Presiden “Good Boy” Bukan Berarti Direstui Amerika Serikat

Bagikan artikel ini

Rusman, Peneliti Global Future Institute (GFI)

Apa definisi rentenir yang digunakan Hatta Taliwang tidak jelas. Pernyataan ini cenderung lebih bernuansa tuduhan yang tidak jelas diskripsinya atau lebih condong sebagai isu politik yang mendiskreditkan semua Presiden RI sebagai antek negara lain, kecuali BJ Habibie dan Megawati Soekarnoputri.

Demikian dikemukakan pengamat politik, Irfani Nuramaliah di Jakarta (18/10/2013) seraya menambahkan, setiap negara pasti mengamati apa yang terjadi dinegara yang menjadi tetangganya adalah pasti, seperti Malaysia dan Singapura lebih senang kepemimpinan Pak Harto yang berwibawa tetapi bersikap bersahabat dan damai dengan negara-negara tetangganya, berbeda dengan Bung Karno yang gagah, hebat tetapi menakutkan negara-negara tetangganya.

“Amerika Serikat juga demikian akan menganggap seorang Presiden RI yang faham budaya AS dan pernah lama bersekolah di AS, akan dianggapnya sebagai “good boy”, tetapi bukan berarti menjadi Presiden RI hanya karena restu AS,” kata perempuan yang juga berprofesi sebagai peneliti ketika mengomentari catatan M Hatta Taliwang, aktivis 1977/1978 berjudul “Presiden Indonesia Ditentukan Oleh Negara Rentenir.”  Isinya antara lain, dirinya melihat orang yang ikut maju sebagai calon presiden harus mendapat restu dan dukungan dari kalangan bisnis dan media.

Meskipun soal restu untuk jadi presiden tersebut menjadi hal biasa sejak era Soeharto, tetapi sempat sepi di era Habibie dan Gus Dur, namun kembali mencuat di era Megawati dan SBY. Kondisi tersebut telah menggugah kesadarannya, mengapa presiden di Indonesia mesti mendapat restu dari luar negeri.

Indonesia sudah masuk dalam perangkap kapitalisme global dengan utang yang bertumpuk, suka atau tidak suka telah jadi budak, bahkan menjadi budak Singapura, sehingga untuk menjadi presidenpun konon mesti mendapat restu dari lobby Singapura.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com