Bandingkan SCO dengan NATO

Bagikan artikel ini

Wong ko ngene kok dibanding-bandingke, saing-saingke….’. Itulah pembuka lagu ‘Ojo Dibandingke’ yang dilantunkan Farel Prayoga. Jangan dibandingkan, jangan dipersaingkan karena memang berbeda, tidak selevel, tidak ‘apple to apple’, begitu bunyi lagu gubahan Abah Lala yang lagi viral belakangan ini. Kira-kira seperti itulah membandingkan organisasi SCO (Shanghai Cooperation Organization) dengan NATO (North Atlantic Treaty Organization). Namun demikian berbagai pihak tergoda untuk membandingkan, menyandingkan, menyaingkan bahkan mereka-reka untuk membenturkan keduanya. Meskipun secara struktur, prinsip dan tujuan kedua norganisasi tersebut berbeda, namun dalam perkembangannya terdapat titik singgung yang dapat dikompetisikan dan bahkan dibenturkan.

SCO (Shanghai Cooperation Organization) adalah organisasi politik-ekonomi Eurasia yang dibentuk dari kekhawatiran China terhadap potensi gangguan keamanan di sepanjang perbatasan dengan negara-negara yang baru merdeka dari Uni Soviet. Sejak tahun 1996 Cina bersama Rusia melakukan perundingan tentang demarkasi perbatasan dan demiliterisasi dengan 3 (tiga) negara yang berbatasan dengan wilayah Cina, yaitu Kazakhstan, Kyrgyzstan, dan Tajikistan. Ketika Uzbekistan ikut bergabung, maka SCO resmi diluncurkan pada tanggal 15 Juni 2001 dengan kerjasama yang lebih luas dari para anggotanya di bidang politik, keamanan, ekonomi, dan investasi. Perhatian utama SCO di bidang keamanan adalah untuk menanggulangi ancaman terorisme, separatisme dan ekstrimisme.

Sementara NATO (North Atlantic Treaty Organization) dibentuk oleh Amerika Serikat bersama negara-negara Eropa Barat untuk mengimbangi kehadiran tentara Uni Soviet yang terus menyebar ke Eropa Tengah dan Timur seusai Perang Dunia II. Di awal berdirinya pada tanggal 4 April 1949, NATO beranggotakan 12 negara, yaitu Amerika Serikat, Belanda, Belgia, Canada, Denmark, Inggris, Iceland, Italia, Luxemburg, Norwegia, Perancis, Portugal. Kini anggotanya telah berkembang menjadi 32 negara, dengan ikut bergabungnya negara-negara Eropa Timur serta 3 (tiga) negara Baltic eks Uni Soviet, yaitu Estonia, Latvia dan Lithuania. Sebagaimana blok militer ‘Pakta Warsawa’ pimpinan Uni Soviet di pertengahan abad ke-20 dengan ideologi komunisnya, NATO merupakan organisasi pakta pertahanan yang saling membantu untuk mempertahankan diri atau melawan kekuatan yang dianggap mengancam keamanan, ideologi dan nilai-nilai peradaban Barat.

Perkembangan SCO

SCO (Shanghai Cooperation Organization) yang pada awal dicetuskannya di Shanghai pada tahun 1996 bernama Shanghai Five, berdasarkan kesepakatan politik antara 5 negara (Cina, Rusia, Kazakhstan, Kyrgyzstan dan Tajikistan) berupa “Agreement on Confidence-Building in the Military Field in the Border Area” dan “Agreement on the Mutual Reduction in the Border Area”. Kedua Perjanjian tersebut mengatur mekanisme ‘saling percaya’ di sektor keamanan di wilayah perbatasan dan dikembangkan ke pembentukan menjadi bentuk kemitraan untuk 5 (lima) negara anggota yang mempunyai garis perbatasan satu sama lain, terutama denagn Cina.

Dengan bergabungnya Uzbekistan yang mengharuskan penggantian nama dari Shanghai Five menjadi Shanghai Cooperation Organization (SCO), mereka telah menggeser ancaman keamanan di perbatasan menjadi penanggulangan terhadap ’Three Evil Forces ’ (San E Shili), yaitu ancaman dari ‘terorisme’, ‘separatisme’, dan ‘ekstrimisme’. Keprihatinan besar negara-negara SCO terhadap ancaman ‘three evils’ dapat dilihat dengan dibentuknya RATS (Regional Anti-Terrorist Structure) dengan kantor tetapnya di Tashkent, Uzbekistan. Satu organ SCO yang juga memiliki kantor tetap adalah Sekretariat SCO yang berpusat di Shanghai. Baik Sekjen SCO maupun Direktur Ekesekutif RATS dijabat secara bergiliran 3 (tiga) tahun sekali di antara negara anggotanya.

Struktur tertinggi SCO adalah ‘Council of Heads of State’ yang beranggotakan para Kepala Negara sebagai Organ pembuat kebijakan dan keputusan penting SCO, yang bertemu setiap tahun. Struktur terpenting kedua adalah ‘Council of Heads of Government’ beranggotakan para Kepala Pemerintahan/Perdana Menteri yang bertemu setiap tahun untuk membahas masalah kerjasama internasional dan menetapkan anggaran organisasi. Dibawahnya ada Council of Foreign Ministers yang memiliki jadwal pertemuan reguler guna membahas situasi internasional mutakhir serta interaksi SCO dengan organisasi-organisasi internasional. Sesuai perkembangan dan keperluan terbentuk juga mekanisme pertemuan pimpinan lembaga-lembaga perekonomian, keamanan, penjaga perbatasan dan satuan ‘bantuan darurat’.

SCO merupakan wadah organisasi ‘Eurasia’ yang berfungsi sebagai platform dialog politik di antara negara-negara anggotanya yang berasal dari Benua Asia dan Eropa dengan sistem ideologi dan politik beragam dengan beberapa negara di dalamnya memiliki konflik perbatasan atau terlibat saling klaim wilayah yang berlarut-larut. India dan Pakistan yang diterima sebagai anggota SCO pada tahun 2017 terlibat permusuhan memperebutkan wilayah Kashmir sejak akhir 1940-an dan telah 4 kali terjadi perang terbuka. India dan Cina juga pernah terlibat perang tahun 1962 karena saling klaim wilayah Ladakh dan Aksai Chin. Demikia juga konflik masalah pembagian air antara Kyrgyzstan dan Tajikistan. SCO telah menerapkan kebijakan bahwa permasalahan di antara negara anggota dapat dibicarakan secara bilateral di sela-sela Summit Meeting atau Pertemuan Puncak tingkat Kepala Negara yang berlangsung setiap tahun.

Sino-Soviet Union Joint Communique’ Mei 1989 yang berhasil mengakhiri permusuhan Cina dan Rusia yang telah berlangsung dua dekade sebelumnya, telah dijadikan landasan kedua negara dalam menetapkan perbatasan dan menata hubungan bertetangga baik dengan 3 (tiga) negara pecahan Uni Soviet, yaitu Kazakstan, Kyrgyzstan dan Tajikistan. Tahun 1996 ke-lima negara tersebut bertemu di Shanghai untuk menyepakati pengaturan pengurangan pasukan penjaga perbatasan sampai ke tingkat yang wajar dalam rangka menumbuhkan kepercayaan satu sama lain dan menjaga ketenangan di perbatasan yang kondusif untuk kehidupan bertetangga baik. Pada tahun 2001 ‘Shanghai Spirit’ ini diwujudkan dalam bentuk ‘Treaty on Good-Neighborliness (Mulin Youhao), Friendship (Youyi) and Cooperation (Hezuo)’ yang menjadi dasar kerjasama sesama anggota SCO.

Perbedaan dengan NATO

Seusai Perang Dunia II, ketika Eropa Barat kedodoran ekonominya dan kekuatan militernya menurun drastis jumlah maupun semangatnya, di pihak lain Uni Soviet keluar sebagai pemenang perang dengan tentata merahnya yang makin percaya diri menyebar dan mendominasi negara-negara Eropa Tengah dan Timur sambil menyebarkan ideologi komunis, dengan memberangus kegiatan-kegiatan politik di luar ajaran Marxis-Leninis. Menyusul terjadinya pengambilalihan pemerintahan oleh kekuatan komunis di Cekoslovakia awal 1948, Amerika Serikat, Inggris, Canada, Perancis membahas tentang cara menegakkan pertahanan-keamanan serta mempertahankan nila-nilai demokrasi Barat, yang kemudian mengarah ke pembentukan NATO (North Atlantic Treaty Organization) di bulan April 1949 untuk menghadapi kekuatan militer Uni Soviet yang berideologi komunis dengan julukan ‘Tirai Besi’, yang aliansi militernya adalah ‘Pakta Warsawa’.

Tujuan dan kewajiban utama NATO adalah untuk memastikan terciptanya perdamaian dan terpeliharanya keamanan melalui pertahanan bersama. Kewajiban pertahanan kolektif para anggota NATO secara khusus tertuang pada Pasal 5 NATO Charter yang antara lain berbunyi: “The parties agree that armed attack against one or more of them, shall be considered an attack against them all and consequently they agree that,………including the use of armed force, to restore and maintain the security of the North Atlantic area”. Bagaimanapun juga ketentuan tersebut tidak mengharuskan setiap anggota untuk menanggapinya dengan kekuatan militer, namun bisa memilih untuk mengirimkan perlengkapan militer kepada anggota NATO terdampak atau pengenaan sanksi terhadap pihak yang dianggap agresor.

Bermula dari sarana di bidang pemeliharaan keamanan perbatasan, kerjasama dalam mengatasi ancaman kejahatan tradisional dan non-tradisional, serta mengintensifkan kerjasama perdagangan dan investasi dalam lingkup regional, organisasi SCO terus berkembang baik dari jumlah anggotanya maupun bobot aktivitasnya. Meskipun dari awal pembentukannya SCO tidak memiliki struktur militer serta tugas dan kewajiban anggotanya di bidang pertahanan, namun dalam perkembangannya sejak tahun 2003 Cina dan Rusia sebagai penggerak utama SCO telah menyelenggarakan ‘Joint Military Exercises’ yang diberi kode ‘Peace Mission’. Pada Peace Mission 2010, Latihan Militer Bersama SCO diikuti oleh 5000 personil militer, dan Peace Mission 2018 diikuti oleh puluhan ribu tentara Rusia, 3000 tentara PLA Cina, serta dari Kazakhstan, Kyrgyzstan dan Tajikistan.

Zbigniew Brzezinski, Penasehat Keamanan Nasional AS era Presiden Jimmy Carter dalam bukunya The Grand Chessboard menyebutkan bahwa “Control of the Eurasian landmass is the key to global domination and control of Central Asia is the key to control of the Eurasian landmass…”. Menurut seorang penulis Iran Hamid Golpira, dengan membentuk SCO pada tahun 2001, China dan Rusia seolah-olah ingin membendung gerakan ekstrimisme dan meningkatkan keamanan di wilayah perbatasan, namun tujuan pokok sebetulnya adalah untuk mengimbangi kegiatan Amerika Serikat serta anggota NATO lainnya di kawasan Asia Tengah. Pada Summit Meeting di Astana Juli 2005, SCO meminta agar Amerika Serikat menetapkan jadwal pengakhiran penggunaan 2 (dua) bandara di Uzbekistan dan Kyrgyzstan sebagai jalur transit mengangkut logistik ke Afghanistan, dan dengan demikian juga menarik keluar seluruh tentaranya dari wilayah Asia Tengah.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan pada tahun 2005 bahwa SCO bekerja untuk membentuk Tata Dunia yang rasional dan adil, dan SCO memberikan kesempatan untuk mengambil bagian dalam proses pembentukan model baru geopolitik dunia. Telah menjadi tekad Rusia dan China agar dunia tidak dikontrol oleh satu kekuatan Superpower saja. Bersamaan dengan ditandatanganinya “Perjanjian Pengurangan Kekuatan Militer di Wilayah Perbatasan’, pada bulan Mei 1997, dua pemimpin Rusia dan Cina, Presiden Boris Yeltsin dan mitranya Presiden Jiang Zemin telah menandatangani satu Deklarasi tentang perlunya diwujudkan ‘Multipolar World’. Tiga tahun berikutnya pada Dushanbe Summit, para pemimpin SCO sepakat untuk menentang intervensi kekuatan asing terhadap masalah internal negara lain dengan dalih kemanusiaan dan melindungi HAM.

Dengan perkembangan SCO yang secara bersama memiliki 1/3 GDP global, sekitar 40% penduduk dunia, dan 2/3 daratan Eurasia, ditambah dengan aktivitasnya yang merambah dari ‘counter-terrorism’, ‘intelligence-sharing’ hingga ‘Joint Military Exercises’ telah menggoda beberapa pengamat untuk mengkategorikan SCO sebagai k,jn;l’,,tahap awal menuju ‘Warsa Pact’ di Asia Tengah yang berpotensi menandingi NATO. Pendapat ini diperkuat dengan tumbuhnya kesamaan kepentingan antara Cina dan Rusia vis-a-viz Amerika Serikat dan Eropa. Namun sebenarnya ikatan dalam keanggotaan SCO sangat longgar dan tidak seragam. Dalam menanggapi kasus perang Rusia-Ukraina, pendapat anggota SCO sangat beragam, dari yang mendukung, netral sampai menentang Rusia. Demikian juga program China BRI (Belt Road Initiative) yang ditandemkan dengan kerjasama Ekonomi dan Investasi SCO tidak sepenuhnya didukung oleh anggotanya.

Bekasi, 19 Oktober 2022

Asruchin Mohamad

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com