Aspek menarik di balik campurtangan Amerika Serikat mendukung Juan Guaido untuk melumpuhkan Presiden Venezuela Nikolas Maduro, ada indikasi kuat AS berencana melumpuhkan jaringan kekuatan negara-negara yang dipandang Pam Sam sebagai musuh melalui perang cyber.
Selama empat hari Venezuela sempat mengalami pemadaman tenaga listrik, sehingga praktis negeri kaya minyak di Kawasan Amerika Latin itu, lumpuh total. Pihak berwenang di Caracas menuding AS telah melakukan aksi sabotase dan serangan cbyer terhadap jaringan jaringan kekuatan sipil di Venezuela. Yang itu berarti, pihak AS telah menanam agen-agen perpanjangan tangannya di Venezuela.
Seorang jurnalis Kalev Leetaru menulis untuk Forbes bahwa pemerintah AS dari kejauhan telah melancarkan campurtangan dalam urusan dalam negeri di Venezuela. Tujuan dari aksi sabotase dan upaya pelumpuhan jaringan listrik di Venezuela, tiada lain untuk mendelegitimasikan pemerintahan Presiden Maduro. Apalagi hal ini dilakukan pada saat timbul gejolak sosial menyusul kemunculan Juan Guaido secara tiba-tiba sebagai pemimpin alternatif pasca pemilihan presiden beberapa waktu sebelumnya.
Bisa dibaca artikel menarik dari Whitney Webb:
“Lights Out!” Did Trump and His Neocons Recycle Bush-Era Plan to Knock Out Venezuela’s Power Grid?
Aksi sabotase dengan melancarkan serangan cyber yang dilancarkan oleh AS, hal ini merupakan tahapan awal melumpuhkan jaringan kekuatan politik pendukung setia Maduro, sebelum melancarkan invasi konvensional terhadap pemerintahan Maduro secara militer.
Campurtangan AS dengan melakukan blackout atau pemadaman listrik semakin terlihat terang-benderang melalui keterlibatan senator Marco Rubio dari Partai Republik yang sangat dekat dengan Presiden Donald Trump. Melalui twitter-nya Rubio memberi kesan sudah tahu sebelumnya bakal adanya pemadaman listrik secara total di Venezuela.
Marco Rubio selain punya hubungan dekat dan akrab dengan Presiden Trump, juga merupakan senator kongres AS yang sangat intensif menangani kebijakan-kebijakan strategis terkait Venezuela.
Singkat cerita, pemerintahan Trump diyakini bertanggungjawab terhadap lumpuhnya infrastruktur dan jaringan tenaga listrik Venezuela. Yang jadi landasan pertimbangan Washington melancarkan serangan cyber terhadap Caracs adalah untuk mengondisikan terciptanya destabilisasi politik sehingga mengarah pada terjadinya pergantian kekuasaan di Venezuela.
Rencana dan skenario tersebut di atas diberi nama sandi: Netro Zeus Virus. Program penyebaran virus via internet ini dirancang semasa pemerintahan George W Bush. Program virus ini ditujukan terhadap Republik Islam Iran. Fakta bahwa ada banyak pemain-pemain kunci Neokonservatif semasa George W Bush yang bergabung dalam tim Gedung Putih-nya Trump seperti John Bolton dan Elliot Abrams, sangat masuk akal jika Washington berada di balik aksi sabotase serangan cyber melalui program Netro Zeus Virus terhadap Venezuela.
Program Netro Zeus Virus ini kali pertama muncul dalam wacana publik di tengah-tengah perundingan AS-Iran terkait kepemilikan senjata nuklir. Program Netro Zeus rencananya akan dilancarkan jika perundingan kedua negara menemui kegagalan.
Adapun sasaran utama dari program Netro Zeus adalah sistem pertahanan angkatan udara Iran, sistem komunikasi dan jaringan listrik yang paling vital.
Program ini selain melibatkan ribuan personel militer dan intelijen, juga menghabiskan biaya sebesar puluhan juta dolar AS. Program ini melibatkan National Security Agency (NSA) dan the US Cyber Command.
Meskipun kesepakatan damai AS-Iran pada era Presiden Barrack Obama kemudian dianulir oleh Presiden Trump, namun besar kemungkinan program ini kemudian dihidupkan kembali. Hanya saja bukan ditujukan terhadap Iran, melainkan terhadap Venezuela.
Tuduhan pihak pemerintahan Nikolas Maduro bahwa AS terlibat dalam serangan cyber tersebut, masuk akal jika kita sampai pada kesimpulan bahwa Washington memang melancarkan aksi sabotase blackout pemadaman listrik di Venezuela, dengan menggunakan Program Netro Zeus Virus.
John Bolton, mantan Duta Besar AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa yang sekarang merupakan penasehat Dewan Keamanan Nasional di Gedung Putih, dan Elliot Abrams, merupakan elemen garis keras penganut Hard Power, dan menganut kebijakan yang sangat keras terhadap negara-negara yang dipandang musuh potensial seperti Venezuela, Iran dan Korea Utara.
Diterapkannya Program Netro Zeus Virus, nampaknya dijadikan alternatif pengganti invasi militer secara langsun yang ditentang keras oleh beberapa negara Amerika Latin.
Keterkaitan beberapa kroni George W Bush dalam program Netro Zeus Virus di pemerintahan Trump, dapat dilacak melalui peran Keith Alexander, yang mana ketika pertama kali program ini diluncurkan, merupakan Direktur NSA pada 2016. Saat ini Keith Alexander, merupakan CEO sebuah perusahaan konsultan di bidang cyber security. IronNet Cybersecurity.
Duduk sebagai salah seorang dewan direksi, adalah Jack Keane. Sangat dekat dengan Trump dan saat ini merupakan Chairman dari the Institute for the Study of War. Yang mana didanai oleh beberapa perusahaan persenjataan Amerika. Keane bahkan sempat ditawari Trump menjabat menteri pertahanan. Namun Keane menolak.
Lepas dari kemungkinan seperti itu, jika benar Washington memang bertanggungjawab atas serangan cyber Program Netro Zeus Virus yang ditujukan untuk melumpuhkan infrastuktur sipil Venezuela, maka hal ini kontradiktif dengan pernyataan beberapa pejabat tinggi pemerintahan Trump yang mengisyaratkan kepedulian terhadap nasib masyarakat Venezuela. Sabotase dan serangan cyber atas arahan Washington, justru berakibat merugikan warga masyarakat Venezuela.
Diolah kembali oleh Hendrajit, Pengkaji Geopolitik Global Future Institute (GFI)