Perjuangan Internasional Menuntut Keadilan dan Pembebasan Julian Assange Tetap Tak Kunjung Padam

Bagikan artikel ini

Bertahun-tahun perjuangan berbagai elemen masyarakat sipil demi keadilan bagi Julian Assange, bukan saja tidak padam, bahkan semakin menguat. Jika sebelumnya perjuangan masyarakat sipil berpusat di London, Inggris, yang mana para aktivis hak-hak sipil berfokus pada upaya banding kepada pengadilan Inggris agar Assange dibebaskan dari penjara. Sekaligus menolak tekanan AS agar diekstradisi ke Washington.

Baca:

From Where Will the Breakthrough Come for Julian Assange?

Tekanan berbagai kalangan aktivis hak-hak asasi manusia semakin menguat dengan keterlibatan beberapa kalangan jurnalis yang juga menyerukan keadilan hukum buat Assange. Yang menarik di sini adalah argument yang jadi dasar perjuangan keadilan buat Assange adalah keberatan mereka bahwa kebebasan pers dicampur-baurkan dengan the U.S. 1917 Espionage Act yang berkaitan dengan kegiatan spionase.

Menurut para aktivis hak-hak asasi dan para advokator kebebasan berbicara (free speech) tersebut, menjerat Assange atas dasar the U.S. 1917 Espionage Act berarti sama saja menakut-nakuti kebebasan berbicara orang dengan dalih telah terlibat dalam aktivitas spionase. Menurut para advokator kebebasan berbicara tersebut, hal ini bisa jadi preseden buruk  sehingga mengancam integritas semua profesi  untuk menyuarakan kebenaran kepada publik.

Sayangnya gerakan perjuangan pembebasan bagi Julian Assange di Amerika Serikat tidak segencar di Inggris. Upaya yang dilakukan anggota kongres peremuan  Rachida Tlaib sejauh ini sepertinya tidak mendapat respon positif dari kalangan kongres. Namun bukannya sama sekali tidak berprospek dalam usaha untuk mempromosikan dukungan internasional untuk pembebasan Assange. Beberapa media massa terkemuka seperti:

  • The New York Times
  • The Guardian
  • Le Monde
  • DER SPIEGEL
  • El Pais

Media massa berpengaruh tersebut tetap konsisten menyerukan dihentikannya persekusi terhadap Assange terkait penyebarluasan informasi-informasi klasifikasi rahasia. Persekusi pihak berwenang AS pada perkembangannya bisa membahayakan kebebasan pers, terutama terkait amandemen pertama.

Namun di AS pihak Gedung Putih maupun Capitol Hill sepertinya tetap bergeming. Berbeda dengan Inggris yang pada 2022 ketika sekitar 7000 orang beramai-ramai mendatangi parlemen Inggris dan membentuk formasi barisan manusia mengepung gedung parlemen.

Bahkan pada 2022 itu pula, ketika Anthony Albanese, terpilih sebagai perdana menteri Australia baru menggantikan Scott Morrison, sempat menyatakan akan berupaya mendesak Washington menghentikan persekusi terhadap Assange. Namun hingga kini Washington masih tetap bungkam. Begitupun, pernyataan Anthony Albanese menimbulkan harapan baru dan simpati dari negeri tempat kelahiran Assange itu.

Beberapa bulan lalu, aksi demonstrasi menuntut pembebasan Assange juga melibatkan anggota keluarga dekat motor penggerak WikiLeaks tersebut. Seperti ayah kandung Assange, John Shipton, saudara kandungnya Gabriel, dan isterinya Stella Assange. Bukan itu saja. Bahkan beberapa anggota parlemen Australia berupaya mempengaruhi Washington untuk menghentikan persekusi terhadap Assange.

Hendrajit, Pengkaji Geopolitik Global Future Institute (GFI)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com