Novendra Deje, Ketua Komunitas Studi Agama dan Filsafat (KSAF – Aceh), tinggal di Banda Aceh
Kian hari pengaruh Iran di Amerika Latin dan kerjasamanya dengan negara-negara Kawasan tersebut di berbagai bidang semakin meningkat, terutama bidang politik dan ekonomi. Iran semenjak tahun 2005 telah memperluas kehadiran diplomasinya di negara-negara Amerika Latin lainnya dengan membuka kedutaan di Cile, Bolivia, Nikaragua, Kolombia, dan Uruguay. Gejala ini tentunya membuat Amerika Serikat (AS) – yang selama ini gencar melakukan berbagai upaya mengisolasi Iran dari pergaulan dan kerjasama Internasional – merasa sangat terganggu. Tidak ingin Iran memapankan dan meluaskan pengaruhnya di ‘halaman belakang’ mereka, AS pun mulai lebih serius menangkalnya melalui suatu Undang-undang yang disebut “Western Hemisphere“.
Hingga menjelang akhir dua periode Mahmoud Ahmadinejad sebagai Presiden Iran, bersamaan dengan berkuasanya para pemimpin anti AS di Amerika Latin, telah menjadi fase penting rekatnya hubungan Tehran dengan negara-negara Kawasan tersebut. Selain alasan ekonomi, tidak bisa dipungkiri bahwa meluasnya kesadaran independensi sikap dan kebijakan politik di negara-negara Amerika Latin terhadap imperialisme kekuatan-kekuatan arogan, terutama terhadap hegemoni AS, telah membuka ruang diterimanya dengan hangat kehadiran Iran di Kawasan tersebut. Merespon situasi itu, AS merancang berbagai strategi yang mungkin dapat membendung pengaruh Iran, negara yang selalu mereka citrakan sebagai musuh berbahaya dan mengancam keamanan global itu.
Permusuhan AS terhadap Iran dimulai sejak kemenangan gerakan Revolusi Islam Iran tahun 1979 lalu. Tidak hanya berhasil menumbangkan kekuasaan monarki despotik Raja Reza Syah Pahlevi, tetapi revolusi tersebut juga memotong tangan hegemoni AS yang sebelumnya telah begitu kuat mencengkram Iran. Motif dendam atas revolusi dan sikap anti hegemoni yang konsisten diperlihatkan Iran, membuat AS terus meradang dan senantiasa berupaya memperlemah eksistensi pemerintahan Republik Islam Iran (RII). Selain mendorong terjadinya berbagai kekacauan internal yang diharapkan dapat melumpuhkan sendi-sendi dalam pemerintahan Iran, AS juga berusaha mengisolasi negara tersebut dari berbagai aspek dalam hubungan-hubungan internasionalnya.
Konsistensi pada cita-cita dan senantiasa serius menyukseskan berbagai fase revolusi, tidak hanya membuat Iran terus ada pada jalur menentang arus skema hubungan internasional yang hegemonik, tetapi juga telah mendongkrak peta keseimbangan kekuatan dan posisi tawar dalam pergaulan internasional. Situasi potensi terciptanya power equality antar pihak yang berbeda arus ini tentunya dipandang sebagai ancaman bagi kemapanan struktur vertical hierarchies tatanan global hari ini. Apa yang terjadi dengan isu Nuklir Iran dengan terus dipolitisasi oleh kekuatan-kekuatan arus utama sebagai ancaman keamanan Internasional, selain mencegah hak Iran menguasai teknologi tersebut, adalah dalih bagi mengisolasi dan memperlemah negara itu dengan berbagai sangsi. Inilah yang sesungguhnya dimaksud dengan “Iran sebagai ancaman Global”, hingga perlu berbagai upaya menghalangi negara ini untuk mencapai hak-haknya.
Undang-undang Western hestern Hemisphere yang telah ditandatangani Presiden Barack Obama tersebut, disahkan oleh Parlemen AS awal tahun 2013 ini. Peraturan tersebut memuat pendekatan melalui politik dan diplomasi dalam rangka menangkal pengaruh Iran di Kawasan Amerika Latin. Melalui aturan itu, Kementerian Luar Negeri AS dalam kurun waktu 180 hari diberi peluang mengembangkan rancangan berbagai strategi guna memenuhi tujuan yang dimaksud. Sebagaimana dilaporkan berbagai media, Meskipun strategi penerapan Western Hemisphere itu bersifat rahasia dan hanya bisa diakses oleh para pembuat Undang-undang, namun diperlukan suatu resume kepada publik tentang bagaimana strategi itu akan diterapkan.
Strategi pencitraan negatif melalui Iranphobia yang selama ini dikembangkan dan dijalankan AS untuk menyingkirkan pengaruh dan mengisolasi Iran di dunia internasional, sepertinya terus berlanjut dan akan massive di Kawasan Amerika Latin. Melalui Undang-undang yang lebih tepat bernama “Countering Iran in the Western Hemisphere” tersebut, Iran dikesankan sedang menyusup ke AS dan mengancam keamanan internal negara itu. Juga aturan tersebut mengopinikan bahwa kehadiran Iran akan membahayakan Kawasan Amerika Latin, yaitu meningkatnya aksi-aksi terorisme Islam yang disponsori negara tersebut.
Asumsi diatas mengacu pada teks aturan yang memerintahkan Kementerian Keamanan Domestik untuk meningkatkan spionase di wilayah perbatasan AS dengan Meksiko dan Kanada. Ini dimaksudkan untuk mencegah adanya operasi oleh Korp Pengawal Revolusioner Iran (IRGC), Tentara Quds, Hizbullah, atau organisasi teroris lain yang hendak masuk ke AS. Melalui ini, Iran dikesankan memiliki ambisi agresi yang meneror keamanan rakyat AS. Terkait pesan menjamin keamanan di negara-negara Amerika Latin, aturan tersebut mengisyaratkan adanya sebuah rencana aksi dari berbagai badan terkait, bersama dengan sebuah rencana menangkal terorisme dan radikalisme guna mengisolasi Iran dan sekutunya.
AS sangat menyadari bagaimana hubungan yang terus meningkat telah terjalin antara Iran dengan sejumlah negara-negara Amerika latin. Dari aspek ekonomi hubungan mereka terus saja mengalami peningkatan. Data statistik IMF menunjukkan nilai transaksi Iran dengan negara-negara Kawasan itu mencapai angka $ 2,9 milyar, perdagangan pada tahun 2007-2008. Setengah dari jumlah itu merupakan hasil perdagangan Iran dengan Brazil. Pada tahun 2010, komitmen tingkat perdagangan bilateral Iran – Brazil telah mencapai angka $ 2,2 milyar, dimana ekspor Iran ke Brazil meningkat lima kali lipat dari tahun sebelumnya.
Venezuela yang menunjukkan hubungan sangat intimnya dengan Iran, hingga kedekatan personal diantara kedua presidennya, pun telah membuat 200 perjanjian bilateral dalam berbagai bidang. Sementara dengan Ekuador, Iran telah membuat perjanjian di bidang energi, yaitu pembangunan sebuah pabrik penyulingan, pembangunan pabrik petrokimia, pelatihan para pekerja di bidang perminyakan, serta perbaikan dan perawatan fasilitas minyak di Ekuador. Ahmadi Nejad saat berkunjung ke Nikaragua juga telah menyampaikan rencana negaranya untuk membangun sebuah pelabuhan di Teluk Mangi dengan dana sebesar 350 juta dolar. Selain itu, Iran akan menanam modal dengan Bolivia sebesar 1 milyar dolar dalam tempo 5 tahun mendatang.
Melebihi dari faktor-faktor ekonomi, kesadaran untuk indevenden dalam sikap dan kebijakan politik serta upaya-upaya yang lebih besar dalam menentang dominasi kekuatan-kekuatan arogan Negara-negara adidaya, menjadi magnet perekat tersendiri antara Negara-negara Amerika Latin tersebut dengan Iran. Sebagaimana ditegaskan pemimpin tertinggi RII, Ayatullah Sayyid Ali Khamenei saat menerima kunjungan Lula Da Silva sebagai Presiden Brazil 2010 lalu, “satu-satunya jalan mengubah hubungan internasional yang sangat tidak adil ini adalah dengan semakin dekatnya negara-negara independen satu dengan lainnya, dan mereka harus memainkan perannya masing-masing.” Khamenei mengatakan, “negara-negara adidaya mendefinisikan hubungan internasional secara vertikal dan negara adidaya berada di puncaknya. Hubungan ini harus diubah dan mengubahnya merupakan satu hal yang mungkin.”
Aliansi negara-negara yang punya semangat indevendensi dan berjuang menuntut skema baru yang lebih adil dalam hubungan internasional inilah yang benar-benar mengusik posisi AS dan para sekutunya. Ambisi AS adalah memformulasi tatanan dunia global pada bentuk yang unipolar, dan berupaya memenangkan pertarungan takdir akhir sejarah seperti yang digambarkan Francis Fukuyama dalam bukunya “The End of History and the Last Man”. Namun Iran adalah satu dari sekian negara kekuatan baru yang gencar memperjuangkan takdir akhir lain bagi sejarah dunia. Ia akan menjadi poros magnet yang akan menarik negara-negara seperti di Amerika Latin untuk saling merangkul membentuk kekuatan bagi tatanan dunia yang bebas dari arogansi dominasi.