Berita Media Massa dan Semangat Bertempur Kelompok Teror

Bagikan artikel ini

Toni Ervianto, alumnus pasca sarjana Universitas Indonesia (UI)

Pemberitaan yang dilakukan oleh media massa menyangkut tentang berita terorisme merupakan sebuah pemberitaan yang sarat akan muatan-muatan yang berbau politik, kekerasan, kekuasaan, dan materi berupa uang. Hal ini tentunya mengundang perhatian dari publik, dimana secara tidak langsung suatu kegiatan terorisme pasti menyangkut tentang keselamatan, keamanan, dan kesejahteraan orang banyak (khalayak). Menanggapi hal ini media tentunya bisa membaca situasi tentang apa yang khalayak ingin ketahui. Keterkaitan antara media dengan terorisme sarat akan aspek bisnis, dimana melalui pemberitaanya tentang masalah terorisme di media akan mendapat perhatian utama dari khalayak karena menyangkut keselamatan, keamanan dan kesejahteraan khalayak. Namun, ada kemungkinan juga komunitas jurnalis kurang menyadari bahwa pemberitaannya telah “menjaga” semangat bertempur dan eksistensi kelompok teror.

Dalam pengamatan penulis terhadap trend pemberitaan media massa dalam dan luar negeri akhir-akhir ini, ada beberapa pemberitaan media massa yang secara langsung mempengaruhi terjaganya semangat bertempur kelompok teror. Meskipun memiliki nilai berita yang tinggi dan mengejutkan, salah satu pemberitaan media massa asing yaitu Majalah Forbes pada 6 November 2015 yang menulis pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi masuk dalam daftar orang-orang paling berpengaruh di dunia versi majalah Forbes (6/11/2015). Dia berada di urutan ke-57. Al-Baghdadi memproklamirkan diri sebagai khalifah dari Negara Islam Irak dan Syam. Dia juga banyak merekrut orang untuk masuk ke dalamnya dalam waktu yang singkat. Pejuang ISIS al-Baghdadi ini telah menyita bagian timur Suriah dan barat Irak. Dia juga melakukan penjualan minyak di pasar gelap dengan total pendapatan USD 1.000.000 per hari. Abu Bakr al-Baghdadi dulu dikenal dengan nama Dr Ibrahim.

Kemudian dalam upaya untuk mengklaim dirinya sebagai keturunan Muhammad, baru-baru ini sebagai Abu Bakr Al-Baghdadi Al-Husseini Al-Qurashi. Sekarang mengklaim dirinya sebagai Amir al-Mu’minin Khalifah Ibrahim. Menurut biografi yang diposting di forum jihad pada Juli 2013, ia meraih gelar master dan PhD dalam studi Islam dari Universitas Islam Baghdad di pinggiran Adhamiya. Laporan menunjukkan bahwa dia adalah seorang ulama di Masjid Hanbal Ahmad ibn Imam di Samarra pada sekitar waktu invasi pimpinan AS ke Irak tahun 2003. Pemberitaan ini secara langsung jelas “menguntungkan” pencitraan kelompok teror tersebut dan berita tersebut disadur oleh beberapa media di Indonesia.

Berita media massa asing yang disadur media massa di Indonesia dan berita tersebut diestimasikan menguntungkan eksistensi kelompok teror adalah kisah tentang Omar al-Shishani mendeklarasikan perang terhadap Rusia. Omar, 29 tahun, lahir di Pankisi Gorge, Georgia, dengan nama Tarkhan Batirashvili. Sersan Tarkhan pernah bertugas di militer Georgia dan dibebastugaskan lantaran menderita sakit TBC. Tarkhan masuk bui lantaran menyimpan senjata api tanpa izin. Penjara mengubah Tarkhan menjadi Omar yang militan. Dia bergabung dengan kelompok militan Chechnya dan berangkat berperang ke Suriah dan menjadi komandan militer Negara Islam alias ISIS.

Dendam Chechnya kepada Rusia memang sudah berurat dan berkarat. Permusuhan penduduk Chechnya dengan Rusia bisa ditelusuri hingga Perang Rusia-Persia pada awal abad ke-18. Ketika Chechnya, Dagestan, dan Ingushetia, mendeklarasikan kemerdekaan, pada Desember 1917, Tentara Beruang Merah meruntuhkan negara yang masih belia itu. Di bawah kekuasaan Uni Soviet, Chechnya menjadi “anak tiri”. Bukan cuma diperlakukan buruk, mereka juga selalu dicurigai. Perang terbuka antara warga Chechnya yang mayoritas muslim dengan tentara Beruang Merah kembali pecah pada 1991 setelah wilayah itu menyatakan memerdekakan diri dari Rusia.

Berita lainnya adalah kelompok radikal ISIS telah menewaskan seorang komandan senior Garda Revolusioner Iran di Suriah. Dalam statemennya, seperti dilansir kantor berita AFP, Jumat (9/10/2015), pihak Garda yang merupakan pasukan elit militer Iran menyatakan, Jenderal Hossein Hamedani tewas dalam serangan ISIS pada 8 Oktober waktu setempat di wilayah Aleppo, Suriah utara. Garda Iran bahwa Hamedani selama ini memainkan peran penting dalam meningkatkan perlawanan garis depan Iran terhadap para teroris ISIS.

Berita Menyerang Kelompok Teror, Tapi Tetap Membesarkannya

Bom meledak di kantor majalah pro ISIS bernama Adimlar di Istanbul, Turki, pada 25 Maret 2015. Akibat ledakan tersebut, satu orang penulis tewas. Seperti dilansir CNN, (27/3/2015), ledakan bom itu juga melukai pemimpin redaksi majalah tersebut, dan 2 karyawan lainnya. Majalah Adimlar diketahui mendukung ISIS. Mereka juga secara teratur menerbitkan artikel anti Amerika Serikat. Pemimpin redaksi majalah Adimlar, Ali Osman Zor mengalami luka memar. Ali Osman sendiri pernah dipenjara di Turki karena kasus terorisme. Dari berita singkat ini, masyarakat global jadi mengetahui ISIS memiliki media massa dan mereka akan berusaha mengaksesnya.

Kematian jihadis ISIS asal Prancis, David Drugeon tewas dibombardir koalisi di dekat kota Aleppo, Suriah pada 5 Juli 2015. Drugeon merupakan anggota jaringan militan veteran Al-Qaeda yang kerap disebut Kelompok Khorasan, yang merencanakan serangan-serangan terhadap Barat. Drugeon adalah ahli bahan peledak, dia melatih para ekstremis lainnya di Suriah dan berupaya merencanakan serangan lainnya terhadap target-target Barat.

Serangan udara terhadap iring-iringan pemimpin kelompok militan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) Abu Bakr al-Baghdadi di Irak menewaskan sedikitnya 8 tokoh senior. Namun al-Baghdadi dilaporkan lolos dari serangan ini. Serangan lainnya di Suriah juga menewaskan seorang militan ISIS asal Prancis, Abu Bakr al-Turkmani di Tal Afar, Irak utara. Korban merupakan “fasilitator budak” yang terlibat dalam perdagangan seks kaum wanita Yazidi.

Otoritas Turki menahan 251 orang tersangka jihadis ISIS dan militan Kurdi dalam operasi terpadu. “Total 251 orang telah dibawa untuk ditahan atas keanggotaan kelompok-kelompok teroris,” demikian statemen kantor Perdana Menteri Turki seperti dilansir AFP, Jumat (24/7/2015). Operasi penangkapan itu dilakukan di 13 provinsi di seluruh Turki. Dalam operasi tersebut, polisi menggerebek alamat-alamat di sejumlah distrik Istanbul dan wilayah lainnya untuk mencari anggota ISIS, Partai Pekerja Kurdi (PKK) dan kelompok militan lainnya. Kantor berita Dogan melaporkan, 140 alamat digerebek di 26 distrik di Istanbul dalam operasi yang melibatkan sekitar 5 ribu polisi tersebut. Operasi penangkapan ini dilakukan setelah serangan bom bunuh diri di Suruc, sebuah kota Turki di perbatasan Suriah pada 20 Juli lalu.

Penangkapan dan pengadilan terhadap militan ISIS juga dilakukan sejumlah negara. Otoritas Turki pada 11 Agustus 2015 mengumumkan penangkapan 23 warga asing termasuk wanita dan anak-anak, yang mencoba masuk ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS via kota Kilis di perbatasan bagian tenggara. Mereka yang ditangkap itu berasal dari Indonesia, China, Rusia dan Ukraina.

Pengadilan di Turki menetapkan penahanan dua jurnalis Inggris, Jake Hanrahan dan Philip Pendlebury yang bekerja untuk Vice News, media yang berbasis di Amerika Serikat. Keduanya dikenai dakwaan teror. Kasus ini menimbulkan keprihatinan akan kebebasan pers. Dua reporter asal Inggris dan penterjemah mereka yang warga Irak, telah dikenai dakwaan “terlibat dalam aktivitas teror” yang mengatasnamakan kelompok ISIS. Vice News, saluran media berbasis Internet yang menghasilkan laporan video mendalam. Organisasi HAM, Amnesty International menyerukan pembebasan kedua wartawan Inggris.

Sedangkan pengadilan militer Rusia menjatuhkan hukuman penjara 17 tahun kepada Gadzhi Magomedov karena bertempur mendukung kelompok militan ISIS di Suriah. Pengadilan menyatakan seperti diberitakan harian lokal, Kommersant, Magomedov secara ilegal pergi ke Suriah dan setelah menjalani pelatihan, dia memutuskan untuk bergabung dengan ISIS dalam perang melawan pasukan pemerintah Suriah. Magomedov ditahan di Mesir pada Oktober 2014 dan kemudian dideportasi ke Rusia. Jaksa penuntut umum telah menuntut hukuman 20 tahun penjara atas Magomedov. Sebelumnya, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan, sekitar 7 ribu orang dari Rusia dan negara-negara bekas Uni Soviet mungkin bertempur bersama ISIS. Putin menegaskan dirinya tak ingin melihat mereka kembali ke negara-negara asal mereka secara massal.

Otoritas Bulgaria menangkap tiga warga Belanda yang diburu atas dakwaan terorisme. Ketiganya dibekuk saat mencoba melintasi perbatasan untuk masuk ke wilayah Turki. Ketiganya terdiri dari dua pemuda berumur 22 tahun dan 18 tahun, serta seorang gadis berumur 17 tahun. Ketiganya masuk dalam surat perintah penangkapan Eropa yang dikeluarkan oleh negara asal mereka karena “partisipasi dalam organisasi teroris”. Bulgaria dikenal sebagai titik perlintasan besar bagi warga Eropa yang akan bergabung dengan kelompok militan ISIS di Suriah dan Irak.

Mengapa Media Tertarik?

Salah satu teori komunikasi massa yaitu “Model Agenda setting” diperkenalkan M.E Mc. Combs dan D.L Shaw dalam “Public Opinion Quarterly” terbitan tahun 1972 berjudul “The Agenda-Setting Funcition of Mass Media”. Kedua pakar tersebut mengatakan bahwa “jika media memberikan tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting”. Disimpulkan bahwa meningkatnya nilai penting suatu topik pada media massa menyebabkan meningkatnya nilai penting topik tersebut pada khalayak.

David H. Heaver dalam karyanya berjudul “Media Agenda Setting and Media Manipulation” pada tahun 1981 mengatakan, pers sebagai media komunikasi massa tidak merefleksikan kenyataan, melainkan menyaring dan membentuknya seperti sebuah kaleidioskop yang menyaring dan membentuk cahaya (the press does not reflect reality, but rather filters and shapes it, much as a caleidoscope filters and shapes it).

Menurut Alexis S Tan, media massa mempengaruhi kognisi politik dalam dua cara media secara efektif mengkonfirmasikan peristiwa politik kepada khalayak dan media mempengaruhi persepsi khalayak mengenai pentingnya masalah politik.

Sementara itu Manhein dalam pemikirannya tentang konseptualitas agenda yang potensial untuk memahami proses agenda setting menyatakan bahwa agenda setting meliputi tiga agenda yaitu, agenda media, agenda khalayak, dan agenda kebijaksanaan.

Masing-masing agenda itu mencakup dimensi-dimensi sebagai berikut : pertama, untuk agenda media, dimensi-dimensi yaitu visibility (jumlah dan tingkat menonjol bagi khalayak), audience salience (tingkat menonjol bagi khalayak) (relevansi isi berita dengan kebutuhan khalayak) dan valence (menyenangkan atau tidaknya cara pemberitaan bagi suatu peristiwa). Kedua, untuk agenda khalayak, dimensi-dimensi familirity (keakraban atau derajat kesadaran khalayak akan topik tertentu), personal salience (penonjolan pribadi atau relevansi kepentingan dengan ciri pribadi) dan favorability (kesenangan atau pertimbangan senang atau tidak senang akan topik berita). Ketiga, untuk agenda kebijaksanaan, dimensi-dimensi support (dukungan atau kegiatan bagi posisi suatu berita tertentu), likelihood of action (kemungkinan kegiatan atau kemungkinan pemerintah melaksanakan apa yang diibaratkan) dan freedom of action (kebebasan bertindak atau nilai kegiatan yang mungkin dilakukan pemerintah).

Di sisi lain, setidaknya ada beberapa alasan mengapa media “ikut memanfaatkan” peristiwa terorisme antara lain pertama, kejahatan selalu merupakan good news bila perhatian utamanya hanya menjual koran atau program televisi. Kedua, terorisme merupakan sebuah sajian berita yang memiliki nilai berita yang sangat tinggi. Ketiga, media membawa banyak cerita dengan kandungan kekerasan,politik, dan kekuasaan karena merasa publik memintanya agar tahu persis tentang aspek-aspek kehidupan yang mengecam mereka. Keempat, kehidupan khalayak yang “membosankan” karena disiksa rutinitas tidur, berangkat, dan bekerja, membutuhkan berita-berita kekerasan dan seks sebagai thrill (gairah, getaran). Kelima, ada kelompok orang yang menyatakan simpati pada tujuan para teroris dan koruptor, dan media mengeksposnya karena menganggapnya unik atau demi covering both sides.

Literasi media terhadap komunitas jurnalis baik internasional dan nasional terkait pemberitaan mengenai terorisme adalah merupakan sebuah keniscayaan. Setelah itu dilaksanakan terus menerus dan global, selanjutnya terserah media massa baik internasional, nasional dan lokal dalam menyikapi masalah terorisme ke depan. “Good news is a news which is contributed to maintain state security, because its necessary to reach public welfare”. Mungkin, idioms itu yang harus dikedepankan media massa di era global sekarang ini. Selamat mencoba.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com