AUKUS Dalam Perspektif Rancangan Pascaperang Dunia II AS

Bagikan artikel ini

Mari sekilas kita telaah pidato Presiden Jokowi di KTT ASEAN ke-38 secara virtual pada Selasa 26 Oktober 2021 lalu. Presiden Jokowi khawatir pengembangan kapal selam nuklir AUKUS berpotensi memantik rivalitas di kawasan. Tentu saja yang beliau maksud adalah kawasan Asia Tenggara, dan negara-negara ASEAN pada khususnya.

Dalam kaitan dengan itu pula, Presiden Jokowi menggarisbawhi semakin menajamnya persaingan antarnegara-negara adikuasa di kawasan Asia Tenggara, yang barang tentu yang dimaksud tiada lain adalah persaingan antar negara-negara adikuasa seperti AS, Cina dan Rusia, di kawasan ASEAN. Sehingga bisa mengancam stabilitas dan keamanan nasional.

Meskipun pidato Presiden Jokowi diakhiri dengan desakan perlunya kerjasama strategis ASEAN-Australia dalam kerangka Comprehensive Strategic Partnership untuk menciptakan stabilitas, perdamaian dan kesejahteraan di kawasan Indo-Pasifik, namun pernyataan Presiden RI yang menggarisbawahi potensi proliferasi senjata nuklir di Asia Tenggara sebagai dampak dari semakin menajamnya persaingan global AS versus Cina di Asia Tenggara, tidak bisa dipandang enteng oleh para pemangku kepentingan atau stakeholders kebijakan luar negeri Indonesia.

Apalagi keterangan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi semakin memperkuat pernyataan Presiden Jokowi bahwa Indonesia tidak ingin menjadi ajang perlombaan senjata nuklir maupun power projection negara-negara adikuasa sehingga mengancam stabilitas kawasan Asia Tenggara.

china

Baiklah. Saya apresiasi pernyataan sikap kekhawatiran Presiden Jokowi maupun Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Apalagi pernyataan sikap presiden maupun menlu RI kita pandang dalam konteks kemunculan skema persekutuan pertahanan tiga negara (AUKUS) Australia, Inggris dan AS. Maka itu, adalah penting untuk menelisik kembali Strategi Global AS yang mulai dirancang sejak menjelang berakhirnya Perang Dunia II.

 

Grand Area, Rancangan Dunia Pascaperang

 

Merujuk pada buku karya Noam Chomsky bertajuk How the World Works, saat masih berlangsungnya Perang Dunia II, Kementerian Luar Negeri AS, termasuk Council of Foreign Relations atau Dewan Kebijakan Luar Negeri, membentuk kelompok-kelompok studi, dengan tugas merancang Dunia Pascaperang Dunia II, yang memberi peta jalan bagi AS dan sekutu-sekutunya pemenang Perang Dunia II, untuk menguasai dan Dunia.

Maka menurut keterangan Noam Chomsky, muncullah konsep Grand Area, yang menggambarkan secara terperinci wilayah-wilayah mana saja yang harus tunduk pada kepentingan ekonomi global Amerika. Dalam skema yang dirumuskan secara konseptual sebagai Grand Area, beberapa kawasan yang harus masuk dalam orbit pengaruh geopolitik dan geostrategi Amerika adalah: Eropa Barat, Timur Jauh, bekas imperium jajahan Inggris, Timur-Tengah sebagai sumber energi tak tertandingi, dan negara-negara yang masuk kategori Dunia Ketiga. (1)

Jerman dan Jepang, yang merupakan negara-negara yang akhirnya kalah perang, pada Pascaperang Dunia II kemudian bekerja dalam pengawasan dan kendali AS. Adapun negara-negara Dunia Ketiga, termasuk Indonesia, akan berfungsi sumber bahan mentah dan pasar yang dieksploitasi habis-habisan untuk kepentingan para kapitalis global berbasis korporasi. Termasuk, untuk rekonstruksi Jerman dan Jepang.

Menurut keterangan Chomsky dengan merujuk pada sebuah dokumen yang ditulis oleh George Kennan, sasaran utama adalah kawasan Asia Tenggara dan Afrika, meskipun poin-poinya dirumuskan secara umum. Atas dasar skema global AS itu, para perencana kebijakan luar negeri AS baik di kementerian luar negeri maupun Council of Foreign Relations (CFR), yang merupakan lembaga utama tempat para pemimpin bisnis dapat memengaruhi kebijakan luar negeri, sepakat untuk menyusun desain besar yang ditujukan untuk menciptakan hegemoni AS pada Pascaperang Dunia II.

 

National Security Council Memorandum 68 dan Policy Planning Study 23

 

Salah satu dokumen penting yang menggambarkan ambisi hegemonik AS yang tentunya didukung sepenuhnya oleh Inggris, bisa ditelaah lewat National Security Council Memorandum 68 (1950), khususnya terkait konsep “roll-back-strategy.” Salah satu rekomendasi dari konsep tersebut adalah, perlunya pengorbanan dan disiplin AS, terutama terkait pengeluaran anggaran militer secara besar-besaran dan pemotongan anggaran yang ditujukan untuk kesejahteraan sosial. Ihwal pemotongan anggaran kesejahteraan sosial terkait rekomendasi NSC 68 itu, kelak menjadi salah poin dari doktrin skema ekonomi global AS seperti tercantum dalam Washington Consensus yang sangat berhaluan liberalisme.

Selain itu ada dokumen lain yang kelak terkenal dengan Policy Planning Study 23, yang ditulis oleh salah seorang perancang kebijakan luar negeri AS yang paling cerdas pada dekade 1950-an, George Kennan. Bahkan kalau NSC 68 ditulis pada 1950, maka George Kennan menulis Policy Planning Study  pada 1948. Maka tak heran jika Kennan dipandang sebagai salah satu perancang tatanan dunia baru pascaperang Dunia II. Nah sekarang, gambaran apa yang bisa kita lihat terkait strategi global AS lewat dokumen Kennan itu? Seperti dikutip Chomsky, kita simak gagasan Kennan:

Kita menguasai sekitar 50% kekayaan dunia, tetapi hanya 6,3% dari total populasi… Dalam situasi seperti ini, tidak bisa tidak, kita menjadi obyek dari rasa cemburu dan benci. Tugas nyata kita pada masa mendatang adalah untuk merencanakan pola-pola hubungan yang akan memperkenankan kita mempertahankan disparitas (ketidakseimbangan atau ketimpangan) ini. Untuk melakukannya, kita harus membuang semua sentiman dan khayalan: perhatian kita harus dikonsentrasikan sepenuhnya pada sasaran-sasaran nasional yang mendesak. Kita harus berhenti bicara tentang hal-hal yang kabur dan…. Tujuan-tujuan samar seperti hak-hak asasi manusia, peningkatan standar kehidupan, dan demokratisasi. Tak akan jauh lagi masa ketika kita mesti berurusan dengan konsep-konsep kekuasaan yang lurus. Maka semakin sedikit dihambat oleh slogan-slogan idealistis, akan semakin baik.”

Pada era akhir 1940-an dan 1950-an, tentu saja dokumen ini tergolong rahasia. Menariknya lagi, seperti tersingkap dari dokumen Kennan tersebut, PPS 23 itu sejatinya adalah rekomenasi Kennan kepada para pejabat kunci kementerian luar negeri untuk mengabaikan demokrasi dan hak-hak asasi manusia, bila pemerintahan suatu negara dipandang ancaman bagi kepentingan global AS, maka harus digulingkan dari kursi kekuasaan meskipun pemerintahan tersebut lahir dari sistem politik yang demokratis.

 

Noam Chomsky

Bahkan dalam dokumen PPS 23 itu, ketika Kennan memberi briefing di depan para duta besar AS untuk negara-negara Amerika Latin, secara gamblang menggambarkan pemerintahan negara-negara yang menganut  visi-misi bahwa pemerintah harus berkomitmen dan bertanggungjawab langsung atas “kesejahteraan rakyat,” harus diperangi oleh pemerintah AS sebagai para pembelot yang berbahaya.

Dengan begitu, tak mengherankan jika para perencana kebijakan luar negeri AS memandang para pemimpin pemerintahan yang mengutamakan kepentingan rakyat daripada kepentingan para kapitalis global, menyebut gagasan semacam itu sebagai Komunisme. Hal itu semakin diperkuat ketika pada 1955 sebuah kelompok studi menyatakan bahwa ancaman esensial dari kekuasaan-kekuasaan Komunis(dalam arti komunisme yang sebenarnya) adalah penolakan mereka untuk memegang peranan sebagai pelengkap ekonomi industri ala Barat.

Kennan sudah punya formula untuk melawan para pemimpin pemerintahan yang menolak skema kapitalisme global atau kepentingan industri ala Barat:

Jawaban akhirnya mungkin tidak menyenangkan, tetapi kita tak perlu ragu-ragu menghadapi ancaman ini dengan represi polisi oleh pemerintahan lokal. Ini bukanlah tindakan memalukan karena orang-orang Komunis pada dasarnya adalah para penghianat. Lebih baik memiliki rezim dengan kekuasaan kuat ketimbang pemerintahan liberal yang ramah dan santai, tetapi rawan dipenetrasi oleh orang-orang Komunis.

From left, President Truman, Robert M. Lovett, George F. Kennan and Charles E. Bohlen at the White House in 1947.

Kembali ke konsepsi Grand Area dengan merujuk pada memo Kementerian Luar Negeri AS pada 1949, ada dua peran utama yang dimainkan pemerintah Amerika dalam kerangka Rancangan Dunia Pascaperang Dunia II. Pertama, adalah untuk mengamankan domain-domain/wilayah yang terbentang jauh dalam Grand Area. Peran ini mensyaratkan sikap intimidatif untuk menjamin tak seorang pun akan ikut campur. Menurut Noam Chomsky dengan menyimak memo Kementerian Luar Negeri AS terkait Grand Arean tersebut, inilah salah satu alasan munculnya dorongan untuk pengembangan senjata nuklir.

Kedua, pemerintah AS memainkan peran untuk mengorganisasikan subsidi publik untuk industri teknologi tinggi. Untuk pelbagai alasan, subsidi ini sebagian besar digunakan untuk pengeluaran angggaran militer. Bukan itu saja. Pemerintah AS menggunakan dana publik untuk keperluan riset dan pengembangan, sekaligus menyediakan pasar untuk produk-produk buangan lewat upaya militer.

 

Dua Opsi Penerapan Pola Geostrategi AS

 

Menyimak Grand Area yang tersingkap lewat memo kementerian luar negeri AS itu, Jadi, nampak jelas  intisari dari sikap agresif AS untuk mempertahankan hegemoninya sebagai negara superpower di pelbagai kawasan dunia, utamanya di Asia Tenggara: Menghalangi kemajuan negara-negara berkembang yang mengarah pada pembangunan yang sukses di luar pengaruh dan skema global AS. Suatu kondisi yang sama sekali tidak boleh terjadi.

Maka untuk mewujudkan strategi global AS itu, maka Washington beserta negara-negara sekutu-sekutunya seperti Inggris dan Australia yang secara geografis berada di kawasan Asia Pasifik, menerapkan dua opsi dalam penerapan pola geostrategi-nya. Pertama, pendekatan  pola geostrategic soft power, yang lebih mengutamakan penggunaan sarana-sarana nonmiliter. Kedua, bila mulai tersudut, menerapkan pola geostrategi Hard Power.

Perkembangan trend global beberapa tahun belakangan ini, Cina semakin pesat perkembangan ekonomi maupun militernya sebagai kekuatan adidaya dunia, pada skala yang semakin setara sebagai negara adikuasa terhadap Amerika. Bukan saja di bidang militer, namun terutama di bidang ekonomi. Baik di kawasan Asia Tengah, Asia Selatan dan Asia Tenggara. Maupun di kawasan Afrika dan Amerika Latin.

Penerapan pola geostrategi yang lebih mengutamakan pendekatan Hard Power atau pendayagunaan kekuatan militer seperti bisa kita saksika dengan terbentuknya AUKUS, maka nampak jelas bahwa AS maupun sekutu-sekutu Eropa Barat-nya seperti Inggris maupun Australia, semakin khawatir dengan semakin ekspansifnya pengaruh Cina di pelbagai kawasan, terutama Asia Tenggara. Malah gagal membendung pendekatan Soft Power Cina di Asia Tenggara, Asia Tengah maupun di Afrika dan Amerika Latin.

Terbentuknya persekutuan tiga negara (AUKUS) Australia, Inggris dan AS, sejatinya merupakan isyarat bahwa strategi global AS untuk merajai pelbagai kawasan lewat pendekatan Soft Power ternyata sudah tidak efektif lagi. Kalau tidak mau dibilang gagal total. Maka, satu-satu cara adalah dengan mendayagunakan kekuatan militernya, terutama Angkatan Laut-nya, untuk mengontrol Laut Cina Selatan.

Maka, AUKUS merupakan provokasi Blok Barat untuk memancing Cina maupun Rusia, untuk melayani permainan AS dan para sekutunya, masuk ke kancah perang militer. Atau setidaknya, untuk menciptakan atmosfer adanya situasi menuju konflik bersenjata berskala luas, sehingga tercipta suatu kondisi Perang Dingin gaya baru.

Membongkar alasan ASEAN bungkam dalam merespons perjanjian AUKUS

Sehingga antar negara-negara adikuasa yang terlibat dalam persaingan global di Asia Tenggara atau lingkungan ASEAN, dipancing untuk saling berlomba meningkatkan postur pertahanan yang semakin agresif, serta saling berlomba meningkatkan jumlah persenjataan nuklirnya baik dalam jumlah maupun ragam jenis persenjataannya.

Mencermati kondisi obyektif dan trend global tersebut, maka para pemangku kepentingan kebijakan luar negeri RI harus mendesak pemerintah, khususnya kementerian luar negeri, untuk mencegah meningkatnya proliferasi senjata nuklir sebagai akibat semakin menajamnya persaingan global dan konflik bersenjata antara AS versus Cina.

Hendrajit, pengkaji geopolitik, Global Future Institute

 

 

 

 

 

 

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com