Toni Ervianto, alumnus Fisipol Universitas Jember dan alumnus pasca sarjana KSI, Universitas Indonesia.
Angka korupsi di Indonesia selama tahun 2012 menjadi perhatian dunia. Indonesia bahkan tergabung dalam 60 besar negara terkorup di dunia versi Transparansi Internasional. Seperti dilansir laman Transparansi Internasional, Indonesia duduk di peringkat 118 dari daftar peringkat indeks persepsi korupsi 174 negara dunia. Namun jika mengacu poin tiap negara, Indonesia duduk di posisi 56 negara terkorup. Indeks persepsi korusi di Indonesia mencapai poin 32. Indonesia berjarak 24 poin dari Somalia yang jadi negara terkorup. Indonesia terpaut 58 poin dari Denmark yang dinilai sebagai negara paling bersih dari korusi tahun 2012.
Selama tahun 2012 ini, sejumlah kasus korupsi memang terus muncul ke permukaan. Kasus Hambalang yang menyeret nama mantan Menpora Andi Mallarangeng, kasus Wisma Atlet, dan kasus korupsi pengadaan Al Quran jadi beberapa kasus yang membuat Indonesia duduk di peringkat 118 daftar indeks persepsi korupsi. Peringkat Indonesia ini menurun bila dibanding tahun 2011, di mana Indonesia berada di posisi 100.
Dalam survey yang dilakukan TII Indonesia menempati urutan 118 dalam urutan negara terkorup, dan Indonesia berada di bawah Thailand (urutan 88) dan Filipina (urutan 108). Sedangkan tiga negara dibawah Indonesia antara lain Vietnam, Laos, Myanmar. Survey yang dilakukan kepada 114 ribu orang di 107 negara mendapatkan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap intitusi-intitusi negara di Indonesia semakin menurun terhadap upaya pemberantasan korupsi. Survey yang dirilis pada Selasa 8 Juli 2013 itu menyebutkan bahwa negara Kamboja mengalami perbaikan dalam hal pemberantasan korupsi. Tingkat harapan publik masyarakat Kamboja menunjukkan hasil yang tinggi, berbeda dengan Indonesia yang malah mengalami penurunan tingkat harapan publik.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai kepolisian, dewan perwakilan rakyat, dan pengadilan, secara berurutan menjadi lembaga negara terkorup di Indonesia. Hal itu, dibeberkan sendiri oleh komisioner KPK Adnan Pandu Praja, saat memberikan ceramah Political Corruption di depan 150 pegawai dan pejabat KPU di Gedung KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (16/9/2013). Menurut Adnan, terdapat perubahan tren lembaga terkorup pada periode 2012-2013 dibandingkan rentang 2010-2011. Sejak tahun lalu, lembaga kepolisian menjadi lembaga terkorup. Sementara pada dua tahun silam, parlemen menjadi lembaga terkorup. Sementara tiga lembaga yang menjadi sarang koruptor terbanyak pada tahun 2009 adalah parlemen, pengadilan, dan partai politik.
Adnan menyayangkan anggota DPR yang mengaku wakil rakyat, tapi masih memakan uang rakyat lewat cara korupsi. Hasil survei di ASEAN (The Association of Southeast Asian Nations), parlemen Indonesia paling jago korupsi. Berdasarkan penelitian, lembaga paling korup di negara-negara Asia Tenggara, tidak terlepas dari tiga sektor di atas yakni polisi, parlemen dan pengadilan. Untuk kasus Indonesia, sejak 2004-2013, KPK sudah menangani 65 anggota dewan yang terbukti korup.
Temuan KPK ini selaras dengan teori tentang korupsi yang dikemukakan oleh Robert Klitgerald yang dirumuskan dalam C = D + M – A atau Corruption(C) terjadi karena ada discretion atau pengecualian, monopoly (monopoli) tanpa diimbangi dengan akuntabilitas (accountability). Oleh karena itu, hampir dapat dipastikan mereka yang memiliki kekuasaan yang tinggi akan cenderung untuk melakukan korupsi, karena sejatinya politik dan korupsi bertendensi sama seperti sinyalemen Lord Acton yang sudah terkenal yaitu“Power tends to corrupts, absolute power corrupt absolutely”.
Koruptor Sama Dengan Teroris
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Agil Siroj di Bengkulu (15/8/2013) mengatakan korupsi merupakan kejahatan yang harus dijadikan musuh bersama oleh seluruh bangsa Indonesia sehingga negara dan bangsa ini lepas dari bayang-bayang keterpurukan. Pejabat korupsi juga harus dijadikan musuh bersama, sehingga bangsa ini dapat meraih cita-cita yang diimpikan para pahlawan pendiri bangsa. Perlawanan terhadap korupsi harus terus didukung oleh segenap elemen bangsa. Bahkan di kalangan ulama, pengurus NU dan para kiai NU dilarang menshalatkan jenazah koruptor. “Berdasarkan keputusan Munas pada 2003, disepakati bahwa pengurus, ulama dan kyai NU dilarang menshalatkan jenazah koruptor,” ujar Said Aqil Siroj.
Selain korupsi, kejahatan lain yang harus dijadikan musuh bersama adalah aksi terorisme yang masih marak di Indonesia. Terutama di Pulau Jawa dan pulau lainnya di Indonesia yang penyebarannya sudah mengkhawatirkan. Islam yang didakwahkan pada ulama adalah Islam di Indonesia, yang berbudaya, beradap dan bertoleransi. Nabi Muhammad pun tidak pernah memproklamirkan negara Islam atau negara suku, tapi Madinah, negeri Islam yang beradab dan berbudaya. Islam di Indonesia bukan Islam Wahabi, bukan Salafi, juga bukan Islam Arab, tapi Islam Indonesia yang menjunjung empat pilar yaitu Pancasila, NKRI, Bhineka Tunggal Ika dan Undang-undang Dasar 1945.
Oleh karena itu, adalah tidak adil atau tidak berimbang jika terhadap aksi terorisme seringkali ditindaklanjuti dengan tindak kekerasan, namun penerapan hukum terhadap pelaku korupsi seringkali sangat tidak sesuai dengan kerugian negara ataupun rakyat dari uang yang dibawa garong-garong tersebut. Indikasinya sangat jelas, para garong atau koruptor tersebut masih bisa tersenyum manis bahkan “pringas pringis alias nyinyir” di depan sorotan media televise ataupun foto yang tertangkap dalam media cetak.
Di Cina, seorang terdakwa korupsi dipastikan akan dihukum mati. Dua orang mantan Wakil Walikota di Cina dieksekusi mati karena terbukti menerima uang suap jutaan miliar US $ yaitu atas nama Xu Maiyong (52 tahun) dan Jiang Renjie. Xu Maiyong adalah mantan Wakil Walikota Hangzhou yang dieksekusi mati pada Mei 2013 setelah menerima suap 198 juta yuan (sekitar Rp 261 Miliar). Xu Maiyong ikut campur dalam kontrak-kontrak proyek hingga pengurangan pajak. Sementara Jiang Rengjie (62 tahun) adalah mantan Wakil Walikota Suzhou yang dieksekusi mati pada tahun 2008, karena menerima suap 108 juta yuan (sekitar Rp 142,8 miliar). Menurut perkiraan Amnesty Internasional, setiap tahun ada sekitar 3.900 orang koruptor di Cina dieksekusi mati. Namun, beberapa ahli hukum di Cina mempunyai data bahwa setiap tahun ada sebanyak 8.000 koruptor yang dieksekusi mati.
Merefleksi hari Pahlawan 10 November 2013, maka selain kita memaknai pernyataan Manuel L Quezon yang berbunyi “My loyalty to my party ends when my loyalty to my country begins”, maka semua elemen bangsa haruslah menyatakan sikap tidak mau korupsi, karena sejatinya “mereka yang berani tidak berkorupsi, adalah pahlawan sejati saat ini” serta last but not least dapat terhindar dari hukuman mati terhadap koruptor yang lambat tapi pasti sebaiknya diterapkan di Indonesia.