AS dan NATO Lancarkan Proxy War ala Afghanistan di Ukraina?

Bagikan artikel ini

Amerika Serikat nampaknya sedang mengulang modus lama mereka di Afghanistan, mendorong berbagai elemen masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Mujahidin Afghanistan sebagai kekuatan bersenjata melawan tentara pendudukan Rusia pada dekade 1980an. Cara serupa agaknya sedang coba diulangi di Ukraina. Ketika AS bersama NATO memberikan bantuan senjata dan peralatan militer

Dalam waktu kurang lebih delapan tahun terakhir, Pentagon telah memberikan bantuan militer kepada pemerintah Ukraina sebesar 2,5 miliar dolar AS. Pada masa pemerintahan Joe Biden sekarang, Washington telah mengajukan peningkatan bantuan militer kepada Ukraina sebesar 450 miliar dolar AS khusus bantuan persenjataan militer untuk alokasi anggaran tahun depan. Khusus untuk tahun ini saja, 300 juta dolar AS sudah dialokasikan untuk anggaran selama 12 bulan.

Washington juga akan memasok persenjataan dari gudang persenjataan yang selama ini disembunyikan CIA di Romania dan Bulgaria. Ini merupakan rute tersembunyi yang digunakan AS dan NATO untuk mengirim senjata kepada kelompok-kelompok teroris yang merupakan agen-agen proksi atau kelompok-kelompok binaannya. Seperti misalnya kepada kelompok-kelompok milisi bersenjata binaan AS dan NATO untuk menggulingkan Presiden Suriah Bashar al-Assad. Namun AS dan NATO gagal menyingkirkan Assad berkat campurtangan Rusia. Maka gagallah skenario Regime Change di Damaskus.

Pada 2014 lalu, AS dan sekutu-sekutu Eropa Barat yang tergabung dalam Uni Eropa, berhasil menggulingkan Presiden Viktor Yanukovich yang dianggap tidak bersahabat dengan kepentingan AS dan Uni Eropa. Keberhasilan kudeta terhadap Yanukovich yang didukung dari balik layar oleh CIA itu, kemudian mendorong kemunculan kelompok fasis neo-nazi Ukraina yang sangat phobia Rusia. Sedemikian rupa phobi Rusia itu terbangun, sehingga menyerang penduduk Crimea di Ukraina Timur yang merupakan etnik Rusia.

Dengan meningkatnya pasokan senjata AS dan NATO telah mendorong Kiev untuk terus mengobarkan permusuhan terhadap Rusia, bahkan tidak segan-segan melanggar Perjanjian Minsk yang ditandatangi pada 2015 lalu. Bahkan Jerman dan Prancis yang semula ikut memainkan peran sebagai pihak penjamin bersama Rusia, belakangan juga menutup mata terhadap tindak kekerasan yang dilancarkan secara sistematis oleh Kiev.

Seturut Joe Biden menduduki Gedung Putih, Kiev malah semakin meningkatkan provokasinya di Ukraina Tenggara dengan maksud untuk melakukan aksi destablisasi terhada Rusia. Lebih parahnya lagi, beberapa personel militer AS dan NATO dari pasukan khusus, telah berada di Ukraina bertindak sebagai penasehat militer. Sehingga dikhawatirkan dapat meningkatkan eskalasi konflik bersenjata, dan memancing Rusia untuk melancarkan agresi militer terhadap Ukraina.

Perkembangan tersebut bisa jadi krusial mengingat Ukraina bagian tenggara merupakan wilayah perbatasan antara Rusia dan Ukraina. Ini merupakan sebuah fakta tak terbantahkan, bahwa AS dan NATO sedang melancarkan Perang Proksi di Ukraina. Sepertinya memang inilah sasaran utama Washington sejak 2014. Hal ini mengindikasikan adanya arahan dari Washington untuk meningkatkan eskalasi konflik bersenjata di perbatasan Ukraina-Rusia.

Bandingkan dengan artikel Finian Cunningham:

U.S. Proxy War Against Russia in Ukraine: The Afghanistan-Syria Redux Option

Salah satu indikasi kuatnya adalah, rencana untuk melipatgandakan bantuan senjata kepada Ukraina, yang merupakan daftar inventaris AS yang pernah digunakan di Afghanistan pada dekade 1980an, yang disembunyikan di Romania dan Bulgaria.

Washington nampaknya tertarik untuk menerapkan keberhasilan dari strategi mendorong berbagai kelompok milisi perlawanan  Afghanistan yang kemudian tergabung dalam Mujahidin Afghanistan, sehingga tentara Rusia masuk dalam jebakan perang proksi yang dirancang AS, sehingga pada akhirnya melumpuhkan kekuatan militer negara beruang merah tersebut. Cara serupa pernah dilakukan untuk menggulingkan pemerintahan Assad di Suriah, dengan membantu jejaring Al-Qaeda yang merupakan kekuatan teroris proksi AS dan NATO, namun gagal total.

Kali ini, Washington sedang memprovokasi meningkatnya Russian Phobia terhadap Kiev, sehingga mendorong mereka meningkatkan aksi terornya terhadap warga  masyarakat etnik Rusia di Provinsi Donbass, Ukraina Timur. Tujuanya tiada lain  memprovokasi dan  memancing tentara Rusia menyerang Ukraina, untuk melindungi penduduk Donbass  yang kesukuannya punya afiliasi budaya yang sama dengan Rusia.

Hendrajit, pengkaji geopolitik, Global Future Institute. 

 

 

 

 

 

 

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com