Rangkaian perkembangan global beberapa tahun belakangan ini, yang semula hanya bertumpu pada kerja sama internasional berbasis unipolar yang didominasi oleh Amerika Serikat dan blok Barat, sekarang Cina dan Rusia muncul sebagai kutub alternatif. Baru-baru ini India dan Rusia mulai membahas dan mengeksplorasi kemungkinan Koridor Transportasi Baru seperti Rute Laut Utara atau The Northern Sea Route (NSR) dan Koridor Maritim Timur atau Eastern Maritime Corridor (EMC). Yang menghubungkan Vladivostok ke Chennai, di India.
Jika proyek tersebut bisa terwujud, maka kiranya cukup beralasan bagi Amerika Serikat dan negara-negara sekutu strategisnya merasa khawatir. Sebab ini berarti, kerja sama strategis antara India dan Rusia akan semakin erat dan solid. Apalagi pada September 2019 lalu India dan Rusia telah menandatangani Memorandum of Understanding (MOU) kebangkitan proyek Koridor Maritim Chennai-Vladivostok atau Chennai-Vladivostok Maritime Corridor (CVMC).
Baca:
India, Russia and the Northern Sea Route
CVMC memiliki panjang 10.500 km dan akan mempersingkat waktu transportasi menjadi 12 hari, hampir sepertiga dari waktu yang ditempuh pada rute St. Petersburg-Mumbai yang berjumlah 16.000 km.
Kerja sama ekonomi dan perdagangan yang terkait dengan konektivitas geografis ala One Belt One Road (OBOR) seperti diprakarsai Cina, nampaknya memang cukup mengundang kekhwatiran Amerika maupun negara-negara blok Barat yang tergabung dalam Uni Eropa. Adanya kerja sama India-Rusia berdasarkan skema CVMC yang mengaitkan konektivitas georafis antara Rusia dan India berdasarkan The Northern Sea Route tentunya semakin mengkhawatirkan bagi AS dan Uni Eropa yang tidak bersahabat dengan Rusia dan Cina seperti Inggris.
Baca: CO23125 | India, Russia, and the Northern Sea Route: Navigating a Shifting Strategic Environment
Apalagi penelitian yang dilakukan oleh Chennai Port Trust menyingkap bahwa batu bara kokas, minyak mentah, LNG dan pupuk adalah beberapa kargo yang dapat diimpor dari Rusia melalui rute ini. Keterlibatan India yang semakin meningkat di Arktik, yang ditandai dengan peran signifikannya dalam lalu lintas kargo NSR, merupakan bukti nyata adanya upaya strategis untuk mendiversifikasi sumber daya energi dan koridor perdagangan. Sehingga peran strategis India dalam membentuk masa depan perdagangan Arktik bisa semakin ditingkatkan dalam dekade-dekade mendatang.
Arktik memang saat ini menjadi wilayah yang punya nilai strategis dari sudut pandang geopolitik, bukan saja Rusia dan Uni Eropa, bahkan juga Cina. Mengingat besarnya cadangan kekayaan alam dan Air Tawar di kawasan Arktik.
Selain daripada itu, Rute Laut Utara atau The Northern Sea Route memiliki prospek yang cukup menjanjikan di tengah semakin memanasnya ketegangan geopolitik dan geostrategic yang berakibat terjadinya kelangkaan pangan dan keamanan energi. Sebab Rute Laut Utara bebas dari pasang naik maupun pasang surut dinamika hubungan internasional. Jadi, The Northern Sea Route punya nilai strategis sebagai rute perdagangan bahan-bahan kebutuhan pokok/critical goods alternatif selain skema One Belt One Road atau Belt Road Initiatives yang diprakarsai pemerintah Cina.
Kenyataan bahwa lokasi geografis kawasan Arktik terletak di luar zona yang saat ini dalam keadaan yang tidak stabil dan mengandung resiko tingtkat tinggi seperti Laut Cina Selatan atau Semenanjung Korea, maka The Northern Sea Route merupakan rute atau koridor alternatif dalam kerja sama perdagangan antar-bangsa.
Bahkan bukan itu saja. Rute baru perdagangan yang berbasis The Northern Sea Route itu, juga sesuai dengan ketentuan internasional untuk melestarikan keaneka-ragaman hayati di kawasan Arktik. Selain itu denan mengimplementasikan Rute Laut Utara lewat skema Arctic Road, pada perkembangannya akan meminimalisasikan kerusakan lingkungan. Seraya menghidupkan sistem pengawasan lingkungan hidup secara otomatis di kawasan Arktik.
Dengan begitu, AS dan blok Barat tidak lagi punya alasan kuat untuk memojokkan Rusia dengan mempolitisasikan isu lingkungan hidup, bahwa Rusia telah melakukan pelanggaran serius terhadap norma-norma lingkungan hidup.
Sebab selama ini, AS dan Barat senantiasai menggunakan isu lingkungan hidup sebagai “senjata politik” untuk memojokkan Rusia. Padahal agenda strategis AS-blok Barat adalah untuk mempertahankan hegemoni global-nya dalam rute-rute global sebagai rute pemasok barang-barang kebutuhan pokok seperti misalnya di sektor pangan.
Maka itu bagi Indonesia, kerja sama yang dirintis India dan Rusia terkait NSR dan EMC bisa menjadi gagasan alternatif yang cukup menginspirasi. Tidak adanya rute alternatif untuk jalur pemasokan bahan-bahan pokok yang cukup vital seperti pangan bagi Indonesia, seperti Arctic Road, menyebabkan Indonesia semakin tergantung pada AS dan negara-negara Barat. Padahal AS dan Barat selalu menerapkan prasyarat-prasyarat, standar dan aturan main yang bersifat politis terhadap negara-negara berkembang, meskipun kerja sama tersebut sebatas dalam bidang ekonomi dan perdagangan.
Maka adanya Artic Road, bagi Indonesia bisa alternatif yang patut dipertimbangkan oleh para stakeholders kebijakan luar negeri baik dari kementerian luar negeri, kementerian perdagangan maupun kementerian pertahanan.
Bahkan dengan ikut serta semakin intensif dalam Russian Arctic Project, Indonesia akan mampu memainkan peran kepemimpinannya dalam skema Poros Maritim Dunia (Global Maritime Fulcrum). Apalagi dengan semakin memanasnya ketegangan di rute Laut Merah atau Red Sea Route, kiranya Indonesia semakin beralasan untuk lebih menaruh perhatian terhadap Skema Arctic Road yang dirintis oleh India dan Rusia.
Hendrajit, pengkaji geopolitik, Global Future Institute (GFI)