Agustono, wartawan senior dan pernah bergabung di Tabloid DeTAK
Pantai Sorake berada di kawasan kota Teluk Dalam. Teluk Dalam merupakan ibukota Nias Selatan. Pantai Sorake ini dikenal dengan ombaknya yang bertingkat dan surga bagi penggemar olah raga surving. Karena ombaknya inilah, di Sorake sering diselenggarakan turnamen surving tingkat dunia.
Acara-acara turnamen surving tingkat dunia inilah yang “menghidupkan” kota Teluk Dalam. Spanduk dan umbu-umbul warna warni dari para sponsor bertebaran di sepanjang jalan dari Teluk Dalam hingga Pantai Sorake. Berbagai kegiatan jasa dan perdagangan mendadak bermunculan. Tampak orang-orang bule bersiliweran diantara aktivitas mayarakat Teluk Dalam. Di pantai Sorake, guest house, cottage, maupun hotel penuh dengan wisatawan. Ujungnya, turnamen surving kelas dunia telah memberi manfaat khususnya bagi warga Teluk Dalam. Monang, putra asli Nias yang menggondol juara surving tingkat duniapun digaet perempuan Amerika. Monang dipinang dan kini tinggal bersama istrinya di Amerika.
Sebelum sampai ke Pantai Sorake saya membayangkan keindahannya. Pantai berpasir landai dengan barisan nyiur melambai. Di kejauhan orang-orang bule dengan papan selancarnya bermain dengan lincah diantara gulungan ombak bertingkat yang lantas mendorongnya ke bibir pantai. Oh… Sorake pasti mempesona.
Ketika mobil yang saya tumpangi hendak merapat ke pantai Sorake, yang pertama terlihat di sebelah kiri adalah sisa-sisa cottage yang ambruk akibat gempa tsunami. Mobil yang saya tumpangi masuk lokasi wisata pantai melalui jalan tanah berlobang-lobang digenangi air. Di sebelah kanan jalan terlihat bungalow tingkat dua, tapi tak tampak tamu atau pengelolanya. Bungalow yang sunyi. Berjarak 50 meter dari cottage ini ke arah bibir pantai berdiri rumah makan, meski lebih tepat disebut kantin. Kantin ini sepi pengunjung. Lantai dan mejanya berdebu. Yang tampak beberapa anak tidur-tiduran di kolong meja. Akibat gempa tsunami, pantai pasir Sorake lenyap dan muncul pantai karang. Meski hari ini hari Minggu tak tampak turis domestik yang berlibur di Sorake. Enam peselancar dari Australia yang saya tanya, katanya hanya mampir sebentar terus melanjutkan perjalanan ke Pulau Asu di Nias Barat.
Bayangan saya tentang Sorake yang mempesona, ternyata kini Sorake sedang merana.Seorang pedagang semangka keliling asal Jawa Timur, mengatakan Sorake sudah ditinggalkan wisatawan. Mereka sekarang beralih ke Pulau Asu. “Sorake sudah tidak nyaman dan tidak aman. Banyak orang bule kehilangan bawaan seperti kamera. Persaingan antar pemilik guest house juga makin kasar.Bila ada satu guest house ramai orang bule dan guest sebelahnya sepi, malamnya guest house yang ramai itu ada yang melempari batu,” kata Pardi, si penjual semangka. Pada hari-hari libur, wisatawan domestik memilih bertamasya ke Pantai Nusa Lima.
Pantai yang berjarak sekitar 12 km dari Gunung Sitoli ini cukup indah, aman, dan nyaman. Obyek wisata seluas 2 hektar ini berpasir keputihan dan landai. Pantai Nusa Lima diapit hutan kelapa dan pohon karet. Di Pantai Nusa Lima ada satu rumah makan dengan berbagai menu. 34 buah gajebo berbagai ukuran disedikan bagi pengunjung untuk melepas lelah dan bersantap ria. Juga disedikan mushala, mesjid, dan balai pertemuan berkapasitas 70 orang. ”Pantai Nusa Lima dibangun tahun 2005 awalnya sebagai tempat untuk menghibur dan penyembuh “luka” masyarakat korban gempa tsunami,” kata Kurniawan Harefa, pengelola Pantai Nusa Lima.
Pantai Nusa Lima terus berkembang, dan pada hari hari libur pengunjung membludak. Bisa melebihi angka 1000 wisatawan, khususnya wisatawan domestik. Pantai Nusa Lima pun membawa dampak positif pada penduduk sekitar. Di kiri kanan jalan masuk dari jalan raya ke pantai Nusa Lima berdiri warung-warung makan milik penduduk setempat. Pasangan suami istri Andi dan Fatmawati, misalnya. Sebelum ada Pantai Nusa Lima, Andi berjualan kue di Gunung Sitoli. Sekarang cukup berjualan di rumah di pinggir jalan menuju pantai Nusa Lima. “Kenapa jualan jauh-jauh kalau di Nusa Lima kami bisa cari nafkah,” kata Andi.