Konsepsi Indo-Pasifik, Cara Pandang Geopolitik AS Melihat Asia

Bagikan artikel ini

Kerjasama Internasional bidang ekonomi dan perdagangan yang dikembangkan Cina terhadap negara-negara mitranya dari Asia, Afrika dan Timur-Tengah yang mengaitkan  konektivitas geografis jalur sutra via utara yang melintas dari  Xinjiang via ke Asia Tengah ke  Asia Selatan berdasarkan strategi nasional Cina Sik Road Maritime Initiatives maupun jalur sutra  via selatan yang melintas ke negara-negara di kawasan Asia Tenggara, nampaknya semakin mengkhawatirkan AS maupun negara-negara sekutunya yang tergabung dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Dalam pandangan para perancang keamanan nasional stratetegik  di Washington, untuk menghadang skema Silk Road Maritime Initiatives  Cina yang merupakan strategi nasional Cina untuk menggalang pengaruh politik, ekonomi dan militer di pelbagai kawasan dunia, tak terkecuali di Asia Tenggara, maka AS memutuskan untuk menghadang pengaruh Cina dengan menguasai kekuatan laut (sea power) perairan Laut Cina Selatan.

Dengan begitu, menguasai kekuatan laut atau sea power Laut Cina Selatan dipandang sebagai  langkah strategis AS untuk membendung pengaruh politik dan militer Cina sebagai kekuatan global di Asia Tenggara. Darisinilah muncul gagasan menggulirkan konsepsi Indo-Pasifik sebagai sebagai sebuah grand strategi untuk membendung pengaruh dan potensi ancaman Cina sebagai kekuatan global di Asia-Pasifik. Seraya mengupayakan kemungkinan mengubah peta di kawasan Asia Pasifik.

Mengikuti alur pikir AS bersama Australia, Jepang, dan India ketika mulai menyusun Grand Strategi Indo-Pasifik pada 2017 lalu, maka gagasan dasarnya adalah menguasai perairan yang menghubugkan Samudra Hindia dan Samudra Pasifik, yaitu Laut Cina Selatan. Seturut dengan penyusunan konstruksi geopolitik Indo-Pasifik, India sebagai salah satu negara yang memprakarsai Grand Strategi Indo-Pasifik, memandang ASEAN sebagai daerah jantungnya Indo-Pasifik. Dengan begitu negara-negara  ASEAN dipandang sebagai episentrum Indo-Pasifik yang harus ditetapkan sebagai sasaran utama untuk digalang sebagai sekutu strategis AS dan blok NATO untuk membendung Cina.

Dengan demikian gagasan kebangkitan Indo-Pasifik yang dimotori AS, Australia, Jepang dan India, dengan tak ayal memang dimaksudkan untuk merespons kebangkitan kekuatan global Cina, termasuk potensi ancamannya di kawasan Asia Tenggara.

Konstruksi Geopolitik Indo-Pasifik

Kalau menelisik ruang-lingkupnya, Indo-Pasifik mencakup kawasan laut Samudra Hindia. Samudra Pasifik Barat, dan Samudra Pasifik Tengah. Serta perairan yang menghubungkan Samudra Hindia dan Samudra Pasifik, yaitu Laut Cina Selatan. (1)

Dalam konteks pemikiran dan pandangan geopolitik tersebut di atas, nampaknya wawasan geopolitik Alfred Thayer Mahan besar kemungkinan masih relevan sebagai referensi para perancang kebijakan strategis di Washington ketika memutuskan untuk menyusun grand strategi Indo-Pasifik untuk membendung pengaruh Cina di Asia Tenggara. Menurut Alfred Thayer Mahan dalam bukunya The Influence of Sea Power on History, 1660-1783, merebut kekuasaan laut berarti mampu menguasai kondisi sosial geografis suatu negara maupun sebagai suatu kawasan, sehingga mampu menguasai politik, militer dan ekonomi suatu negara atau kawasan. Begitu tesis utama pakar geopolitik Thayer Mahan.

China Sangkal Bangun Pangkalan Militer di Kamboja

Atas dasar pemikiran tersebut maka AS bersama India dan Jepang, yang sama-sama dipersatukan oleh kekhawatirannya yang sama  terhadap pengaruh kekuatan global Cina, kemudian mengembangkan konstruksi geopolitik Indo-Pasifik sebagai suatu grand strategi dalam bentuk kerjasama regional di bidang perdagangan, ekonomi, politik dan militer.

Adapun negara-negara yang bermaksud dirangkul dan diajak menjalin kerjasama regional yang digagas berdasarkan skema Grand Strategi Indo-Pasifik, terdiri dari negara-negara yang berada dalam lintasan Samudra Hindia, Samudra Pasifik Barat, dan Samudra Pasifik Tengah.

Sekarang marilah kita cermati gambaran lebih rinci negara-negara mana saja yang berada dalam lintasan Samudra Hindia, Samudra Pasifik Barat dan Samudra Pasifik Tengah.

  1. Wilayah Indo-Pasifik Tengah, merupakan wilayah yang menghubungkan Samudra Hindia dengan Samudra Pasifik melalui berbagai laut dan selat. Perairan Laut Indonesia sebagian besar termasuk ke dalam wilayah Indo-Pasifik Tengah. Perairan yang juga termasuk wilayah Indo-Pasifik Tengah adalah Laut Cina Selatan, Laut Filipina, pantai utara Australia, dan laut di sekitar Nugini. Juga beberapa negara yang masuk lingkup Pasifik Selatan seperti Mikrosia, Kaledonia Baru, Kepulauan Salomon, Vanuatu, Fiji dan Tonga.

 

  1. Indo-Pasifik Timur, sejatinya merupakan rute laut yang menghubungkan AS dengan Amerika Latin. Wilayah ini mengelilingi sebagian besar pulau vulkanik di Samudra Pasifik Tengah, yang membentang dari kepulauan Marshal lewat Polinesia Tengah dan Tenggara, hingga Eastern Island (wilayah territorial Chile) dan Hawai di wilayah AS.

 

  1. Indo-Pasifik Barat, meliputi perairan bagian Barat dan Tengah Samudra Hindia, termasuk pantai timur Afrika, laut merah, teluk Aden, Teluk Persia, laut Arab, Teluk Benggala, Laut Andaman, serta perairan sekitarannya yaitu Madagaskar, Seychelles, Komoro, Kepualuan Mascarene, Maladewa dan Kepualaun Chagos.

Laut Cina Selatan yang merupakan bagian dari wilayah Lautan Pasifik Tengah, nampaknya memang merupakan titik-krusial ketegangan antara AS vs Cina sejak beberapa tahun terakhir. Sebagai daerah pesisir pantai, Laut Cina Selatan menjadi fokus perhatian negara-negara di kawasan Asia Tenggara, Asia Timur dan Amerika Serikat. Mengingat lokasi geografis Laut Cina Selatan  sebagaii pesisir pantai itu merupakan batas terluar suatu negara, Cina sebagai kekuatan adikuasa baru di Asia-Pasifik telah memasukkan isu Laut Cina Selatan ke dalam agenda militernya. (2) 

Dalam memodernisasikan kekuatan angkatan bersenjatanya, termasuk di bidang peralatan militernya, pada 2013 saja Cina telah mengucurkan dana yang cukup besar untuk memperkuat armada selamnya. Bukan itu saja. Cina setidaknya memiliki 9 kapal selam bertenaga nuklir. Dengan demikian, nampak jelas CIna telah memperkuat persenjataan strategisnya di lautan. Cina juga mengembangkan kapal selam kelas Jin yang memiliki  kemampuan meluncurkan rudal balistik berdaya jangkau 7,400 kilomater.

Menyadari adanya upaya meningkatkan postur pertahanan dan persenjataan Cina di matra laut, maka AS bermaksud membendung gerak laju pengaruh Cina di Laut Cina Selatan. Dari sebab itu AS menjadi prioritas utama AS untuk terus-menurus memonitor setiap perkembangan dan gerak-gerik Cina di Laut Cina Selatan. Maka hal inilah yang menjelaskan mengapa dalam kemitraan strategisnya dengan negara-negara ASEAN, AS lebih memprioritaskan kerjasama bidang keamanan maritim daripada di bidang ekonomi-perdagangan, hal mana telah menimbulkan kekecewaaan negara-negara ASEAN dalam US-ASEAN Summit di Washington beberapa bulan lalu.

Lantas, dimana nilai strategis Indonesia dalam pandangan geopolitik AS? Secara bio-geografis, untuk menghubungkan secara bio-geografis  wilayah perairan Indo-Pasifik adalah melalui Kepulauan Nusantara. Dengan demikian, Indonesia punya nilai strategis secara geopolitik sebagai negara penghubung negara-negara yang termasuk rute lintasan Samundra Hindia dan Samudra Pasifik.

Maka itu, Indonesia maupun negara-negara yang tergabung dalam perhimpunan negara-negara Asia Tenggara (ASEAN), dipandang sebagai daerah jantung atau pusatnya Indo-Pasfik dalam skema geopolitik AS dan ketiga sekutu strategisnya yaitu Australia, Jepang dan India.

Itulah sebabnya dalam skema kerjasama regional untuk membendung pengaruh Cina sebagai kekuatan global di Asia Tenggara, Grand Strategi Indo-Pasifik bukan sekadar skema kerjasama ekonomi dan perdagangan belaka, melainkan juga diperluas lingkupnya melalui kerjasama militer dan pertahanan seperti persekutuan empat negara (QUAD) maupun belakangan juga dikembangkan menjadi persekutuan tiga negara (AS, Inggris dan Australia (AUKUS).

Bahkan ada indikasi kuat skema kerjasama regional berdasarkan Grand Strategi Indo-Pasifik, justru lebih dominan kerjasama dalam bidang pertahanan-militer daripada kerjasama di bidang ekonomi dan perdagangan. Sehingga dalam skema kerjasama regional Indo-Pasifik menurut skema AS, lebih mengutamakan mengatasi keamanan maritim di Laut Cina Selatan dibandingkan kerjasama ekonomi-perdagangan.

Mengikuti alur pemikiran AS beserta ketiga pemrakarsa gagasan kebangkitan Indo-Pasifik, untuk membendung Cina nampaknya hard-power lebih diutamakan untuk mengatasi ketertinggalan mereka dalam persaingan secara soft power yang diterapkan Cina dalam menggalang kerjasama-kerjasama strategis bidang ekonomi dan perdagangan.

Dengan demikian, tidaklah berlebihan jika saya katakan bahwa Grand Strategi Indo-Pasifik yang digagas secara bersama antara AS, Australia, Jepang dan India, sejatinya merupakan model kerjasama regional yang digunakan untuk menata ulang, atau bahkan mengacak-acak kembali tatanan regional di Asia Tenggara, sehinga membawa implikasi timbulnya perpecahan internal di antara negara-negara ASEAN. Bahkan pada perkembangannya juga memecah-belah kekompakan di antara 24 negara yang tergabung dalam forum kerjasama ekonomi Asia-Pasifik (APEC).

Selain itu, agenda tesembunyi di balik gagasan Grand Strategi Indo-Pasifik juga untuk menata ulang atau merusak berbagai kerjasama strategis Cina dengan negara-negara ASEAN maupun Asia Timur, yang terjalin berdasarkan skema Silk Road Maritime Initiatives Cina, yang kemudian dikembangkan melalui program One Belt One Road (OBOR) maupun Belt Road Initiatives (BRI).

Sehubungan dengan hal tersebut, Indonesia sebagai salah satu founding fathers ASEAN yang amat berkepentingan terciptanya stabilitas politik dan keamanan di Laut Cina Selatan dan Asia Tenggara pada umumnya, maka Indonesia harus menjadi nahkoda di bawah bendera ASEAN untuk memprakarsai perdamaian di Asia Tenggara, dan Asia Pasifik pada umumnya. Berarti, solusi damai harus terus diupayakan melalui organisasi kerjasama regional ASEAN.

Satu hal yang perlu dicatat di sini. Dari segi lokasi geografis, posisi Indonesia terletak persis di tengah antara Laut Cina Selatan dan Australia. Artinya, jikalau satu saat meletus perang antara AS-NATO versus Cina, pasukan AS dan sekutunya akan melintasi perairan Indonesia. Maka terkait hal ini, kehadiran pangkalan militer AS di Darwin, di sebelah utara Austalia, harus pula mendorong Indonesia meningkatkan kewaspadaan militernya.

Kiranya kewaspadaan untuk memonitor manuver militer AS di Asia Pasifik, khususnya Laut Cina Selatan, sangat beralasan. Seperti pernah disampaikan Hasyim Djalal, diplomat senior Kementerian Luar Negeri RI, dan pakar hukum laut: “Ketertarikan Amerika Serikat kepada Laut Cina Selatan dikarenakan perairan ini merupakan rute tersingkat atau jalan pintas dari Samudra Pasifik untuk dapat mencapai Lautan Hindia.” (3)

Mencermati pergolakan dan konflik antar negara-negara adikuasa antara AS vs Cina di Asia Pasifik seperti tergambar dallam cara pandang geopolitik AS dalam melihat Asia lewat konsepsi Indo-Pasifik, nampak jelas bahwa lokasi geografis merupakan aset yang diperebutkan negara-negara adikuasa selain lokasi sumberdaya alam yang terkandung di dalam bumi negara-negara di kawasan Asia Pasifik.

Hendrajit, Pengkaji Geopolitik, Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI)

(1). Untuk kajian terkait konstruksi geografis Indo-Pasifik, saya sangat terinspirasi oleh buku karya Abhiram Singh Yadav, Indo-Pasifik, Sebuah Konstruksi Geopolitik. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2022.

(2). Baca Triono Akmad Munib, Sengketa Laut Cina Selatan: Pertaruhan Harga Diri Negara. dalam Jurnal The Global Review Quarterly, Merobek Jalur Sutra, Menerkam Asia Tenggara,  Edisi Januari 2013. 

(3). Dikutip oleh Bunga Ramadani, “Encoourage the Will to Negotiate: Menggagas Otonomi ASEAN dalam Membendung Pengaruh Cina dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan melalui Perspektif Indonesia. Dalam jurnal The Global Review Quarterly,  Menerkam Asia Tenggara,  Edisi Januari 2013. 

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com