Untuk Hadapi Persaingan Pasar Bebas, Dualisme di Dalam Tubuh PERADI Harus Segera Diakhiri

Bagikan artikel ini

Dengan diberlakukannya CAFTA yang memberi ruang seluas-luasnya kepada mekanisme persaigan pasar bebas yang menguntungkan Republik Rakyat China di kawasan ASEAN, termasuk Indonesia. Dengan demikian, selain Amerika Serikat, pemerintah dan bangsa Indonesia harus menghadapi satu lagi pesaing baru dari Asia Pasifik dalam persaingan ekonomi-bisnis di arena dunia internasional.

Sehubungan dengan perkembangan dan tren global tersebut, maka peran Advokat sebagai mata-rantai penegakan hukum di Indonesia, sudah seharusnya mempersiapkan diri menghadapi persaingan pasar bebas, baik dalam skema CAFTA yang dimotori oleh China maupun NAFTA yang berada dalam orbit pengaruh ekonomi-politik dari Amerika Serikat.

Oleh sebab itu, para Advokat Indonesia yang tergabung dalam wadah tunggal organisasi profesi advokat PERADI, perlu segera menginventarisasi kembali apa yang menjadi kekuatan dan sumberdaya yang melekat pada para Advokat Indonesia.

Isu strategis yang kiranya perlu dikedepankan adalah, peningkatan dan pemberdayaan peran dan kapasitas professional para Advokat Indonesia. Sehingga tercipta keseimbangan kualitas maupun kuantitas para Advokat baik secara personal/individu maupun institusional/kelembagaan.

Ini penting, karena dalam persaingan di arena global, para Advokat Indonesia mau tidak mau harus berurusan dengan subyek hukum asing, terutama yang berhubungan dengan berbagai kepentingan korporasi asing/trans-nasional.

Terlebih lagi ketika para Advokat Indonesia harus mendudukkan permasalahan hukum ketika terlibat dalam pertikaian hukum antar negara melawan korporasi-korporasi asing (lihat Pasal 18 dan 23 UU 18/2003 tentang Advokat).

Dan isu yang tak kalah penting untuk diagendakan dalam seminar PERADI pada 10 Februari 2010, agar para Advokat Indonesia memahami konteks hubungan internasional, khususnya berkaitan dengan isu skala perbandingan antara peran Advokat asing yang bekerja dan berpaktek di Indonesia, dan para Advokat Indonesia yang bekerja di firma-firma hukum asing, baik berdomisili di Indonesia maupun di luar negeri.

Berarti, para Advokat di jajaran PERADI harus bisa memetakan secara tepat kekuatan yang melekat dalam tubuh profesi Advokat itu sendiri. Maka itu, secara khusus Global Future Institute (GFI) meminta perhatian PERADI untuk merujuk pada pasal 28 UU 18/2003 dalam kerangka pemberdayaan dan kapasitas sumberdaya profesi Advokat.

Selain itu GFI, mendesak PERADI agar para Advokat Indonesia harus menaruh perhatian yang cukup intensif terhadap perspektif pemikiran hukum para Advokat asing yang bekerja di Indonesia. Sehinga para Advokat kita memiliki gambaran dan perbandingan, dalam rangka meningkatkan integritas personal maupun institusional korps Advokat Indonesia.

GFI merasa perlu mengingatkan PERADI dan para Advokat Indonesia pada khususnya, bahwa para advokat Indonesia merupakan mata-rantai proses penegakan hukum maupun pemberdayaan hukum nasional baik di dalam negeri, maupun dalam pertarungan di kancah hukum internasional.

Menyadari tantangan global, khususnya menghadapi persaingan pasar bebas yang datang dari Amerika Serikat dan Republik Rakyat China sebagai pelaku ekonomi-bisnis global, maka tidak ada pilihan lain bagi PERADI untuk segera mengakhiri dualisme dan pertikaian internal di dalam tubuh wadah tunggal organisasi profesi Advokat tersebut.

Hormat Kami

Hendrajit, Direktur Eksekutif GFI.

Undrizon, Direktur Divisi Hukum/Advokasi GFI.

Alamat GFI: Wisma Daria, Iskandarsyah No.7, Kebayoran-Baru, Jakarta Selatan. Telp: 021 94837510, 021 94389427.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com