America Spring

Bagikan artikel ini
Sebuah Karma Geopolitik
Unjuk rasa dan riot (kerusuhan) oleh massa pendukung Donald Trump di Washington DC, selain dipicu ‘kekalahan’ Trump, juga dugaan kecurangan dalam pemilihan presiden (pilpres) 2020 di Amerika (AS). Ini klaim sepihak dari kubu Trump. Dan kejadian tersebut bukanlah peristiwa linier biasa akibat kelemahan sistem demokrasi semata. Kenapa? Secara konstitusi sudah jelas, bahwa pilpres membidani Biden selaku presiden terpilih kendati masih menyisakan serpihan tuntutan Trump.
Bagi Trump dan Biden, selain cuma soal waktu, juga faktor “takdir”. Siapa nanti dilantik pada 20 Januari 2020: Biden selaku Presiden AS ke-46, atau Trump melaju dua periode?
Ya. Dinamika politik memang bersifat turbulent dan unpredictable, kerap tiba-tiba serta sulit diramalkan.
Namun sengkarut pilpres di atas merupakan hal lain di satu sisi, catatan kali ini menyoroti dinamika politik praktis teraktual di AS pada sisi lain.
Beberapa pemerhati menilai bahwa aksi massa pro-Trump merupakan refleksi atas apa yang dikerjakan selama ini dan disebut dengan istilah “America Spring“. Musim semi di Negeri Paman Sam. Ya. Secara causalitas, ini semacam karma —dalam ajaran Hindu— setelah sekian kali ia menabur “spring” (aksi asimetris/nirmiliter) atau gerakan massa pada kawasan yang ditarget. Arab spring, misalnya, merupakan gerakan setingan CANVAS (Central Applied Non Violance Action and Strategies) di bawah kendali NED (National Endowment for Democracy), NGO yang dibiayai oleh (Kongres) AS. Aksi nirmiliter tersebut relatif sukses menata ulang kekuasaan di Jalur Sutra kecuali Libya dan Suriah, dinilai gagal. Kenapa begitu, sebab tatkala aksi asimetris tidak mampu menjatuhkan Moamar Gaddafi dan Bashar Al Assad dari tampuk kekuasaan, maka derajat aksi pun ditingkatkan menjadi civil war (perang sipil). Bahkan ketika civil war gagal, aksi berlanjut menjadi serbuan militer secara terbuka terhadap Libya dan Suriah. Itulah sekilas cerita frasa “spring” dalam dinamika geopolitik global.
Dan agaknya, musim semi (spring) kini balik melanda ke negara induknya —pencetus— segala jenis “spring” di dunia meski dalam skala tidak begitu besar namun Trump sudah menyatakan keadaan darurat selama 13 hari di Washington DC sampai 24 Januari 2020. Mengapa? Ada ancaman bakal terjadi aksi dan/atau pemberontakan besar-besaran di seluruh negeri oleh massa pro-Trump. Hal ini cukup unik lagi menarik. Dengan terbitnya kondisi darurat dengan segala konsekuensi, Trump seolah-olah menghadang massanya sendiri yang justru mendukungnya. Seperti sebuah dagelan. Situasi yang relatif unik bagi Trump di ujung kekuasaan.
Atas kondisi terakhir di AS, berkembang dua sinyalir, antara lain:
1) bahwa keputusan keadaan darurat di Washington DC oleh Trump akibat desakan kongres dan mekanisme konstitusi; atau
2) bahwa keadaan darurat sengaja diterbitkan sebagai upaya rezim mengganjal pelantikan Biden.
Akan tetapi, lepas dari riot, prakiraan skenario, dagelan dan lain-lain, bahwa selama ini ia malang-melintang di muka bumi serta dianggap “jagoan” di luar negaranya —Polisi Dunia— namun ketika menghadapi kegaduhan internal justru terbata-bata. Inilah yang kini berlangsung di Negeri Paman Sam.
Welcome to America Spring!
M Arief Pranoto, Direktur Program Studi Geopolitik dan Kawasan Global Future Institute (GFI)
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com