Rachmat Adhani
Pemulihan ekonomi pasca krisis mulai menunjukkan akselerasi yang cukup cepat. Hal tersebut ditunjukkan oleh indeks Global Total Output yang dirilis lembaga keuangan JP Morgan. Indeks Global Total Ouput merupakan indikator pertumbuhan ekonomi. Apabila indeks berada di atas level 50, artinya perekonomian tengah berada dalam fase ekspansi.
Pada Maret 2010, indeks Global Total Output tercatat sebesar 56,6. Meningkat dibandingkan pencapaian Februari yang sebesar 53,8. Besaran indeks Maret merupakan yang tertinggi sejak Juli 2007, dan stabil di atas level 50 selama delapan bulan terakhir. Sektor manufaktur memang masih menunjukkan perlambatan, tetapi terkompensasi oleh pemulihan yang lebih cepat di sektor jasa. Pada Maret, Global Service Index meningkat menjadi 56,6 dari 52,7 pada Februari.
Global Output Index
Indeks Februari 2010 Maret 2010 Keterangan
Output 53,8 56,6 Ekspansi
Pemesanan Baru 53,8 57,5 Meningkat
Input Price 56,8 59,1 Harga Naik
Tenaga Kerja 49,3 50,1 Meningkat
(Sumber: JP Morgan)
Meskipun dalam tren pemulihan, bukan berarti tidak ada hambatan. Jalan menuju pemulihan ekonomi di AS masih dipenuhi risiko. Salah satunya adalah dampak dari kebijakan suku bunga. Di satu sisi, AS masih membutuhkan kebijakan suku bunga yang ultra rendah.
Saat ini, suku bunga acuan AS adalah 0 – 0,25 persen untuk mengakomodasi akselerasi ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Namun di sisi lain, suku bunga yang rendah tersebut berpotensi memicu gelembung ekonomi yang menjadi pangkal krisis keuangan global. Suku bunga rendah dapat memicu masyarakat untuk berutang melebihi aset dan mengonsumsi melebihi kemampuan.
Economic Bubble Bisa Terjadi
Potensi negatif ini telah dicium oleh salah satu pimpinan The Federal Reserve, Thomas Hoenig. Menurut Hoenig, kebijakan suku bunga ultra rendah sudah tidak relevan untuk dipertahankan, karena mengakomodasi peluang tindakan yang eksesif. Kenaikan suku bunga acuan menjadi satu persen dinilai mampu mengerem potensi terciptanya gelembung ekonomi.
Potensi gelembung ekonomi yang cukup mendapat perhatian adalah terkait harga perumahan. Saat ini, harga rumah di AS masih mengalami penurunan akibat dampak krisis yang tersisa. Dengan suku bunga rendah, dan insentif pemerintah bagi yang membeli rumah untuk kali pertama, maka akan muncul potensi gelembung yang bisa meletus kapan saja. Gelembung perumahan yang meletus terakhir kali terjadi pada akhir 2007, yang menyebabkan fenomena krisis keuangan global.
Indeks Harga Perumahan AS per Januari 2010
Wilayah Indeks Januari 20 Des 09 – Jan 10 Nov 09 – Des 09 Jan 09 – Jan 10
(%) (%) (%) (%)
Atlanta 107.04 (1,5) (0,6) (2,2)
Boston 153,03 (0,5) (0,1) 1,5
Chicago 125.11 (1,7) (1,6) (4,4)
Dallas 117,26 (1,3) (0,9) (4,1)
Denver 125,59 (1,3) (0,8) (2,6)
Detroit 71,82 (1,1) 0 (7,4)
Las Vegas 103,82 (0,5) 0,2 (17,4)
Los Angeles 172,96 0,9 1,0 3,9
Miami 148,32 (0,2) (0,3) (6,7)
New York 171,27 (0,3) (0,7) (5,3)
Phoenix 111,76 (0,6) 0,5 (4,6)`
San Diego 156,95 0,4 0,1 5,9
San Francisco 135,63 (0,6) (0,2) 9,0
Seattle 145,09 (1,7) (0,7) (6,0)
Tampa 138,18 (0,5) (0,6) (7,4)
Washington 178,02 (0,4) (0,2) 3,5
Composite-10 157,89 (0,2) (0,2) 0
Composite-20 145,32 (0,4) (0,2) (0,7)
(Sumber: Standard and Poor’s)
Dampak dari pernyataan Hoenig mengenai keharusan mewaspadai gelembung ekonomi berdampak di pasar bursa. Pada perdagangan awal April 2010 lalu, indeks Dow Jones ditutup melemah 72,47 poin (0,66 persen) ke level 10.897,52. Sementara indeks Standard and Poor’s 500 melemah 6,99 poin (0,59 persen) menjadi 1.182,45 dan Nasdaq melemah 5,65 poin (0,23 persen) ke level 2.431,16.
Selain faktor gelembung yang harus diwaspadai, pemulihan ekonomi di AS juga terganjal konsumsi masyarakat yang masih konservatif. Pasca krisis, ternyata konsumsi masyarakat AS belum meningkat signifikan. Sampai Februari 2010 pertumbuhan konsumsi masyarakat di AS terjadi dalam melambat menjadi 0,3 persen dari 0,6 persen pada Oktober 2009. Padahal, konsumsi merupakan dua pertiga dari total aktivitas ekonomi di AS.
Perlambatan konsumsi juga terlihat dari pertumbuhan kredit konsumsi yang terkontraksi. Pada Februari 2010, total kredit konsumsi yang diberikan adalah 2,45 triliun dollar AS. Menurun 11,51 miliar dollar AS atau 5,62 persen dibandingkan posisi yang sama tahun lalu. Pada Januari 2010, penyaluran kredit konsumsi naik 10,64 miliar dollar AS dibandingkan posisi yang sama tahun lalu. Belajar dari pengalaman krisis, sepertinya rumah tangga di AS mulai mengerem konsumsi dan lebih banyak menabung. Inilah yang membuat proses pemulihan ekonomi AS sedikit terhambat.
Angka Pengangguran Masih Tinggi
Selain penurunan konsumsi, saat ini AS juga masih dibayangi oleh masalah pengangguran yang terlanjur tinggi akibat krisis keuangan global. Pada Februari 2010, angka pengangguran tercatat sebesar 9,7 persen atau 14,9 juta jiwa, hampir tidak berubah dibandingkan bulan sebelumnya.
Di sektor konstruksi, pekerja berkurang sebanyak 64 ribu jiwasejak krisis terjadi pada Desember 2007, sektor ini mengurangi 1,9 juta pekerja. Sedangkan di sektor informasi , pekerja berkurang sebanyak 18 ribu jiwa. Sejak Desember 2007, sektor informasi telah mengurangi pekerja sebanyak 297 ribu jiwa.
Untuk industri manfaktur, jumlah pekerja cenderung tetap karena pengurangan pegawai di sektor kendaraan bermotor dan kimia terkompensasi oleh penambahan di industri suku cadang. Begitu juga untuk sektor ritel, dimana pengurangan pegawai di usaha makanan-minuman tertutup oleh penambahan di usaha bahan bangunan dan pertokoan.
Dengan kondisi ketenagakerjaan yang belum membaik, sepertinya The Federal Reserve belum akan mengubah kebijakan suku bunga. Saat ini, The Fed masih mempertahankan suku bunga acuan 0 – 0,25 persen. Perekonomian masih membutuhkan stimulus dari otoritas moneter dalam bentuk kebijakan suku bunga rendah untuk merangsang pertumbuhan kredit, pergerakan sektor riil, dan penyerapan tenaga kerja. Oleh karena itu, sepertinya AS belum perlu tergesa-gesa untuk memikirkan exit strategy