Pendekatan Unipolar AS Lewat Strategi Indo-Pasifik, Kemitraan Strategis RI-AS Tidak Effektif

Bagikan artikel ini

Suatu kerjasama antar negara baik itu bersifat bilateral maupun multilateral, apalagi atas dasar skema kemitraan strategis, selain harus bersifat saling menguntungkan juga harus atas dasar kesetaraan dan bukannya hubungan yang timpang antara negara orbit dengan negara satelit.

Atas dasar cara pandang tersebut di atas, maka ada baiknya kita telaah secara kritis hubungan bilateral antara Indonesia dan Amerika Serikat berdasarkan skema Kemitraan Strategis yang ditandatangani kedua negara pada 2017 yang lalu.

Adapun bidang dan lingkup kerjasama kedua negara tersebut meliputi kerjasama maritim, perdagangan, investasi, rantai pasok (supply and chain), kesehatan, perubahan iklim (transisi energi), dan pendidikan, yang mana termasuk di dalamnya terkait dengan riset dan inovasi.

Namun sejak Kemitraan Strategis RI-AS ditandatangani pada 2017, strategic dialogue antara menteri luar negeri AS dan Indonesia pertemuan yang seharusnya secara rutin diselenggarakan setiap tahun, ternyata baru berlangsung satu kali yaitu pada 2021 lalu.

Penyebab utama tidak efektifnya Kemitraan Strategis antara Indonesia dan AS lantaran kecenderungan Negara Paman Sam tersebut untuk memaksa Indonesia mengikuti agenda-agenda strategis AS di Asia Pasifik. Salah satu yang krusial adalah desakan kuat AS agar Indonesia mendukung Strategi Indo-Pasifik AS.

 Baca juga: Konsepsi Indo-Pasifik, Cara Pandang Geopolitik AS Melihat Asia

 Jika kita telaah secara lebih mendalam, Strategi Indo-Pasifik AS dapat digolongkan sebagai suatu rancangan rezim internasional karena skema Indo-Pasifik AS mengandaikan adanya kesamaan keyakinan dan cara pandang negara-negara yang akan membentuk kolektivitas respons yang apabila disepakati lebih lanjut, akan diterjemahkan ke dalam “seperangkat tujuan dan harapan bersama, aturan dan regulasi, rencana kerja, dan komitmen finansial”— rezim.

Rancangan rezim internasional ini (skema Indo-Pasifik AS) tentu saja akan diarahkan AS untuk menyingkirkan pengaruh Cina yang saat ini semakin menguat di kawasan Asia Tengah, Asia Selatan, maupun Asia Tenggara (baca: ASEAN) yang mana Indonesia termasuk di dalamnya.

AS mungkin bisa saja mengelak dari tuduhan tadi dengan berdalih bahwa skema Indo-Pasifik versinya adalah untuk pemerataan ekonomi di Indo-Pasifik, misalnya. Tapi nada permusuhan AS terhadap Cina dalam skema Indo-Pasifik AS sulit untuk dibantah.

Padahal bagi Indonesia, dan juga bagi beberapa negara ASEAN, saat ini justru merupakan momentum yang bagus untuk memelopori suatu manuver politik balancing sehingga terbebas dari obyek perebutan pengaruh dan Tarik-menarik antara skema Indo-Pasifik AS maupun ketergantungan dengan Cina.

Dalam merespons secara strategis upaya AS untuk memaksa Indonesia masuk dalam blok Indo-Pasifik untuk membendung meluasnya pengaruh Cina, Indonesia dihadapkan pada dua opsi.

Opsi pertama, bandwagoning yang mana sebuah negara atau beberapa negara memutuskan beraliansi atau bersekutu dengan negara yang memiliki power yang lebih kuat (negara adidaya) dengan harapan negara yang memiliki power di atasnya itu tidak akan menyerang mereka karena berada dalam satu aliansi. Adapun  opsi kedua,  balancing,  adalah prinsip penyeimbangan, di mana negara-negara dengan kekuatan yang seimbang (kecil dan menengah) memutuskan beraliansi untuk mengimbangi negara yang lebih kuat (adidaya).

 

Pertemuan itu akan digelar di sela ASEAN-US Summit 2020 di Las Vegas, AS.

Indonesia sejatinya hingga kini tetap menganut azas politik luar negeri bebas-aktif yang hakekatnya sebagai Gerakan bersifat pro aktif dan tidak bersikap pasif dan netral, sebagai sebuah gagasan konseptual, bersifat konstruktif mendorong terciptanya perdamaian dunia atas dasar keadilan sosial dan penghormatan terhadap kedaulatan nasional masing-masing negara.

 

header img

 

Menjelang berlangsungnya Konferensi Tingkat-Tinggi G-20 dalam waktu beberapa hari mendatang di Bali,  Indonesia bisa memanfaatkan momentum keraguan-raguan serta ketidaksetujuan negara-negara di kawasan Asia-Pasifik terhadap skema Indo-Pasifik AS dengan menginisiasi suatu alternatif. Apalagi Indonesia sebagai negara anggota ASEAN mempunyai modal bagus, yaitu the Outlook on the Indo-Pacific. Indo-Pasifik versi ASEAN yang menegaskan pentingnya sentralitas dan kontribusi negara-negara yang berada di kawasan Asia-Pasifik untuk menciptakan perdamaian dan kesejahteraan di Indo-Pasifik. Sebuah isyarat bahwa Indonesia melalui the ASEAN Outlook on the Indo-Pacific, sejatinya menolak secara halus the Indo-Pacific Strategy sebagai upaya AS menggiring Indonesia masuk orbit pengaruh AS dan blok Barat untuk membendung pengaruh Cina di Asia Pasifik, utamanya di Asia Tenggara.

Sepertinya, inilah salah satu penyebab utama Kemitraan Strategis RI-AS tidak berjalan secara efektif dalam lima tahun terakhir ini. Washington maupun London sepertinya masih tetap bersikukuh pada pendekatan Unipolar alias Pengkutuban Tunggal sebagai landasan menjalin kerjasama strategis dengan negara-negara di Asia Pasifik, tak terkecuali Indonesia. Indonesia dipandang sebagai mitra yunior daripada mitra setara (equal partner).

Hendrajit, Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute (GFI)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com