Wisata Halal adalah upaya menggugah minat wisatawan Muslim mancanegara untuk menjadikan Indonesia sebagai tujuan obyek wisata.
Gagasan dasarnya, Wisata Halal potensi devisa negaranya sangat besar. Para pihak yang protes dengan label wisata halal, sebenarnya karena ketidaktahuannya.
Halal bukan berarti islamisasi wisata. Hanya sekadar memberi kemudahan pada wisatawan Muslim yang belum tertarik datang ke Indonesia, kemudian tergerak untuk menjadikan Indonesia sebagai tujuan obyek wisatanya. Para wisatawan Muslim dari pelbagai belahan dunia ini, merupakan the big spender.
Maka itu, Wisata Halal bukan berarti menafikan dan menghilangkan kharakteristik budaya dan kearifan lokal berbagai daerah di Indonesia. Seperti misalnya tari Jaipongan di Jawa Barat.
Menurut catatan saya. Pada tahun 2020 mendatang, potensi wisata halal diperkirakan bisa meraup $220 miliar, atau setara 3.097.000.000.000.000. Indonesia mampu memperoileh devisi sebesar 20% saja sudah sudah merupakan keberhasilan yang patut disyukuri.
Dengan kata lain, Indonesia punya competitive advantage di bidang itu. Dan sepertinya Pemerintah kita sadar itu.
Menurut penyusun panduan wisata halal, Dina Sudjana (Wisata Halal Jepang belajar dari beliau lhoo), hanya ada 4 poin mendasar yang diperlukan dalam “Wisata Halal”, yaitu kebutuhan Muslim dalam keseharian mereka termasuk ketika melakukan aktivitas wisata.
1. Kebutuhan untuk bersuci dengan air;
2. Kebutuhan sarana dan prasarana untuk beribadah;
3. Kebutuhan akan makanan yang terjamin kehalalannya;
4. Kebutuhan akan aktivitas wisata yang tidak bertentangan dengan
nilai Islam seperti tidak ada unsur pornografi/pornoaksi (maksiat)
dan kemunkaran.
No 4 itu kembali ke para wisatawannya, apakah dia akan menonton atau tidak.
Dalam hal ini digarisbawahi bahwasannya konsep pariwisata halal itu tidak menghilangkan budaya lokal.Simpel dan sederhana kan?
Salah satu ilustrasi menarik di sini adalah di Tiongkok. Ada beberapa daerah wisata di Tiongkok, yang dilabeli Wisata Halal. Terlepas adanya r isu Uyghur, beberapa wilayah Muslim di Tiongkok, dilindungi dan dilestarikan keberadaannya untuk kebutuhan Wisata Halal.
Nuning Hallet, Pegiat di bidang Social Entrepreneur. Tinggal di Jakarta.