Melalui Beberapa Dokumen Terungkap CIA Berupaya Menguasai Kendali-Kontrol di Bidang Cyberspace

Bagikan artikel ini

Belakangan ini beberapa sumber dari media Barat, termasuk di Amerika Serikat, secara gencar menulis serangkaian artikel  mengenai adanya para hackers cyberspace yang telah melakukan serangan-serangan cyber yang menimbulkan kerusakan di dalam apa yang disebut the US-style Democracy.

Antara lain, menurut sebuah artikel berjudul: CIA is Pushing to Control Cyberspace, All of Us Must be Really Worried  , harian terkemuka AS The Washington Post, telah menerbikan sebuah artikel beraroma proganda ihwal adanya upaya Rusia untuk mengontrol dan mengendalikan cyberspace. Menurut  Valeriy Kulikov menulis dalam artikel tersebut di atas, artikel tersebut tak pelak lagi merupakan bagian dari strategi propaganda memicu hysteria anti Rusia di dunia internasional. Apalagi, menurut Kulokov, the Washington Post mendapat dana cukup besar dari Badan Intelijen Nasional AS CIA.

Bahkan terungkap fakta bahwa  pemilik the Washington Post mendapat kucuran dana sebesar 600 juta dolar AS dari CIA. Dengan kenyataan seperti itu, demikian kesimpulan Kulikov, para pembaca media berpengaruh di Washington itu rasanya tidak mungkin mendapat fakta-fakta yang valid dan obyektif dari serangkaian artikel-artikel yang dimuat oleh the Washington Post tersebut. Dengan kata lain, hal itu merupakan penyesatan informasi.

Tak pelak lagi, agenda tersembunyi di balik penerbitan serangkaian artikel tersebut dimaksudkan untuk memotivasi negara-negara sekutu AS di Eropa Barat untuk melancarkan perang cyber terhadap Rusia. Maka di balik perang informasi yang dilancarkan CIA melalui beberapa media berpengaruh di AS terhadap serangan cyberspace pihak Rusia, sejatinya adalah untuk menyembunyikan operasi intelijen CIA terhadap jaringan internet.

CIA yang didirikan 70 tahun yang lalu, sejak 2001 mendapat keuntungan politik maupun dana yang cukup besar dari pemerintah AS dibandingkan badan intelijen pesaingnya, yaitu National Security Agency (NSA). Karena dianggap sukses dalam membentuk pasukan para hackers di bidang cyberspace.

Sepanjang sejarah kiprah CIA di dunia internasional, tercatat berkali-kali terlibat membantu kudeta beberapa pemimpin dunia yang dipandang sebagai musuh Amerika Serikat, penyelundupan narkoba, penyelundupan senjata, tindak penyuapan dan berbagai kegiatan kejahatan lainnya.

Singkat cerita, CIA telah terbukti melakukan berbagai konspirasi atau persekongkolan baik terhadap warga masyarakat AS sendiri maupun berbagai negara di dunia. The Norwegian Stagen no menggambarkan CIA sebagai organisasi kriminal karena hampir semua aktivitas yang dilakukannya bisa dianggap sebagai illegal. Dengan begitu, berbagai media baik pemerintah AS maupun berbagai media  pro pemerintah AS diwajibkan untuk menutupi seluruh kegiatan-kegiatan CIA tersebut secara rahasia.

Sementara berbagai media massa Barat menggambarkan AS sebagai benteng perdamaian dan demokrasi, pada saat yang sama secara paradoks badan intelijen CIA malah mengelola organisasi-organisasi kriminalnya di pelbagai belahan dunia. Mereka sangat manipulatif dan menyesatkan dalam melenyapkan jejak-jejak operasi intelijennya. Dan dalam hal ini, berbagai media massa digalang sebagai media proganda cuci tangan CIA dalam operasi-operasi intelijennya yang bersifat illegal.

Tak heran jika pada saat berlangsung Perang Teluk II di Irak, tak ada media massa arus utama yang menyiarkan warga sipil dan anak-anak Irak yang tewas terbunuh akibat tembakan dari tentara-tentara bayaran AS. Begitu pula tak ada media arus utama yang menyiarkan hal serupa di Afghanista, Suriah, dan Libya. Karena para warga sipil dan anak-anak itu tewas selain oleh ulah tentara-tentara bayaran AS, juga oleh senjata-senjata yang ditembakkan dari pesawat tempur AS di udara untuk membantu operasi-operasi rahasia CIA.

Sama halnya terkait liputan media AS di bidang cyberspace. Media-media AS bungkam seribu bahasa terhadap peran yang dimainkan CIA dalam membangun kendali kontrol di bidang cyberspace. Berdasarkan sebuah dokumen yang dibocorkan WikiLeaks, apa yang kemudian disebut VALT 7, tersingkap adanya sekitar 8761 dokumen mengenai adanya pusat intelijen Cyber (Langley’s Center for Cyber Intelligence) yang terlibat dalam pembajakan dan atau /pembobolan computer, handphone, dan tv.

Hal ini jelas menggamrbarkan besarnya skala dan kendali program para hacker global yang dikendalikan CIA. Dalam beberapa dokumen digambarkan taktik-taktik yang dilakukan CIA dalam membajak dan menularkan virus terhadap perangkat Apple. Bahkan dalam dokumen yang diberi nama Marble dossier, terungkap kemampuan program yang jahat dan berbahaya itu agar tetap anonym, sehingga program-program yang berbahaya dan berniat jahat itu, bukan saja tidak terlacak. Melainkan akan diarahkan seakan-akan program ini merupakan ulah Cina atau Rusia.

Bukan itu saja. Berdasarkan 27 dokumen yang berhasil bocor lewat WikiLeaks, apa yang disebut the CIA Grasshopper Program, dibuat dengan tujuan untuk menciptakan mesin-mesin mata-mata buat pemerintah AS atau spy-ware updates untuk the Windows Operating System. Selain itu, WikiLeaks juga berhasil membocorkan sebuah dokumen bernama Operation Athena. Yang mana melalui operasi ini, CIA menciptakan peralatan-peralatan illegal untuk men-download secara otomatis melalui sistem yang telah dirancang, sehingga bisa mengkopi dari jarak jauh semua file-file rahasia. Peralatan illegal ini juga bisa menebarkan virus di aneka ragam versi dari Windows. Operasi Athena ini dilancarkan CIA bersama   Siege Technologies, yang terdaftar di di negara bagian New Hemisphere.

WikiLeaks juga menerbitkan beberapa proyek CIA antara lain Dumbo Project, yang mana melalui kontrol total CIA terhadap Cyberspace, mampu mematikan kamera dari jarak jauh. Sekaligus menghancurkan catatan-catatan penting berkaitan dengan kegiatan-kegiatan inflitrasi dari Physical Access Group.

Melalui Dumbo Project CIA bisa mengenali, memonitor dan mengelola sistem yang dioperasikan oleh Windows, seraya mendeteksi kamera dan mikrofon yang terhubung dengan Bluetooth atau WIFI. Melalui project ini pula, CIA dapat menghapus rekaman sehingga aktivitas illegal yang melibatkan CIA tidak berhasil dilacak.

Jadi melalui bocoran dokumen WikiLeaks seperti Umbrage Program, terungkap kemampuan CIA menggalang pasukan hackers untuk mencipakan kesan negara-negara lain di luar Amerika lah yang melakukan kejahatan cyber.  Melalui Umbrage Program pula, CIA berhasil mengumpulkan dan menyimpan teknologi-teknologi bersifat ofensif dengan mencuri dari program-program yang dibuat negara-negara lain.  Termasuk dari Republik Federasi Rusia. Sehingga CIA bukan saja berhasil memperluas sasaran serangannya, bahkan juga mampu menimbulkan kesan bahwa negara-negara lain lah yang terlibat.

Sebab melalui data-data terkait sidik jari yang berhasil dicuri dari negara-negara lain, akan terkesan kejahatan cyber tersebut merupakan ulah negara-negara musuh AS. Singkat cerita, CIA terbukti melalui serangkaian dokumen-dokumen tersebut, telah menyalahgunakan Cyberspace melalui berbagai cara dan kesempatan.

Jika benar bahwa ini ulah CIA, dan bukan Rusia, maka sangat beralasan bagi kita untuk khawatir.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com