Sekilas Dampak Geopolitik Coronavirus

Bagikan artikel ini

Di tengah perang dagang antara Amerika Serikat (AS)-Cina dan perlambatan umum ekonomi Tiongkok tiba tiba Coronavirus menyebar. Usaha Cina untuk memobilisasi sumberdaya dan 1,4 miliar penduduknya untuk mengeliminir kondisi lambatnya pertumbuhan ekonomi ibaratnya sudah jatuh tertimpa tangga.

Sumberdaya yang tadinya dimaksudkan untuk meningkatkan ekonomi itu sekarang harus dialihkan untuk memerangi epidemi. Wabah ini tiba-tiba mau tidak mau dapat memaksa ekonomi Tiongkok “hibernasi” dan bahkan mungkin memerlukan penarikan sementara dari percaturan politik dunia.

Konsekuensi geopolitik maupun ekonomi bisa sangat besar dalam waktu terdekat jika otoritas Beijing menentukan bahwa, mengingat situasi yang dramatis, mundur sementara adalah cara terbaik. Hal ini bukan tak mungkin terjadi dengan melihat fakta bahwa Cina telah memperpanjang liburan Tahun Baru Imlek menghentikan orang dari pekerjaannya untuk memperlambat penyebaran virus.

Mereka telah melakukan ini tidak hanya untuk Wuhan, tetapi juga untuk selusin provinsi, termasuk Shanghai yang perkasa. Hingga 10 Februari, bisnis akan tetap tutup.

Bagian paling dinamis dari ekonomi Cina – Yangtze – setidaknya untuk saat ini juga ditutup untuk bisnis. Dan ini akan cukup efektif melambatkan banyak rantai pasokan manufaktur Cina

Bandul geopolitik berbalik terjadi ketika Cina melemah maka lawannya, AS menjadi penerima manfaat terbesar dari krisis. Dari sisi keseimbangan kekuasaan untuk sementara waktu akan berubah menjadi kemenangan AS.

Situasi yang dapat diterangkan dari kejadian ini adalah, saat sekelompok negara berjuang untuk mengubah kebijakan luar negeri menjadi lebih independen, kadang bertentangan dengan visi AS.

Iran, Cina, Rusia, dan sekarang Turki yakin bahwa ketika mereka bergabung dalam satu “poros,” semua anggota mampu melawan Amerika dan Barat pada umumnya. Tetapi jika satu negara besar terpaksa mundur, terutama poros tripartit Cina-Rusia-Iran, keseimbangan kekuatan global akan condong berpihak pada Barat. Dengan demikian, pengasingan Cina dari dunia luar akan menjadi mimpi buruk bagi Rusia dan Iran khususnya.

Namun yang menarik adalah Cina mungkin juga mendapatkan dampak positif dari krisis ini. Coronavirus telah berhasil menghentikan demonstrasi besar-besaran di Hong Kong. Demonstrasi Hongkong memang telah dianggap mengganggu stabilitas Cina sejak tahun lalu. Bagaimanapun, pertemuan massal adalah target yang sempurna untuk virus ini. Kondisi yang menguntungkan Cina untuk mengkonsolidasi kembali kekuatan pengaruh di tengah perlawanan oposisi.

Demonstrasi Hongkong memang masih terjadi, namun tidak sebesar sebelum-sebelumnya, juga dengan agenda lain yaitu tuntutan untuk menutup koneksi kereta api dengan daratan Cina.

Cuma lucunya, jika sebelumnya pemerintah Cina melalui otoritasnya di Hongkong melarang keras pemakaian masker di depan umum. Sekarang, pemerintah mendesak orang untuk memakai masker di depan umum untuk menghindari penyebaran penyakit. Terakhir, perlambatan ekonomi negara seperti Cina ini tidak akan membuat siapa pun tidak tersentuh mengingat penyebaran bisnis Cina. Bahkan jika coronavirus berhasil diblokir di seluruh dunia.

Bagaimanapun ini juga sekaligus pelajaran dan momentum Indonesia untuk tidak lagi banyak bergantung pada Cina untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di masa depan. Bukankah sepanjang selama sepuluh tahun terakhir berhubungan dengan Cina, Indonesia selalu merugi? Benar, Indonesia memilih kebijakan non blok, namun ya pilih-pilih juga. Bila berhubungan dengan negara lain malah rugi terus untuk apa dilanjutkan? Sekian

Adi Ketu, Pengiat Sosial Media

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com