Ramalan Perang Dunia III dan Antisipasi bagi Indonesia

Bagikan artikel ini

M Arief Pranoto, Direktur Program Studi Geopolitik dan Kawasan Global Future Institute (GFI)

Telaah Ringan Geopolitik

Rumor liar atau desas-desus bahwa ada kisruh di dunia intelijen global tentang Perang Dunia (PD) lll akan terjadi 75 tahun seusai PD ll, cukup menarik untuk ditelaah bersama. Kenapa? Selain adanya pergeseran geopolitik (geopolitical shift) dari Atlantik ke Asia Pasifik, khususnya digesernya 60% armada perang Amerika Serikat (AS) ke Asia Pasifik sejak era Obama, juga aura PD tercium tatkala berbagai negara tengah giat membangun postur militer masing-masing, terutama negara-negara di kawasan Asia Pasifik dan tidak ketinggalan Indonesia.

Penambahan Divisi Kostrad dan pembangunan kekuatan TNI khususnya Angkatan Laut (AL) dan Angkatan Udara (AU), apakah dalam rangka mempersiapkan hal dimaksud? Yang jelas, Indonesia itu cinta damai tetapi lebih cinta kemerdekaan. Si Vis Pacem Para Bellum. Jika kau mendambakan perdamaian, bersiap-siaplah menghadapi perang. “Pertahankan rumah serta pekarangan kita sekalian” (Soedirman, 1947).

Lagi-lagi, desas-desus liar bahwa AS dan Cina bakal bertempur di kawasan Asia Pasifik —dugaan kuat di Laut Cina Selatan— guna memperebutkan Indonesia, hal ini boleh dianggap fiksi, ramalan atau sekedar dongeng jelang tidur, silahkan saja. Tapi rumor tersebut tak boleh dianggap sebelah mata, karena pararel dengan isyarat “Clash of civilizations“-nya Samuel Huntington dan “Ghost Fleet“-nya PW Singer kendati kadarnya science fiction (scien-fi).

Memang. Secara geopolitik, Indönesia tak akan diserang secara (militer) terbuka sebagaimana serbuan militer Barat terhadap Irak, Suriah, Libya dan lain-lain — baik oleh negara siapapun maupun oleh pakta pertahanan manapun dengan dalih apapun. Mengapa? Semata-mata karena faktor takdir geopolitik Indonesia yang teramat strategis di mata global. Adapun elemen/faktor takdir tersebut antara lain:

Pertama, bahwa dalam perspektif kolonialisme global, Indonesia diletakkan:

(1) sebagai pemasok bahan mentah bagi negara-negara industri maju;

(2) sebagai pasar bagi barang-barang jadi yang dihasilkan oleh negara-negara industri maju; dan

(3) diposisikan sebagai pasar guna memutar ulang kelebihan kapital yang diakumulasi oleh negara-negara industri maju.

Kedua, faktor geoposisi silang di antara dua samudera (Lautan Hindia – Pasifik) dan dua benua (Asia – Australia), menjadikan Indonesia merupakan kawasan yang mutlak harus steril, kondusif dan nyaman bagi keberlangsungan hilir mudik negara-negara lain di dunia. Dan merupakan lintasan Sealane of Communition (SLOC), jalur pelayaran global yang tak pernah sepi. Bahwa 80-an percent perdagangan dunia melintasi perairan Indonesia dimana 50-an percent ialah tanker-tanker minyak dunia. Hebatnya lagi, bahwa dari tujuh selat strategis dunia, empat di antaranya berada di republik tercinta ini.

Maka Indonesia kini, secara tersirat merupakan proxy war (lapangan tempur) bagi para adidaya baik Barat maupun Timur tetapi dilakukan secara asimetris (nonmiliter) dalam rangka memperebutkan elemen-elemen/faktor takdir geopolitik di atas.

Maka dari itu, seyogyanya sejak dari sekarang dan kedepan, segenap komponen bangsa ini secara bertahap wajib diajarkan selain materi geopolitik (geostrategi, geoekonomi) sesuai maqom dan/atau level akademis terutama pemahaman tentang perang nonmiliter (asymmetric warfare) beserta varian terbaru seperti hybrid war, proxy war, currency war, dan lain-lain — juga perlu digelorakan konsep bela negara. Kenapa begitu, betapa sewaktu-waktu apabila dampak pertikaan terbuka antara Cina versus AS di Laut Cina Selatan mengimbas secara fisik ke Indonesia maka segenap anak bangsa ini selain telah memahami secara mendalam apa yang sesungguhnya terjadi dan tak larut oleh gelaran “skema kolonialisme” siapapun adidaya, juga secara mental dan fisik, rakyat telah siap.

Demikanlah adanya, demikian sebaiknya.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com