Sukarno, Indonesia dan Dunia Internasional

Bagikan artikel ini

Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI)

Bagaimana kita memahami konsepsi Sukarno, Presiden Pertama RI, dalam merumuskan peran Indonesia di dunia internasional? Memahami gagasan besar Sukarno agar Indonesia memainkan peran penting di dunia internasional, konsepsi Sukarno adalah melepaskan ketergantungan sebuah negara terhadap kekuatan politik dan ekonomi negara lain. Konsepsi  ini pada gilirannya akan menuju  terciptanya satu Taman Sari Internasional, suatu dunia yang damai karena semua negara bangsa akan saling menghargai satu sama lain.

Ini menarik karena selama ini Sukarno selalu dilihat dalam perspektif pertarungan dan tarik menarik antara kubu liberal kapitalis versus  kubu komunis  di era Perang Dingin antara 1950-1990-an.  Padahal pada kenyataannya, hampir sebagian besar kepala negara/pemerintahan yang hadir sebagai peserta Konferensi Asia-Afrika dikudeta atas bantuan CIA-MI6.

Mengapa bisa demikian? Karena Para pemimpin Asia-Afrika yang berkumpul di Bandung pada April 1955, selain berkumpul untuk menentang kolonialisme dan imperialisme, namun pada perkembangannya Konferensi AA tersebut telah menjadikan dirinya sebagai Potensi Kekuatan Ketiga.

Dalam konsepsi Sukarno, dalam transformasinya nanti, menurut Sukarno modal akan bermetamorfose menjadi sistem perbudakan gaya baru. Negara-negara kaya akan mengakumulasi modal, sementara negara miskin akan dieksploitasi habis-habisan sumber daya alam dan sumber daya manusianya sebagai bagian dari alat produksi kekuatan kapitalis global untuk mengakumulasi modalnya.

Sehingga Sukarno kemudian menyimpulkan penjajahan akan terus berlanjut oleh sebab itu ia namakan Neo-Kolonialisme dan Neo-Imperialisme. Disini negara lemah akan jadi budak bagi negara kuat. Karenanya Sukarno menyerukan Indonesia tidak boleh terjebak ke dalam perbudakan gaya baru tersebut.

Konsepsi ini pada perkembangannya oleh Washington dan London dianggap berbahaya dan tentu saja ditolak. Itulah sebabnya Sukarno memprakarsai diselenggarakannya Konferensi Asia-Afrika di Bandung, yang kemudian ditindak-lanjuti pada Konferensi Tingkat Tinggi Non-Blok, di Beograd, Yugoslavia pada 1961.

Dengan kata lain, forum AA dan Non-Blok merupakan organisasi regional yang secara skematik dibuat oleh Sukarno dengan dukungan para pemimpin Asia-Afrika, sebagai kontra skema terhadap keberatan Washington dan London, yang  pada dasarnya tetap menginginkan Indonesia dan negara negara berkembang masuk dalam polarisasi antara Liberal Kapitalis versus Komunis.

Sukarno dalam imajinasi globalnya, bahkan memimpikan Indonesia muncul sebagai kekuatan baru di dunia. Betapa tidak.  Sukarno memprediksi pada 1980 Indonesia akan muncul sebagai  kekuatan nomor sepuluh dunia, dan di tahun 2000 bakal menjadi  kekuatan keempat mendampingi Cina, Amerika Serikat dan Uni Soviet. Tentu saja, prediksi Sukarno tersebut dengan asumsi bahwa skema Sukarno tetap berjalan secara terencana dan tidak terinterupsi dengan lengsernya Sukarno pada September 1965.

Karena itu, dalam semangat dan keinginan untuk menghidupkan kembali kesadaran Nusantara, semangat Sukarno harus dihidupkan kembali.  Bung Karno harus jadi ruh sejarah bangsa ini. Kita harus menoleh dan memilih siapa pepunden kita, maka lihatlah di buku-buku sejarah, biografi dan autobiografi semua tokoh Indonesia yang hidup mulai 1900-an pasti menebalkan indeks Sukarno paling banyak, ini artinya : Sukarno adalah pengaruh paling besar sebuah Ke-Indonesian dan Ke-Nusantaraan.

SUKARNO dan CINA

Sukarno memproyeksikan Indonesia akan menjadi mitra strategis Cina dalam menguasai ekonomi Asia. “Masa depan dunia ada di Asia” berkali-kali Bung Karno bilang seperti itu bahkan ia menyamakan Asia seperti gadis cantik.

Sekarang Cina mengalami kemajuan ekonomi luar biasa bahkan melebihi Amerika Serikat. Jadi apa yang terjadi di dunia saat ini harus dibaca sebagai kelanjutan sejarah pada permulaan tahun 1960.

Mao Tse Tung, sejam setelah kematian Stalin bersumpah akan menjadikan RRC sebagai negara adidaya. Dan  di tangan Deng Xiao Ping dengan menggunakan landasan Mao yang independen telah berhasil  memperalat Kapitalisme melalui penguasaan kembali Hongkong ke tangan RRC, sehingga  sekarang berhasil menjadi negara adidaya yang nyaris setara dengan Amerika, dan bikin Amerika ketakutan. Jadi Sukarno dalam meprediksi Cina, ternyata amat luar biasa melihat arah sejarah.

Ini pula mengapa Sukarno kemudian melihat peran strategis yang mungkin bisa dimainkan oleh Cina ketika Amerika mulai mengobok-obok Vietnam, dan membelah Vietnam menjadi dua negara, yaitu Vietnam Utara dan Selatan.

Ketika Sukarno melihat ada gelagat Amerika akan memainkan Vietnam dalam proxy war melawan Uni Soviet dan Cina di Vietnam, Sukarno berani serang Malaysia, karena Sukarno tahu Dwight  Eisenhower akan menjadikan Vietnam dan Indonesia sebagai ajang dari perang Proxy. Vietnam dijadikan ajang proxy war untuk melawan Mao dan Indonesia untuk melawan Stalin. Sebab itu Sukarno di tahun 1960 memerintahkan  Ketua Partai Komunis DN Aidit agar merapat ke Cina dan meninggalkan Sovjet Uni. Dengan merapat ke Cina, Sukarno bisa menyuruh Mao secara langsung terjun ke Vietnam.

Jika ditilik dalam penglihatan saat ini, sebenarnya apa yang dilakukan DN Aidit dan Sukarno mendekati Cina adalah sebuah langkah maju 50 tahun ke depan yang banyak orang gagal memahaminya, termasuk Subandrio sendiri yang ketika itu menjabat Menteri Luar Negeri,

Subandrio waktu itu hanya melihat hubungan Cina-Indonesia semata merupakan langkah taktis meredam Amerika Serikat di Vietnam. Tapi Sukarno melihatnya dari perspektif yang lain, Hubungan Cina-Indonesia sesungguhnya dimaksudkan untuk membangun poros modal. Bangunan ini secara nyata terlihat sekarang pada posisi terbentuknya  BRIC (Brazil, Russia, India dan Cina).

Indonesia Sebagai Lokomotif  Asia

Dalam memproyeksikan Indonesia di kawasan Asia, menarik jika kita menelusur kembali file-file lama. Sukarno merinci di dalam beberapa pertemuannya dengan tim ekonominya Perdana Menteri Djuanda tak lama setelah disusunnya Deklarasi Ekonomi (Dekon), “Bahwa masa depan ekonomi dunia itu ada di Asia, dan Indonesia harus menjadi  lokomotif atas ekonomi dunia”.

Lantas Bung Karno mempercepat penguasaan Irian Barat, Dalam perhitungan politik Sukarno: Kalimantan, Irian Barat dan Maluku adalah sumber daya alam. Jawa, Sumatera dan Bali adalah Sumber Daya Manusia.

Dalam mewujudkan skenario ini, Amerika dan negara-negara Nekolim merupakan faktor penghalang paling utama. Maka, Sukarno ingin mempercepat proses pengembalian Irian Barat,.

Dalam perhutungan strategis Sukarno, Amerika akan memulai eksploitasi modal dari Irian Barat karena Amerika menganggap yang membebaskan Irian Barat dari Djepang adalah MacArthur bukan orang-orang Belanda yang ketakutan lari ke Australia. Sukarno dapat info ini dari Subandrio yang ketika itu selain Menteri Luar Negeri juga sekaligus dipercaya Sukarno sebagai Ketua Badan Pusat Intelijen. Sebenarnya ketika Sukarno mencanangkan gerakan pengembalian Irian Barat ke tangan Indonesia yang ancamannya ditujukan  kepada Belanda itu, sejatinya  ia tujukan pada Amerika Serikat. Dan manuver Sukarno berhasil dengan dikembalikannnya Irian Barat kepada Indonesia pada 1963.

Sayang Sukarno tidak disukai kelas menengah yang nyaman, yang kebanyakan hidup foya foya di Amerika, anak-anak muda Menteng yang hedonis. Anak-anak muda itu melihat Amerik sebagai ladang kebebasan, sementara melihat Sukarno sebagai anak manis Komunis.

Padahal Sukarno bukan Komunis, ia ingin memerdekakan bangsanya 100%, Bahkan obsesi dan cita-citanya cukup gila-gilaan: Ingin menjadikan Indonesia menjadi bangsa nomor satu di dunia.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com