Posisi Wali Nanggroe akan Diatas Gubernur

Bagikan artikel ini

Rusman, Peneliti Global Future Institute (GFI)

Adanya kehendak sebagian rakyat Aceh untuk tampil sebagai propinsi yang bukan hanya otonom tetapi independen. Dalam hubungan ini, propinsi Aceh ingin mempunyai bendera yang berstatus sederajat dengan Sang Merah Putih.  Juga dengan memanfaatkan MoU Helsinki yang menyebutkan, selain gubernur yang menunjukkan persamaan dengan propinsi lainnya di Indonesia, di Aceh juga ada Wali Nanggroe. Sebuah jabatan tradisional yang mungkin resminya adalah gambaran sebuah budaya Aceh, tetapi praktis lambat laun akan diusung sebagai figur politik yang berada diatas Gubernur.

Demikian dikemukakan pengamat masalah Aceh, Hernoto Ramlan di Jakarta (18/10). Dirinya juga menambahkan, Busyro Muqoddas nampaknya paham atas hal tersebut sehingga ketika mewakili pemerintah saat memberikan sambutan atas pemberian dana Rp 50 Milyar kepada LSM Kata Hati. Ia tidak menyinggung soal cipta opini dalam kaitan peresmian Wali Nanggroe yang batal, tetapi mengkaitkannya dengan azas demokratis yang secara umum perlu menampung aspirasi rakyat, sebagai input  bagi pemerintah daerah di dalam membuat kebijaksanaan-kebijaksanaannya.

“Sambutan Busro Muqoddas akan lebih mantap menetralisir tujuan LSM Kata Hati yang ingin mendukung pengukuhan jabatan Wali Nanggroe apabila dikaitkan dengan fungsi KPK, yaitu pengawasan pembangunan, agar benar-benar pro kepentingan rakyat sehari-hari misalnya program pendidikan,” tambahnya.

Sebelumnya, di Banda Aceh, Busyro Muqoddas menyarankan agar pengalokasian anggaran Wali Nanggroe dapat berpihak kepada rakyat. Karena menurutnya rakyat memberikan amanahnya kepada pemerintahan menjalankan kedaulatan dalam mengeluarkan suatu kebijakan, termasuk di bidang anggaran untuk sektor apapun. “Semangat keberpihakan kepada rakyat harus dikedepankan, dan rakyat juga harus dilibatkan dalam proses penganggaran tersebut,” kata Wakil Ketua KPK tersebut.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com