Pentingnya Soft Skill Untuk Bela Negara

Bagikan artikel ini
Strategi adalah teori penggunaan pertempuran untuk tujuan perang (baca: tujuan politik). Taktik merupakan teori mengenai penggunaan kekuatan-kekuatan militer(bisa diperluas artinya sebagai alat dan sarana) dalam pertempuran.
Masalahnya adalah dalam praktek antara alat dan tujuan seringkali campur-baur nggak karuan. Pada kenyataannya, apakah sebuah pertempuran berskala besar, katakanlah ketika terjadi di Laut Cina Selatan, memang ada kaitannya dengan tujuan perang?
Sebaliknya kesiapsiagaan angkatan perang suatu negara bisa dikatakan sudah masuk tahapan peperangan padahal sama sekali belum meletus pertempuran?
Tujuan perang atau politik bisa terwujud ketika salah satu kalah total atau menang mutlak atas musuhnya. Kedua, lewat persetujuan politik di meja perundingan. Ketiga, ketika ketika suatu negara melalui pendayagunaan sarana-sarana nonmiliter, mampu memperdaya negara sasaran sehingga tujuan perang bisa diwujudkan tanpa penggunaan sarana-sarana militer atau alat persenjataan.
Tanpa melihat kaitan antara pertempuran, peperangan dan persetujuan politik dalam satu totalitas, maka kita dengan mudah terjebak pada penglihatan seolah-olah pertempuran lebih penting daripada tujuan perang/tujuan politik itu sendiri.
Padahal dalam konsepsi Perang Total atau yang kami istilahkan Perang Asimetris, politik negara adalah rahim darimana perang dilancarkan dan diorganisir. Dengan begitu politik menetapkan garis-garis besar yang harus ditempuh oleh perang. Dan arti dari perang dalam lingkup yang luas, seperti dikatakan oleh Clausewitz, tiada lain merupakan kelanjutan dari politik dengan menggunakan cara lain.
Berarti, perang dalam arti seluas-luasnya, bukan melulu soal menyusun rencana militer saja. Di sinilah akar pembedaan dari konsep perang konvensional/perang menggunakan sarana militer, dan konsepsi perang total yang juga melibatkan sarana-sarana nirmiliter.
Dalam peperangan, ada kalanya metode politik lebih penting daripada metode militer, atau sebaliknya. Tergantung karakteristik negara yang dihadapi, maupun kondisi obyektif negara sasaran.
Lantas bagaimana menghadapi perang total yang bersifat non-fisik? Clausewitz punya dalil yang cukup menginspirasi:
“Kekuatan fisik ibarat tangkai kayu, akan tetapi kekuatan moral ibarat mata yang berkilat dari dari ujung pedang.” Artinya, kekautan moral dan jiwa merupakan komponen paling penting dan utama dalam sistem pertahanan rakyat semesta menangkal perang total/perang asimetris yang dilancarkan pihak lawan.
Berarti, kekuatan jiwa punya arti lebih penting daripada sekadar keberanian apalagi bondo nekat. Untuk menghadapi konsepsi perang total, atau yang kami istilahkan sebagai Perang Asimetris, yang dilancarkan lawan kepada kita, kekuatan immmaterial lebih penting untuk didayagunakan daripada kekuatan fisik.
Di sinilah pentingnya soft skill untuk bela negara.
Hendrajit, pengkaji geopolitik, Global Future Institute (GFI)
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com