Timor-Timur 1976

Bagikan artikel ini

Tentara muda itu ditunjuk sebagai komandan Group 1 Kopassandha. Dia adalah komandan Naggala termuda, saat itu 26 tahun. Entah bagaimanapun caranya, dia bisa ‘berkomplot’, menjadikan Antonio Lobato sebagai ‘guide’/penunjuk jalan untuk menangkap Nicolas Lobato, sepupu Antonio, sekaligus perdana menteri pertama Timor-Timur. Di Operasi Seroja, dia juga terlibat, begitu juga Luhut Panjaitan, yang tentunya jauh lebih senior dan pangkatnya lebih tinggi di Kopassandha/Kopassus.

Anehnya, apapun alasannya, orang-orang meremehkan keberhasilannya menangkap Nicolas, dan yang direwelkan soal Krakas, juga di Timor-Timur. ‘Pokoknya’, untuk anak muda itu, yang ditonjolkan menjadi collective memory bangsa ini adalah ke’begal’annya. Saat dia masih krucuk, kebegalannya dibebankan kepada dirinya sebagai krucuk yang suka mengambil inisiatif pribadi. Ketika dia memegang tongkat komando, dia juga yang disalahkan karena dianggap menggerakkan pasukan. Ajaib bukan, saat dia krucuk, untuk ‘ke-begal-annya di Timor-Timur, di Papua, atau di Aceh, bukan komandannya yang didamprat, tapi dia harus menanggung beban itu.

Mungkin orang-orang lupa, bahwa militer/tentara itu punya aturan, bukan sekumpulan begal. Mungkin orang lupa, bahwa keputusan militer adalah keputusan militer sebuah state, bukan keputusan individu. Tentu tidak menutup kemungkinan ada individu-individu yang berlaku ‘begal’, beroperasi di luar komando.

Di Timor-Timur, 1976, anak muda itu ‘apalah’ atuh. Dia memang anak seorang ekonom, tapi bukan dia saja yang anak ilmuwan. Sejak kapan keluarga cendekiawanan mendapat privilege di militer. Dia bukan pula menantu presiden, tidak ada privilege yang dia dapatkan di dunia kemiliteran waktu itu.

Kalau saya dan Anda mau fair nih, rata-rata pada ga suka kan dengan Kopassus? Ngaku saja, ga usah malu-malu. Suaya fair, silahkan baca kembali ke-begal-an apa saja yang dilakukan Kopassus saat Luhut B Panjaitan berada di jajaran pimpinan? Kalau Anda menggunakan standar yang sama, apakah masih dengan bangga akan mengatakan, “It is an honor to serve (LBP)?” Jadi, Anda berpikiran bahwa Kopassus itu sekumpulan ‘begal’, ga bisa mantan danjen-nya menjadi Presiden, tapi cara yang sama tdk Anda pakai ketika melihat LBP misalnya? Kepala Staf Kepresidenan itu ‘the real president’ lho. Malah merasa bangga. Artinya, dulu Anda-Anda ga suka dengan anak muda di atas, karena faktor dan alasan ga jelas dan tidak Anda berlakukan untuk semua Kopassus. Pokoknya kalau dia ga boleh.

Kecuali kalau Anda berpikir sama dengan saya, bahwa keputusan militer adalah keputusan politik sebuah state. Ga suka dengan state (NKRI)? Ya sudah. Kalau untuk LBP dan jenderal-jenderal lainnya Anda setuju dengan perspektif ini, tapi tetap ngeyel bahwa untuk jenderal satu itu, anak muda di tahun 1976 itu, harus diberlakukan perspektif yang berbeda, ya sudah. Itu artinya ada yang koplak. Entah saya entah Anda.

Foto jadul ini dari masa-masa di Timor-Timur. Jauh sebelum menjadi menantu presiden, dia memang tentara berprestasi. Ini yang banyak orang lupa. Setelah menjadi menantu presiden, tentu ada privilege yang didapatkan. Jejak prestasinya sudah ada, sebelum dia bergabung menjadi bagian Keluarga Cendana.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com