Tim Redaksi The Global Review
Di bawah ini daftar sembilan belas negara yang dinilai ”berisiko konflik” —entah itu akibat pergolakan politik, kerusuhan sosial, kekacauan sipil, korupsi, pelanggaran HAM, dan terorisme— berdasarkan analisa yang dilakukan oleh Charlotte Ingham dari Principal Political Risk di Maplecroft:
Ranking Negara
1. Suriah
2. Republik Afrika Tengah
3. Irak
4. Sudan Selatan
5. Afghanistan
6. Somalia
7. Republik Demokratik Kongo
8. Libya
9. Sudan
10. Pakistan
11. Kolombia
12. Nigeria
13. Philiphina
14. India
15. Bangladesh
16. Thailand
17. China
18. Indonesia
19. Turki
Apakah di negara-negara tersebut hanya penghasil singkong ? Tidak ! Rata-rata mereka justru penghasil minyak, emas, gas bumi, dan jenis-jenis tambang lain. Untuk itu semua, negara-negara di atas sengaja dicap ”beresiko konflik” sebenarnya untuk ‘tahap pemanasan’, sebelum hadirnya intervensi asing, dalam hal ini dunia Barat (AS dan kawan-kawan).
Bukankah skema kolonial tidak berubah sepanjang masa, yakni penguasaan ekonomi dan pencaplokan sumber daya alam? Indonesia tak pelak lagi, merupakan sasaran utama penguasaan sumbedaya alam.
Betapa tidak. Sebanyak 85% kekayaan migas, 75% kekayaan batubara, 50% lebih kekayaan perkebunan dan hutan kita telah dikuasai modal asing. Hasilnya 90% dikirim dan dinikmati oleh negara-negara maju. Sementara Cina yang selama ini tidak mengekspor batubara, sekarang kita harus bertarung di pasar bebas perdagangan dengan Cina – Asean. Ibarat petinju kelas bulu diadu dengan petinju kelas berat dunia.
Lantas, siapa yang melindungi rakyat dan tanah tumpah-darah kita ini?