Diskusi Geopolitik Akhir Tahun
Ada dua isu menarik di ujung 2021 sebab terindikasi, bahwa isu tersebut dapat merombak pola interaksi dan dinamika geopolitik di pelbagai belahan dunia. Dan implikasi dari kedua isu, sekali lagi — ia bisa mengubah 180 derajat agenda geopolitik berbagai negara. Contoh riil misalnya, bila agenda Perang Dingin (Cold War) adalah kapitalis liberal versus komunis; jika agenda usai Cold War ialah benturan peradaban yaitu kapitalis liberal (Barat) melawan Islam (radikal), maka jika merujuk dua isu di atas, agenda pasti berubah. Tidak lagi benturan peradaban (clash of civilization).
Adapun kedua isu fenomenal tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, Presiden Rusia, Vladimir Putin memberi pembelaan terhadap Nabi Muhammad pada konferensi pers akhir tahun (23/12/2021). Ia menegaskan bahwa menghinanya bukanlah kebebasan berbicara. Menghina Nabi Muhammad merupakan pelanggaran kebebasan beragama dan pelanggaran terhadap perasaan suci orang-orang Islam, kata Putin;
Kedua, DPR Amerika Serikat (AS) meloloskan RUU untuk memantau dan memberantas Islamofobia di seluruh dunia (14/12/2021).
Ini sangat menarik. Betapa kedua isu merupakan fenomena unik di penghujung 2021. Kenapa? Karena selama ini — usai Cold War— kegaduhan Dunia Islam terutama di Timur Tengah disebabkan isu-isu hasil fabrikasi dari agenda (industri) benturan peradaban antara Islam versus Barat yang digulirkan 1990-an oleh Samuel Huntington dalam buku Clash of Civilization and Remaking of World Order.
Ada beberapa retorika mencuat di permukaan mengiringi fenomena tersebut, antara lain:
Retorika pertama: “Munculnya kedua isu tadi, apakah akan berbanding lurus dengan meredanya berbagai modus kegaduhan terkait islamofobia, misalnya, atau terorisme, isu radikalisme dan lain-lain?”
Retorika kedua: “Apakah munculnya kedua isu sebagai imbas kekalahan AS dan sekutu di Afghanistan?”
Retorika ketiga: “Apakah perubahan agenda terkait ulah geopolitik Cina di panggung global khususnya di Laut Cina Selatan?”
Ya, retorika memang tidak untuk dijawab, agar tulisan ini bisa dilanjutkan.
Ada asumsi liar berkembang bahwa kedua isu tersebut, selain sengaja ditebar karena para pihak yang bertikai di panggung global terutama AS hendak merangkul Dunia Islam yang selama ini dijadikan “objek” karena faktor emas, minyak, gas bumi (geoekonomi); juga karena faktor pandemi Covid-19 yang meluluh-lantakksn ekonomi hampir semua negara pada satu sisi, meski di sisi lain ada segelintir elit (oligarki) baik global maupun lokal menjadi super kaya karena bisnis vaksin, PCR dan lain-lain.
Kembali ke tema perubahan (agenda) geopolitik. Pertanyaan yang muncul adalah: “Jika kedua isu merupakan pintu masuk perubahan lanskap geopolitik, bagaimana memetakan (mapping)-nya?”
Dari perspektif geopolitik, konsep “lawan atau musuh” itu ada tiga kriteria, antara lain: 1) lawanmu sendiri; 2) lawan dari kawanmu; 3) kawan dari lawanmu. Sedang kriteria “kawan” pun polanya nyaris sama, juga tiga kriteria: 1) kawanmu sendiri; 2) teman dari kawanmu; 3) lawan dari musuhmu.
Dalam praktik geopolitik, apakah dinamikanya bersifat hitam putih?
Jawabannya, belum tentu dan tidak sesederhana itu. Kenapa? Bahwa dinamika geopolitik tidak-lah berlangsung di ruang hampa. Hari ini, gelombang VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) bisa membuat hal-hal yang (sebelumnya) pasti berubah tak pasti, bahkan sesuatu yang landai tiba-tiba bergejolak, liar lagi tak terkendali. Pakistan misalnya, bila berbasis mapping ‘lawan-kawan’ di atas, ia adalah kawan dari AS. Kalau secara hitam putih, berarti Pakistan itu musuhnya Taliban, sebab Taliban-lah yang mampu ‘memukul’ AS dan NATO di panggung global. Akan tetapi, akibat gelombang VUCA — justru Pakistan ‘berselingkuh’ dengan Taliban sehingga AS akhirnya mengevaluasi hubungan dengan Pakistan.
Demikian juga Turkey. Secara pakta, ia bagian dari NATO. Seyogianya Turkey merupakan kawan dari Israel, karena Israel ‘anak emas’ AS. Tetapi dalam praktik, justru Turkey banyak mengecam kebijakan Israel terutama tentang Palestina.
Nah, catatan kecil ini sekadar menerangkan, bahwa dinamika geopolitik tidak berlangsung di ruang hampa. Dan terkait perubahan agenda global kelak, entah kapan hari H-nya, selain perkembangan geopolitik itu bersifat unpredictable, sulit diramalkan, juga turbulent. Tiba-tiba.
Pertanyaan pamungkasnya: “Agenda semacam apa yang hendak digulirkan di tahun 2022?”
Selamat tahun baru. Happy new year 2022!
M Arief Pranoto, Direktur Program Studi Geopolitik dan Kawasan Global Future Institute (GFI)
Facebook Comments