Sebagai Pemasok Terbesar Perdagangan Narkoba Internasional, Alasan Sesungguhnya Tentara AS Tetap Ingin Bercokol di Afghanistan

Bagikan artikel ini

Hingga kini, tentara Amerika Serikat masih tetap bercokol di Afghanistan, meskipun pemerintahan Presiden Donald Trump sudah membuat kesepakatan damai yang cukup rapuh dengan Taliban. Besar kemungkinan  penarikan mundur pasukan AS dari Afghanistan tahun depan sesuai kesepkatan damai antara Trump dan Taliban, bakal dilanggar.

Seiring dengan tetap gencarnya operasi militer AS di negara yang berada di kawasan Asia Tengah tersebut. Padahal kehadiran tentara AS sudah berlangsung sejak Oktober 2001, saat Presiden George W Bush melancarkan operasi militer yang dikenal dengan sebuta Operation Enduring Freedom.

Sejak keterlibatan tentara AS di Afghanistan, ratusan ribu tewas. Triliunan dolar AS sudah dibuang sia-sia. Meskipun Washington melancarkan operasi militer dengan dalih nationa-building dan memerangi para pemberontak bersenjata/a militant insurgency. Nampaknya sasaran strategis Washington terhadap Afghanistan tidak pernah ditetapkan secara terpadu dan meyakinkan oleh kalangan eselon puncak di Pentagon.

Dengan begitu, dalih kehadiran pasukan AS di Afghanistan untuk memerangi terorisme, jadi omong kosong dan basi. Lebih ironisnya lagi, keterlibatan Washington kali pertama pada akhir 1970-an adalah untuk membantu para pejuang Mujahidin untuk melawan invasi Uni Soviet ke Afghanistan. Jadi bisa disamakan dengan bantuan pasukan AS terhadap Vietnam Selatan dalam menghadapi Vietnam Utara.

Tapi pada perkembangannya, situasi di Afghanistan malah jauh lebih buruk bagi kepentingan AS meskipun niat awalnya adalah untuk membantu para pejuang Mujahidin Afghanistan melawan pasukan pendudukan Soviet.

Pertanyaannya adalah, mengapa kehadiran militer AS malah sepertinya menyebabkan stagnasi dan kemacetan dan bukannya menanggulangi krisis dan kekacauan seperti yang jadi dalih mereka melancarkan operasi militer ke Afghanistan?

Penyebabnya berasal dari ulah para birokrat militer yang mengelola operasi militer di sana, maupun adanya bisnis yang amat menguntungkan dan menggiurkan bagi Kompleks Industri Militer yang dikelola Pentagon. Namun masih ada satu lagi faktor yang cukup beralasan mengapa kehadiran militer AS sepertinya sengaja tetap dipertahankan hinggi kini. Yaitu bisnis jual-beli narkoba berskala global (global narcotics trafficking).

Bisnis jual-beli narkoba berskala global ini merupakan sumber keuangan bagi badan intelijen AS CIA maupun badan-badan intelijen AS lainnya. Keuntungan dari bisnis narkoba ini, pembukuan keuangan tidak tercatat. Sehingga luput dari pengawasan Kongres AS. Sumber pemasukan keuangan illegal/dark source memungkinkan beberapa instansi pemerintahan AS untuk mendanai berbagai operasi-operasi terselubungnya tanpa berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan penggunaan anggarannya di depan para anggota Kongres.

Fakta penting hasil temuan Finian Cunningham dalam salah satu artikel yang ditulisnya, beberapa pejabat senior Iran dan Rusia baru-baru ini mengatakan bahwa beberapa badan intelijen AS telah terlibat dalam kegiatan illegal pengiriman narkoba keluar dari Afghanistan. Menurut kepala intelijen Iran yang berwenang dalam gerakan kontra narkoba, produksi ganja di Afghanistan semakin meningkat dari tahun ke tahun sejak AS dan NATO bercokol di Afghanistan.

Baca: CIA’s addiction to Afghanistan war

 Menurut sumber informasi terpercaya, pesawat-pesawat militer yang dioperasikan oleh NATO dan AS telah mengangkut “barang-barang haram” tersebut ke beberapa negara tetangga Afghanistan. Bahkan utusan khusus Rusia di Afghanistan Zamir Kabulov, mengatakan bahwa keterlibatan CIA dalam perdagangan narkoba di Afghanistan sudah bukan rahasia lagi.

Para aparat intelijen AS terlibat dalam pengiriman narkoba dari Kandahar, dari Bagram, lalu diterbangkan menuju Jerman, Romania, tanpa pemeriksaan dari pihak imigrasi. Demikian menurut Kabulov seperti dikutip oleh Finian Cunningham.

Inilah faktor yang sepertinya pemerintahan Trump enggan mengakhiri kehadiran militer AS di Afghanistan. Sebab bisnis narkoba global mengandalkan 99 persen pasokannya dari Afghanistan. Yang mana sebagian besarnya dikirim dan dipasok ke Eropa, demikian menurut informasi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Beberapa kalangan memperkirakan perdagangan narkoba global/international drug trafficking merupakan bisnis yang paling menggiurkan setara dengan minyak dan gas.

Adapun uang hasil “bisnis haram” tersebut kemudian dicuci melalui beberapa bank besar melibatkan bank Inggris HSBC. Singkat cerita, bagi CIA dan badan-badan intelijen AS lainnya, Afghanistan merupakan lumbung uang. Sebagai sumber untuk menciptakan sumber keuangan terselubung, nampaknya ada dorongan kuat yang cukup berlasan untuk melestarikan kehadiran tentara AS di Afghanistan, dengan dalih bahwa situasi Afghanistan masih tetap kritis.

Melalui jaringan global yang beroperasi di bawah tanah, tersedianya pesawat-pesawat pribadi, hak kekebalan diplomatik, adanya wewenang khusus  melekat pada aparat keamanan AS, dan rekening bank yang terjaga kerahasiaannya, CIA merupakan sarana yang sempurna menjalankan perdagangan narkoba.

Selain itu, CIA maupun badan-badan intelijen AS lainnya punya motif untuk memiliki dana rahasia untuk mengelola kegiatan-kegiatan kriminal lainnya seperti: Operasi membangun pengaruh pada beberapa media massa, Operasi-operasi yang diarahkan untuk menggulingkan kekuasaan atau rejim seperti the Color Revolution, serangkaian pembunuhan, maupun membantu memotori pergantian rejim/regime change.

Sepertinya serangkaian keterlibatan CIA secara sistematis dalam perdagangan narkoba internasonal sudah berlangsung sejak awal berdirinya pada 1947, pada awal berlangsungnya Perang Dingin.

Mengingat watak operasinya yang bersifat rahasia dan terselubung sehingga secara definisi merupakan kegiatan ilegal, maka pada prakteknya memerlukan dana rahasia. Bahkan di Asia Tenggara pada 1960-1970an, The Golden Triangle atau Segi Tiga Emas, sejatinya merupakan pusat perdagangan narkoba internasional, meskipun di permukaan berkedok sebagai pusat aksi membantu gerakan anti komunis di Asia Tenggara. Sama  halnya Kolombia dan Amerika Tengah membantu agen-agen proxy pro Amerika Seperti Kontra di Nikaragua pada decade 1980an.

Maka, perdagangan narkoba di Afghanistan, pada hakekatnya hanya meneruskan fungsi global dari the Golden Triangle di Asia Tenggara maupun operasi-operasi serupa di Amerika Latin/Tengah.

 

 

 

 

 

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com