Jalan Takdir Putra-Putri Biologis Para Pemimpin Dunia

Bagikan artikel ini

Kenapa anak biologis seorang tokoh seringkali berkonotasi negatif. Misalnya anak biologis Sukarno atau Suharto. Bahkan anak biologis kader PKI model Aidit dan Nyoto.

Membaca buku karya Ching Ning Chu. Thick Face Black Heart. Saya dapat pengertian baru. Bahwa problem pokok anak biologis atau cucu biologis bukan sekadar meniru niru ketokohan atau kebesaran nama orang tua atau kakek neneknya.

Menurut Ning Chu ada hal yang lebih krusial. Karena begitu kuat dorongan meniru orang tuanya maka akibatnya mengingkari jalan takdir hidupnya sendiri. Lupa bahwa jalan takdir bapaknya dan anaknya berbeda.

Ambillah misal Benazir Bhutto. Putri mantan perdana mentri Pakistan Zulfikar Ali Bhutto. Ketika Benazir juga jadi perdana mentri seperti ayahnya. Masalahnya bukan Benazir meneruskan ideologi bapaknya.

Tapi meneruskan takdir bapaknya yang dulunya seorang demokrat tapi selalu bikin perseteruan dengan para politisi partai dan militer.

Benazir pun mengikuti jejak takdir bapaknya. Bukannya meretas sebuah peran baru sebagai juru damai memprakarsai rekonsiliasi nasional berbagai komponen bangsa baik sipil maupun maupun militer Alhasil Benazir pun meneruskan jalan takdir bapaknya. Mati terbunuh.

Satu contoh lagi. Corazon Aquino. Istri dari Benigno Aquino. Tokoh oposisi Filipina semasa Marcos. Seperti Benazir. Corazon pun terjebak menjalankan takdir mendiang suaminya ketimbang jalan takdir dirinya. Sekadar mewarisi citra politik orang lain.

Dalam hal Corazon. Dia begitu jadi presiden menyusul terbunuhnya Benigno. Tetap mewarisi dan meniru citra poitik suaminya sebagai demokrat dan pelindung rakyat Filipina.

Alhasil ketika momentum sejarah menghantarkan Corazon jadi presiden. Dirinya dikenang sebagai pemimpin sipil yang lemah dan tidak tegas. Baik kepada oposisi maupun menghadapi beberapa perwira militer yang mencoba mengkudeta dirinya maupun gerakan separatis.

Ketika Benazir dan Corazon menyadari jalan takdir sejati diri mereka masing masing. Seharusnya keduanya memainkan peran berbeda dengan mendiang ayah dan suaminya.

Benazir harusnya memainkan peran sebagai pemrakarsa rekonsiliasi nasional. Adapun Corazon memainkan peran sebagai pemimpin sipil yang tegas dan kuat. Sehingga keduanya menyongsong jalan takdir dan legenda dirinya. Bukan mewarisi citra diri bapak atau suaminya.

Mereka berdua lupa bahwa jabatan yang mereka berdua pegang meski pernah juga dipegang pendahulunya. Mengandung persyaratan takdir yang berbeda. Karena zaman punya kebutuhan dan tantangan yang berbeda.

Sehingga keduanya telah menghianati takdir sejati mereka masing masing.

Dari sini saya merenung. Pantesan banyak anak anak tokoh besar namun anak cucunya tidak jadi apa apa dan bukan siapa siapa.

Sebab apa? Karena mereka cuma mewarisi citra diri orang tuanya. Tapi tidak belajar hikmah dan semangat dari populariras serta ketokohan orang tua atau mendiang suaminya. Bahwa mereka jadi sesuatu karena setia mengikuti jalan takdirnya sendiri.

Hendrajit, pengkaji geopolitik, Global Future Institute (GFI)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com