Daftar Dosa Beberapa Perusahaan Tambang Asing di Indonesia

Bagikan artikel ini

Tim Riset Global Future Institute (GFI)

Indonesia sebenarnya kaya akan sumberdaya alam, namun posisi tawar Indonesia di hadapan negara-negara asing tetap saja lemah. Sudah barang tentu karena sumber segala keruwetan adalah UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara.

Indonesia sebenarnya kaya akan sumberdaya alam, namun posisi tawar Indonesia di hadapan negara-negara asing tetap saja lemah. Sudah barang tentu karena sumber segala keruwetan adalah UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Melalui UU ini, ternyata banyak sekali pasal yang menguntungkan perusahaan tambang asing dan merugikan masyarakat. Singkat cerita, UU  pemerintah telah melepaskan perannya dalam pengelolaan sumberdaya alam dan menyerahkan kepada para pemodal asing.

Pasal 2 misalnya menyebutkan, bahwa pertambangan mineral dan/atau batubara dikelola berazaskan manfaat, keadilan, dan keseimbangan. Berarti, selama pemerintah memandang adanya kepemilikan asing bisa menguntungkan, maka kepemilikan modal mayoritas dari perusahaan asing boleh-boleh saja.

Tapi nyatanya, beberapa perusahaan tambang asing justru malah menjadi sumber bencana bagi masyarakat Indonesia.

PT Freeport McMoran Indonesia 

Inilah tantangan besar bagi para calon presiden yang akan berlaga pada 8 Juli mendatang. PT Freeport Indonesia yang saham mayoritasnya dikuasai perusahaan tambang Amerika Serikat, hingga detik ini telah berhasil menyedot kekayaan emas sekitar 1500 ton emas. Namun pengelolaan tambang emas itu sama sekali tidak membawa pengaruh nyata bagi kesejahteraan masyarakat Papua itu sendiri.

PT Freeport McMoran Indonesia adalah perusahaan tambang paling tua yang beroperasi di Indonesia. Perusahaan tambang Amerika ini sering dianggap mendikte kebijakan pertambangan di Indonesia. Salah satu bukti, Kontrak Karya PT Freeport Indonesia ditetapkan sebelum diberlakukannya UU Nomor 11/1967 tentang Pertambangan umum.

PT Freeport yang berlokasi di  Grasberg dan Easberg, Pegunungan Jaya Wijaya, menguasai 81,28% saham, sedangkan PT Indocopper Investama sebesar 9,36%, dan pemerintah Indonesia sebesar 9,36%.

Luas konsesi yang diberikan kepada Freeport pun luar biasa, 1,9 juta hektar lahan di Grasberg dan 100 km2 di Easberg.

Namun, kehadiran Freeport justru menjadi bencana bagi masyarakat Papua daripada berkah. Bayangkan. Penambangan yang dilakukan Freeport telah menggusur ruang penghidupan suku-suku di pegunungan tengah Papua. Tanah-tanah adat tujuh suku, di antaranya suku Amungme dan Nduga, telah dirampas sejak awal masuknya Freeport.

Limbah tailling yang dihasilkan PT Freeport telah menimbun 110 km2 wilayah  Estuari dan mengalami pencemaran linkungan. Sekitar 20-40 km bentang sungai Ajkwa beracun dan 133 km2 lahan subur terkubur akibat pembuangan limbah tailing tersebut.

Ketika banjir tiba, kawasan-kawasan subur di lokasi itupun tercemar. Perubahan arah sungai Ajkwa pada perkembangannya telah menyebabkan banjir, kehancuran hutan-hutan tropis(21 km2), dan menyebabkan daerah yang semula kering menjadi rawa.

Kau perempuan di Papua tidak bisa lagi mencari siput di sekitar sungai yang merupakan sumber protein bagi keluarga. Gangguan kesehatan juga terjadi akibat masuknya orang luar ke Papua. Timika, kota tambang PT Freeport Indonesia, merupakan kota dengan penderita HIV/AIDS tertinggi di Indonesia.

PT Newmont Nusa Tenggara (NNT)

PT NNT ini, 80% sahamnya dikuasai oleh PT Newmont Mining Corp, sisanya sebear 20% dimiliki oleh PT Pukuafu Indah milik Yusuf Merukh. Sedangkan investasi yang ditanam sebesar 1,9 miliar dolar Amerika.

Luas konsesi yang diberikan kepada NNT seluas .1.127.134 hektar lahan, meliputi wilayah pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Mulai berproduksi sejak tahun 2000.

Metode pertambangan NNT ini sudah selayaknya perlu diawasi secara intensif. PT NNT menggunakan metode pertambangan open pit(tambang terbuka) dan membuang limbah sisa olahan dengan menggunakan sistem submarine tailing disposal(STD).

Berarti, sedikitnya 110 ribu ton tailing telah dibuang ke laut setiap hari oleh perusahaan tersebut.

Bukan itu saja. Beberapa sentra pemukiman seperti di Desa Tongo Sejorong di lingkar tambang sekarang sudah tidak dapat menjalankan kegatan pertanian secara normal, karena praktek pertambangan yang boros air telah berakibat timbulnya kekeringan lingkungan sekitar.

Para nelayan di pesisir pantai Sumbawa Barat seperti Pantai Benete, Labu Lalar, dan Poto Tano, sekarang tidak lagi dapat memperoleh ikan dari perairan mereka. Akibat tercemar tailing, para nelayan di Kabupaten Lombok Timur yang menggantungkkan penghidupannya terhadap potensi perikanan selat alas, telah kehilangan sejumlah besar hasil tangkapan ikan.

PT Newmont Minahasa Raya

Perusahaan tambang Amerika Newmont Indonesia Ltd ini menguasai 80% saham pertambangan dan sisanya 20% dimiliki PT Tanjung Serapung. Perusahaan tambang  yang berlokasi di Minahasa, Sulawesi Utara itu, dikenal memiliki reputasi buruk dengan munculnya kasus Buyat. Saat ini diperkirakan ada 5 juta ton tailing di Teluk Buyat sejak Newmont mengakhiri tambangnya tahun 2003.

Akibat penambangan PT Newmont tersebut, kini 80% dari 266 warga Teluk Buyat mengalami gangguan kesehatan, mulai dari kesehatan kulit hingga reproduksi. Logam berat Arsen telah mencemari sumur-sumur warga di Kampung Ratatotok dan Buyat sejak Newmont menambang.

Alhasil, pada Juni 2005, 68 Kepala Keluarga Buyat pantai memutuskan untuk pindah pemukiman ke Duminanga.

PT Lapindo Brantas Inc

Inilah skandal terbesar yang dilakukan perusahaan tambang. Berlokasi di Blok Brantas, Jawa Timur, Lapindo Brantas Inc dibentuk pada 1996 dengan membeli saham milik HUFFCO dan menjadi operator kontrak bagi hasil Blok Brantas, Jawa Timur.

Komposisi pemilikan saham, PT Medco E&P Brantas 32%, Santos(Brantas) Pty Ltd 18%, dan PT Energi Mega Persada 50%.

Akibat kelalaian Lapindo, pada 29 Mei 2006, lumpur panas menyembur dari sumur Banjar Panji-1 di desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Sidoardjo, Jawa Timur.

Semburan lumpur tersebut telah menimbulkan korban setidaknya 21 ribu jiwa atau lebih dari 3.500 KK mengungsi, belasan desa terendam, ratusan hektar lahan pertanian terendam, puluhan bangunan sekolah terendam, dan tak kurang 20 perusahaan tutup.

Bahkan semburan lumpur Lapindo tersebut telah meningkatkan angka pengangguran akibat kehilangan pekerjaan. Kejadian ini juga telah melumpuhkan transportasi jalan tol Porong, Gempot, dan Surabaya, yang kerugiannya juga mengimbans pada perusahaan-perusahaan jasa angkutan dan transportasi ekonomi lainnya.

CNOOC SES Ltd dan BP Java West Ltd

Tumpahan minyak di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu telah terjadi sejak Desember 2003. Ketika pertama kali ditemukan gumpalan minyak(tar ball) di sekitar Pulau Pabelokan. Tumpahan minyak semakin meluas hingga awal Mei 2004. Sehingga mencemari kawasan Taman Nasional Laut di Pulau Seribu.

Hal ini tidak saja mencemari perairan laut sekitar Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, melainkan juga telah mencemari pulau-pulau sekitarnya. Terbanyak terjadi pada 2003 hingga mencapai 78 pulau.

Meski hasil penyelidikan dan uji lab atas sampel minyak yang terpapar sangat identik dengan crude oil yang berasal dari sumur-sumur CNOOC, namun tetap sulit untuk menjerat siapa yang paling bertanggung jawab.

Usaha untuk memperkarakan pencemaran Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu oleh tim terpadu justru malah dihentikan penegak hukum yaitu kepolisian dengan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan(SP3).

Inilah bukti nyata betapa kuatnya pengaruh perusahaan tambang multinasional dalam mempengaruhi kinerja para penegak hukum.

PT Nusa Halmahera Minerals Ltd(PT NHM)

Perusahaan tambang jenis produksi emas ini berlokasi di Pulau Halmahera. Newcrest Singapore Holdings Pte Ltd (Australia) menguasai saham 82,5%, dan sisanya PT Aneka Tambang (Indonesia) 16,5%.

PT NHM inilah.salah satu dari 13 perusahaan skala besar asing yang berhasil mendorong amandemen UU Kehutanan Nomor 41 tahun 1999 yang melarang pertambangan terbuka di hutan lindung.

Dengan UU kehutanan baru, PT NHM lalu menyelesaikan penggalian lubang tambangnya di Toguraci yang semula merupakan hutabn lindung dan hutan adat suku Soa Pagu.

Bahkan saat ini, PT NHM telah meluaskan operasinya ke kawasan Anggrek, Langsa, Donga, Maruwit, dan Kayu Manis. Kawasan tersebut adalah kawassan hutan adat Soa Pagu.

Tidak sampai di situ saja daftar dosa PT NHM. Lubang bekas pertambangan seperti di lubang tambang (pit) Gosowong, dibiarka begitu saja. Padahal masih menyisakan bahan galian/bijih emas dan perak, serta longsoran yang dapat menimbulkan air asam tambang dan berpotensi mencemari badan sungai Tobobo.

Diduga limbah PT NHM juga mencemari teluk KAO. Terbukti sejak PT NHM beroperasi, ikan teri dan udang kecil menghilang dari kawasan tersebut.

Padahal dulunya adalah sentra penghasil teri di kawasan Halmahera Utara. Alhasil, ratuan orang sekarang kehilangan pekerjaan. Sebagian lainnya merubah mata pencahariannya menjadi penambang galian C.

Bahkan bia kodok(sejenis kerang) yang dulunya menjadi sumber protein bagi petani menjadi susah dicari. Air sungai pun keruh dan tak bisa lagi diminum.

PT Kaltim Prima Coal (KPC)

Perusahaan yang bergerak dalam jenis galian batubara ini, berlokasi di Kalimantan Timur. Saham dimiliki oleh Bumi Resurces yang sebelumnya dimiliki oleh Rio Tinto dan BP.

PT KPC membebaskan lahan warga dengan dalih peruntukan jalur hijau. Perusahaan ini juga menggusur tanah milik kelompok tani Bersatu Desa Sepaso Kutai Timur. Ada 60 hektar lahan  kelompok tani dirusak dan dibor KPC.

Aktivitas penambangan KPC mengakibatkan air sungai Sengata menjadi tak bisa diminum karena limbah batubara. Selain itu, penambangan batubara juga mencemari udara.

PT INCO

PT Inco beroperasi lebih dari 30 tahun di Indonesia. Saham mikik CVRD/Inco-Brazil , INCO Limited dan Sumitomo.

Yang menjadi soal adalah, sebagian kawassan tambang berada di hutam lindung. Karena PT Inco menyerobot hutan damar dan rotan milik masyarakat adat. Menurut informasi, ketika membangun kota kecil di Soroako, PT Inco menghargai tanah petani dengan sangat murah.

Sawah warga Dongi diubah jadi lapangan golf. Warga terpaksa membangun rumah di atas limbah batuan. Sebagian warga Soroako dipaksa meninggalkan danau Towuti yang berlumpur dengan kadar E-coli menjadi 2400 ppjm. Normalnya,  sebenarnya hanya 200 ppm.

Tidak ada layanan kesehatan, pendidikan, listrik, atau air bersih. Asap hitam-coklat dari pabrik membuat Soroako dan sekitarnya dipenuhi debu. Inilah bukti bahwa PT Inco telah berbohong bahwa dalam kegiatannya akan ramah lingkungan.

Kerusakan lingkungan yang terjadi tidak sebandeing dengan royalti 0,015%/kg nikel kepada pemerintah Indonesia dengan sewa lahan hanya US$ 1,5/ha per tahun. PT Inco hanya memperkerjakan 5% penduduk lokal yang kebanyakan menjadi pekerja kasar.

Pantas Bung Karno pernah bilang, kita ini negara kuli dan kuli di antara bangsa-bangsa.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com