Potensi Keluarnya Inggris dari Uni Eropa

Bagikan artikel ini
Cameron optimis dalam konferensi yang digelar pada 18-19 Februari itu, para pemimpin Uni Eropa dapat mencapai kesepakatan final tentang reformasi undang-undang lembaga ini. Cameron dan Merkel juga sepakat bahwa sejak sidang di Dewan Eropa pada Desember 2015 hingga kini, telah tercatat perkembangan dan di antara negara-negara Uni Eropa, muncul tekad baik untuk memperhatikan keluhan masyarakat Inggris.
Pada hakikatnya, Uni Eropa sekarang yang sedang menghadapi banyak masalah besar seperti krisis pengungsi dan peningkatan ancaman teror, juga harus berhadapan dengan tantangan besar lainnya yaitu kemungkinan keluarnya Inggris dari Uni Eropa. Kemungkinan keluarnya Inggris dari Uni Eropa menuai kekhawatiran para pemimpin lembaga tersebut.
Alasannya, keluarnya Inggris dari Uni Eropa akan menimbulkan dampak multi-dimensi, besar dan tidak dapat dihindari. Bila Inggris meninggalkan Uni Eropa, maka akan berdampak negatif pada kemampuan serta kondisi finansial dan ekonomi Uni Eropa. Selain itu, Inggris merupakan donor utama bujet Uni Eropa. David Cameron, berjanji untuk menggelar referendum hingga akhir tahun 2017 soal kelanjutan keanggotaan Inggris di Uni Eropa.
Berlanjutnya kehadiran Inggris di Uni Eropa hingga kini masih diselimuti kabut. Cameron berulangkali menegaskan bahwa negaranya tetap ingin menjadi anggota Uni Eropa, namun dengan syarat lembaga itu memperhatikan sejumlah tuntutan reformasi yang diinginkan London.
Banyak parameter yang turut mempengaruhi hal ini di mana yang terpenting adalah seberapa besar para pemimpin Uni Eropa akan memberikan konsesi kepada Inggris untuk tetap menjadi anggota. Pengecualian Inggris dari penggabungan, persatuan lebih erat di Uni Eropa, pengokohan parlemen nasional, dukungan Inggris dan negara-negara di luar zona euro dalam sebuah pasar terpadu, merupakan di antara persyaratan Inggris untuk tetap menjadi anggota Uni Eropa. Namun tuntutan terpenting Inggris adalah reformasi sistem pembayaran kesejahteraan kepada para buruh imigran. Pemerintah London ingin agar para buruh imigran yang memasuki Inggris harus menanti empat tahun untuk mendapatkan dana kesejahteraan.
Namun tidak berlakunya undang-undang berkaitan dengan migrasi buruh dari negara-negara anggota Uni Eropa khususnya Eropa Timur di Inggris, bertentangan dengan prinsip dasar lembaga ini dan tentunya menurut Brussel ini berarti pelanggaran dan pengabaian prinsip terpenting pembentukan lembaga Eropa ini.
Dengan demikian harus dikatakan bahwa sejauh mana para pemimpin Eropa menunjukkan fleksibilitas di hadapan tuntutan Inggris. Masalah yang tidak akan terselesaikan adalah tuntutan Inggris itu bertentangan dengan sejumlah prinsip dasar Uni Eropa, termasuk kebebasan berlalu-lalang di antara negara anggota dan juta non-diskriminasi terhadap masyarakat Uni Eropa. Oleh sebab itu, meski Cameron menyatakan optimis pada perundingan Februari mendatang, akan tetapi dipastikan perundingan London dan Brussel akan berlangsung alot.
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com