Pemilu 2024 Penentu Arah Kejayaan Bangsa

Bagikan artikel ini
Telaah Kecil Geopolitik
Untuk menghentikan proxy warfare di Ukraina, think tank di sekeliling Putin (mungkin) mengerucut pada satu analisis atau asumsi: “Bahwa salah satu sekutu Amerika (AS), atau bahkan AS sendiri harus diserang dengan senjata nuklir. Konflik Ukraina pasti berhenti. Jadi, harus ada korban atau tumbal”.
Memang. Setiap tujuan niscaya ada korban. Itu sudah jamak di dunia geopolitik. Peristiwanya pun kelak mirip dengan tata cara dan model penghentian Perang Dunia II. Usai Hiroshima dijatuhi bom oleh sekutu, Jepang pun total menyerah. Begitu prakiraan pola. History repeats itself. Entah aktor, modus, dan kemasannya akan seperti apa.
Analisis di atas, dilatar belakangi asumsi bahwa setelah ‘kekalahan’ melawan Taliban lalu terusir dari Afghanistan, selain AS rugi besar, si bandar belum balik modal, juga industri strategis Paman Sam —produsen mesin perang— agak tersendat. Dan lewat proxy war di Ukraina, industri perang di AS memang kembali menggeliat.
Selanjutnya, pilihan senjata nuklir bagi Beruang Merah —sebutan lain Rusia— pasti sudah dihitung secara detail baik konsekuensi maupun risikonya, sebagaimana risiko yang ia terima —berbagai sanksi nirmiliter— ketika Rusia memutuskan untuk meng-‘invasi’ Ukraina.
Serangan nuklir Rusia yang ditujukan kepada salah satu sekutu bahkan (bisa jadi) ke AS sendiri, selain bakal menghentikan konflik di Ukraina (Zelensky menyerah atas instruksi AS), juga dipastikan menimbulkan dampak geopolitik global.
Ya. Muncul gejolak politik di setiap negara yang selama ini dalam kontrol AS, misalnya, atau mereka ingin lepas dari kendali Barat, dan lain-lain.
Pada setiap negara yang bergejolak ingin lepas dari skema penjajahan gaya baru di satu sisi, namun pengaruh Cina melalui Belt and Road Initiative akan semakin masive pada sisi lain. India contohnya, ia ‘durhaka’ kepada Inggris dalam skema Commonwealth, namun toch ditampung oleh Cina-Rusia. Itulah keniscayaan hegemoni dalam geopolitik.
Pertanyaan menggelitik muncul, “Apakah setiap negara bangsa menyadari bahwa mereka bisa saja lepas dari mulut harimau, tetapi bisa masuk kembali ke mulut buaya, atau memang benar-benar ingin merdeka?”
Nah, akurasi atau tidaknya pilihan atas kondisi strategis di atas bagi Kepentingan Nasional masing-masing, itu sangat bergantung pada (kualitas) kepemimpinan negara yang bersangkutan.
End
M Arief Pranoto, Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute (GFI)
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com