Tanpa Implemasi Geopolitik Di Setiap Kebijakan Publik, Indonesia Rawan Menjadi Bagian Strategi Pertahanan Asing

Bagikan artikel ini
Menyikapi Rumor Revolusi Warna di 2024
Secara geostrategi, apakah Paman Sam akan diam saja melihat China cq Xinyi Glass hendak meluaskan ruang hidup (via investasi)-nya di Pulau Rempang? Sedang Rempang sangat dekat dengan Selat Malaka, perairan tersibuk kedua di dunia setelah Selat Hormuz, Iran.
Urgensi Pulau Rempang bagi China, nantinya — disamping mengawasi 80-an % ekspor – impornya yang lewat Selat Malaka, terutama pengamanan jalur ‘Energy Security’ cq strategi String of Pearls dimana strategi dimaksud telah membidani One Belt One Road (OBOR) atau kini diubah jadi Belt and Road Initiative. Dan juga, keberadaan Armada Ke-7 Amerika Serikat (AS) yang bercokol di Selat Malaka dapat direduksi apabila Pulau Rempang dalam kendali China.
Dengan kata lain, jika kondisi geopolitik di Laut China Selatan (LCS) membara lagi bergolak kencang, Rempang pun dapat diubah oleh China menjadi pangkalan militer, memperkuat military base yang sudah ada di Kepulauan Spartly dan Paracel. Paling utama ialah mengantisipasi blokade Armada Ke-7 atas jalur Energy Security-nya di Selat Malaka. Barangkali, itulah pokok-pokok pikiran geostrategi China yang bisa diendus.
Nah, bagaimana dengan Indonesia?
Geostrategi mengisyaratkan, bahwa kebijakan terkait investasi, misalnya, jika tanpa dibarengi pemahaman serta implementasi geopolitik secara mendalam oleh para elit politik dan pengambil kebijakan, kelak Indonesia tak hanya menjadi medan tempur (proxy war) para adidaya, tetapi juga buffer zone. Sekadar zona penyangga belaka. Yang lebih memprìhatinkan lagi, Indonesia nantinya justru menjadi wilayah strategi pertahanan bagi kekuatan-kekuatan asing dalam koridor konflik geopolitik global.
Hal lain, bocoran akan ada Color Revolution (Revolusi Warna) di Indonesia pada 2024 —pas Pemilu— boleh jadi hanya hoaks, namun bisa jadi merupakan prakondisi yang dilempar CIA via NED mengulang sukses isu ‘Dokumen Gilchrist’ dulu di Era Orde Lama, sehingga isu Dewan Jenderal tersebut memancing kaum komunis melakukan gerakan (mendahului) yang dikenal dengan istilah G 30 S/PKI.
Ya. Seandainya rumor Revolusi Warna sekedar prakondisi seperti isu Gilchrist, siapa kelak yang memancing, dan terpancing?
Di Bumi Pertiwi ini, masih banyak tamu tak diundang di antara rerumpun kembang sore dan bunga-bunga sedap malam.
M Arief Pranoto, Pengkaji Geopolitik Global Future Institute (GFI)
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com