Mewaspadai Hidden Agenda AS di Balik Memorandum of Intent Terkait Missing in Action Antara Menhan RI-Menhan AS

Bagikan artikel ini

Pada 10 Oktober lalu, Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto bersama Menhan Amerika Serikat (AS) Mark T Esper menandatangani perjanjian kerja sama untuk melakukan pencarian tentara AS yang hilang di Indonesia selama Perang Dunia II. Sebagaimana dilansir oleh laman resmi Kemhan AS pada Minggu 10 Oktober lalu, Perjanjian yang bernama Memorandum of Intent itu, dimaksudkan untuk  memajukan upaya Defense Prisoner of War / Missing in Action Accounting Agency untuk memulai kembali pekerjaannya di Indonesia untuk menemukan personel AS yang hilang di Indonesia selama Perang Dunia II,” demikian salah satu nota kesepakatan dalam MoU dikutip dari laman resmi Kemhan AS, Minggu (18/10/2020).

Berkaitan dengah hal itu, Global Future Institute merasa perlu memberikan beberapa catatan sebagai berikut:

1.Timor Timor lepas pada 1998, karena AS dan Australia sudah tidak butuh lagi Pak Harto karena Perang Dingin sudah usai. Waktu militer kita menyerbu Timtim, AS di forum PBB belagak pilon dengan bersikap abstain yang bisa diartikan mendukung pendudukan provinsi ke-27 RI itu.

2. 23 tahun kemudian, Timtim lepas semasa pemerintahan Habibie, karena AS dan Australia mendukung dengan alasan The Right Self Determination bagi rakyat Timtim. Padahal yang sesungguhnya, strategi global AS sudah tidak perlu lagi Indonesia sebagai daerah penyangga alias buffer zone antara AS dan RRC. Karena perang dingin sudah usai. Lagipula, sejak 1972 melalui Shanghai Agreement antara Mao Zhedong dan Richard Nixon, AS membiarkan RRC bebas melakukan manuver militer dan politik untuk menetralisir Uni Soviet yang menjadi musuh bersama AS-RRC di semua kawasan.

3. Pada saat Bill Clinton berkuasa, salah satu prioritas memang hak-hak asasi manusia dan demokratisasi, tapi khusus dengan Cina yang sistem politiknya sentralistik dan tidak demokratik, Clinton menerapkan the most favored nation sehingga aspek kerjasama ekonomi dengan cina kemudian mengesampingkan isu HAM dan Demokrasi.

4. Dengan dasar itu, Timtim tidak ada pentingnya lagi buat AS dan blok NATO sebagai daerah buffer atau daerah penyangga, dan tidak kuatir bakal jadi the Cuban Style in Southeast Asia seperti di era Perang Dingin.

4. Namun sekarang, ketika RRC sudah bangkit kembali jadi adikuasa dan jadi pesaing utama AS di Asia Tengggara dan Pasifik pada umumnya, AS mulai kuatir dengan kemungkinan Cina bikin pangkalan AS di Timor Leste. Masalah bagi kita, bukan soal milih RRC atau AS. Tapi di balik sebuah kerjasama bilateral, biasanya menyelipkan agenda-agenda tersembunyinya.

5. Ketika Indonesia kuatir dengan kehadiran Cina di Pasifik yang semakin menguat, maka AS dan Australia dalam membantu nggak mungkin gratisan. Pasti minta konsesi2. Nah konsesi2 inilah yang harus diwaspadai Prabowo sebagai menhan.

6. Maka itu kita harus mewaspadai Memorandum of Understanding (MOU) antara menhan RI dan menhan AS terkait Missing in Action/MIA (tentara-tentara yang hilang atau tewas) pada waktu perang Pasifik pada Perang Dunia II.

7. Mengapa demikian? Karena sangat berpotensi untuk dijadikan sarana pihak intelijen militer AS untuk menyelidik dan memetakan daerah-daerah sekitar ALKI-3 untuk kepentingan manuver kapal-kapal selamnnya dengan dalih menghadapi ancaman bahaya kapal selam Cina. Karena memang saat ini berkembang informasi Timor-Leste entah apa pertimbangannya, mengizinkan kapal-kapal selam Cina membangun fasilitas pangkalan militer di pantai Selatan, Dili. Dekat selat Wetar.

8. Persoalan bagi kepentingan nasional NKRI, terlepas persaingan global kedua adikuasa, tanpa disadari kita telah diseret ke dalam pusaran konflik global oleh kedua adikuasa itu, dan justru terjadi di halaman rumah kita sendiri.

Kita sebagai pemangku kepentingan kebijakan luar negeri, harus cerdas dan imajinatif menjabarkan politik luar negeri RI yang bebas dan aktif. Jangan terjebak pada jargon, daripada dengan itu, lebih baik mihak ini. Dan sebagainya.

9. Maka itu, para stakeholders kebijakan luar negeri dan pertahanan jangan sampai kecolongan dengan model perjanjian kerjasama bilateral model NAMRU-2 AS. Yang mana melalui rumusan-rumusan diplomatik, perjanjian kerjasama bilateral tersebut jadi kedok bagi operasi intelijen angkatan laut AS di Indonesia. Sehingga membahayakan kedaulatan NKRI.

Cerdas, dan percaya dirilah sebagai anak bangsa.

Hendrajit, pengkaji geopolitik, Global Future Institute. 

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com