mereka yang menguasai dan memang berkecimpung dibidang pendidikan.Tentu ada yang berargumen, bahwa tidak mengherankan kalau seseorang tidak hafal liriklagu Indonesia Raya, karena mata pelajaran menyannyi sudah lama dihapus dari kurikulum.

Oleh sebab itu untuk menanggapi berbagai keluhan yang terjadi terhadap kurikulum baru 2013 haruslah pandangan, kesimpulan dan saran diberikan oleh Lembaga kajian yang kredibel (menguasai materi) dan terpercaya (tidak memiliki subyektifitas dengan masalah pendidikan). Salah satu yang sudah esensial dalam masalah ini adalah Kementerian Pendidikan harus sudah sadar dan bersedia menerima kenyataan aplikasi kurikulum baru bagi Lembaga Pendidikan Menengah Keatas kebawah, ada feed back yang serius, artinya secara prinsipiil perlu ditinjau kembali, karena ada masalah.

Hal inilah yang nampaknya perlu segera sampai kepada Kementerian Pendidikan sehingga ada tanggapan yang proporsional, yaitu perlu dibentuk Lembaga Penelitian yang secara khusus meneliti aplikasi dari Kurikulum 2013. Meskipun gagasan menyempurnakan Lembaga Pendidikan di Indonesia sudah muncul sejak Pemerintahan Orde Baru, ketika tantangan bakal berlakunya perdagangan bebas dikawasan Asia Tenggara dan Pasifik setelah tahun 2000 merupakan kenyataan yang tidak bisa dihindari, namun belum tentu konsep Kurikulum 2013  yang dewasa ini diberlakukan adalah pilihan yang benar.

Perubahan kurikulum harus jelas GBHN-nya, tetapi kita tahu sejak reformasi bahkan GBHN tersebut tidak ada. Oleh sebab itu memutuskan perubahan kurikulum dengan begitu saja memberlakukan Kurikulum 2013, secara konstitusional tidak benar dan secara teknis tidak cermat.

Dengan urutan berfikir ini kesimpulannya, Kementerian Pendidikan harus tidak main-main dan sekedar berdalih sudah dibahas oleh para ahli dan sudah dicetak sekian juta buku untuk siap dibagi atau sekedar sebuah peluang terjadinya kasus korupsi baru dengan Proyek Pencetakan Buku Kurikulum Baru.

Oleh sebab itu salah satu langkah yang bisa diambil adalah menyatakan bahwa pemberlakuan Kurikulum 2013 dewasa ini masih merupakan bagian dari penelitian untuk menghasilkan kurikulum baru yang paripurna, sesuai dengan perkembangan dinamika umat manusia dewasa ini kedepan.

Lebih mutlak urgensinya dari bidang lain adalah perlunya ditetapkan GBHN Bidang Pendidikan dan Pembentukan Lembaga Peneliti untuk meneliti kembali konsep Kurikulum 2013.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com