Demokrasi Pancasila Dalam Cengkraman Liberalisme (Bagian 1)

Bagikan artikel ini
Samuel Lengkey, Direktur Eksekutif Jaringan Analisis Strategis, Pendiri Lembaga Kajian Ilmu Hukum 1708, Managing Director Mahapatih Law Firm, Haggai Institute, Sarjana Hukum Univ. 17 Agustus, Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum Univ. Jayabaya
Pergulatan pemikiran makna ideologi Pancasila telah membawa Profesor Kaelan terus menjelajahi kekayaan peradaban bangsa Indonesia yang selama ini sudah dilupakan oleh generasi Indonesia, dan kekayaan peradaban itu telah menjadi endapan sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Indonesia memiliki sejarah dan sejarah itu terkubur oleh perjalanan politik bangsa ini, padahal sejarah bangsa itulah yang telah melahirkan negara baru, negara yang mampu menginspirasi perlawanan terhadap imperialisme, kekayaan peradaban bangsa ini terurai secara jelas dan tegas dalam ideologi bangsa yakni Pancasila.
Sebagai peneliti muda yang beraktivitas dalam dunia hukum, khususnya tata negara, membedah buku Profesor Kaelan merupakan sebuah kehormatan yang besar sekaligus sebuah tantangan yang sangat sulit untuk dilakukan. Karena pengalaman, pengetahuan yang dimiliki belum sekaya, seluas, sedalam dan setajam pemikiran Prof. Kaelan. Membedah Buku dengan judul Liberalisasi Ideologi Negara Pancasila, merupakan buku yang mengupas secara tajam dan mendalam tentang posisi ideologi Pancasila dalam pertarungan ideologi global. Buku ini tidak mudah dipahami, rumit analisanya, sulit diikuti alur berpikirnya, kondisi ini membuat saya kesulitan untuk menggapai berbagai ungkapan dan makna yang disajikan dalam buku ini.
Walaupun dengan usaha berpikir keras dan tertatih-tatih terus membaca, menggali untuk mencoba membahas Buku Prof. Kaelan. Ini merupakan tantangan akademis yang akan mempertajam daya kritis intelektual muda dalam memamahi ideologi Pancasila secara kontemporer, apalagi bedah buku ini untuk disampaikan dalam acara nasional yang sangat besar dan dihadiri oleh para negawaran, pemimpin nasional dan purnawirawan TNI AD. Sebagai peneliti muda, tantangan ini diurai sesuai dengan latar belakang pendidikan, pengalaman, dan pemahaman yang dimiliki.
Pancasila dalam Komparasi Ideologis 
Rumusan tentang ideologi pertama kali diperkenalkan oleh filsuf Perancis Destuut de Tracy, mantan seorang tahanan politik dan pendiri Institut National pada tahun 1796 dalam bukunya elemens d’ideologie. Tracy memperkenalkan jurusan moral dan politik sebagai ilmu pengetahuan baru dengan merumuskan berbagai ide sebagai satu rangkaian kombinasi bersama.3 Ilmu pengetahuan yang membahas tentang rangkaian kombinasi pemikiran itu dinamakan ideologi yakni ilmu tentang ide.4 Secara geneologis, ideologi merupakan ilmu pertama yang membahas tentang dasar tata bahasa, logika, pendidikan, moralitas dan paling tingginya adalah seni. Seni ini ditafsirkan secara luas, yaitu basis pengaturan masyarakat, sehingga manusia bisa mendapatkan jalan untuk membantu jalan keluarnya. Ideologi itulah yang akan membantu manusia untuk mengenali perilaku manusia, membantu memahami dunia manusia itu sendiri, dan membantu menata struktur sosial manusia sesuai kebutuhan dan keinginannya.5
Ideologi merupakan sentralisasi pemikiran dan ruang kajian utama untuk menggambarkan kondisi sosial perilaku masyarakat dan praktik politik dengan segala rangkaian kegiatan politknya.6 Ideologi secara konseptual sering ditafsirkan secara deskriptif sebagai sistem, cara berpikir, sistem kepercayaan atau praktik-praktik simbolik yang berhubungan erat dalam aktivitas sosial, dan lebih utama adalah kegiatan dan agenda politik. Ideologi sering digunakan sebagai proses pembenaran atas hubungan kekuasaan yang tidak simetris dan pembenaran secara dominan.7
Berbagai penafsiran tentang ideologi melahirkan berbagai kerangka konseptual teoritis tentang ideologi dan berbagai rumusan konseptual ideologi melahirkan pertentangan dan benturan teoritis. Beberapa rumusan dan konsep ideologi yang sering menjadi rujukan dalam sistem politik dan perilaku sosial masyarakat, yakni liberalisme, neoliberalisme, Sosialisme Komunisme, Borjuis, Totalitarianisme, fundamentalisme-radikalisme.8
Liberalisme berdiri kokoh diatas argumentasi John Locke dan Hobbes, Locke dengan jelas menyatakan “gagasan kebebasan absolut menjadikan siapa saja untuk melakukan apapun yang disenanginya, saya memastikan kebenaran dalil ini seperti matematika”.9 Hobbes sendiri mendefinisikan kebebasan adalah “tiadanya rintangan eksternal untuk bergerak, dalam hal ini kebebasan itu seperti air dan sesuai kebutuhannya“. 10 Definisi hak alamiah manusia menurut Locke dan Hobbes menempatkan kedaulatan atas dirinya sendiri, setiap orang bebas untuk melakukan apa yang diinginkannnya.11
Hak setiap orang secara alamiah untuk hidup dan bebas, semua pemilik hak secara alamiah berhak mendapatkan perlindungan atas hak-hak yang ia miliki. hak alamiah tersebut mendapatkan tempat yang utama dalam rasionalisme, bahwa kemampuan berpikir secara rasional untuk mendapatkan haknya, memperjuangkan haknya dan mempertahankan hak-haknya.12 Pada hakikatnya semua manusia sama, walaupun seseorang itu dilahirkan dari keluarga miskin, keluarga kaya, di istana ataupun di gubuk. Kesadaran atas hak manusia itu merupakan hasil dari pencerahan manusia dalam memahami dirinya sendiri.13
Liberalisme baru berdiri dari liberalisme klasik, namun new liberalism dinamakan neoliberalisme yang rumusan pemikirannya berada dalam bidang ekonomi untuk mengadvokasi pasar bebas, kebebasan individu, intervensi negara, dan merupakan teori relasi antarnegara, pasar individu dan masyarakat dalam sistem perekonomian yang berlandaskan kapitalisme.14 Karena itu, paham neoliberalisme merupakan upaya koreksi terhadap kekurangan dan kelemahan yang terdapat dalam paham liberalisme klasik.15 
Sosialisme komunisme sebagai ideologi lahir untuk melawan ideologi liberal yang telah membentuk kelompok masyarakat yang kapitalis yang menyengsarakan rakyat. Sosialisme menurut Theimer merupakan “gagasan bahwa kekayaan dunia ini merupakan milik semua, bahwa kepemilikan bersama lebih baik daripada milik pribadi”. Kepemilikan bersama akan menciptakan dunia ini semakin baik, membuat ekonomi semua orang stabil, kepemilikan bersama akan menghapus jurang antara orang kaya dan orang miskin, akan menggantikan usaha mengejar keuntungan pribadi dengan kesejahteraan umum.16 Dengan demikian sumber segala keburukan sosial akan dihilangkan, tak ada lagi perang dan semua orang akan menjadi saudara.17
Konsep pemikiran komunisme dianggap paling jelas dan paling lengkap, dibandingkan dengan konsep sosialisme.18 Karena itu, cita-cita sosialisme klasik telah menginsirasi Marx saat ia melarikan diri ke Paris dan itu yang mengantar dia untuk merumuskan karya ideologinya Manifesto Komunis. Kata-kata pembukaan manifesto komunis ditulis “ada hantu berkeliaran di eropa, hantu Komunisme”. Kekuatan revolusi ideologi ini, pada masa lalu telah menjadi sebuah kekuatan politik dan ideologi yang paling dahsyat, hampir semua negara didunia ini yang memilliki kekuatan politik komunis secara langsung dan tidak langsung selalu berusaha merebut kekuasaan.19 Pemikiran Karl Marx telah mengubah kekuatan dunia untuk melakukan perubahan atas dominasi kapitalisme. Marxisme telah menjadi inspirasi gerakan revolusi dan perjuangan kaum buruh, bahkan formula Marx telah merangsang perkembangan sosiologi, paham sosialisme, ilmu ekonomi dan filsafat kritis.20
Kritik Marx terhadap kapitalisme21 yang telah menyebapkan penderitaan bagi masyarakat, karena bentuk kapitalisme menjadi dasar dan alasan untuk ditentukannya hak kepemilikan pribadi dan ini menyebabkan pengaruh yang sangat luas dan siginifikan dalam masyarakat yang mengakibatkan masyarakat terpecah dalam dua kelompok masyarakat, yakni kelompok yang memiliki hak miliki pribadi dan mereka yang tidak memiliki hak milik pribadi. Maka, kelompok masyarakat yang memiliki hak milik pribadi inilah yang memiliki dan menguasai modal dan alat-alat produksi.22
Borjuis atau Borjasi muncul ditemukan pertama kali dalam dokumen kerajaan tahun 1134 di Paris. Borjuis dianggap sebuah kelas dalam struktur masyarakat Paris saat itu yang membingungkan kaum bangsawan. Kaum borjuis dianggap sebagai suatu fenomena baru karena tidak dapat diklasifikasikan,23 karena kelompok ini dalam struktur masyarakat dianggap bukanlah kelompok hamba, bukan pula kelompok pekerja, namun mereka adalah penduduk kota yang tidak masuk dalam struktur sosial masyarakat pada saat itu. Kelas masyarakat ini, dianggap cukup menggangu kaum bangsawan dan kerajaan, karena kaum bangsawan dan kerajaan tidak menginginkan menyerahkan kekuasaan apapun kepada kelas sosial baru ini. Kelompok masyarakat ini pun tidak dibatasi oleh janji atau kesetiaan lama kepada monarkhi.
Borjuis telah menjadi sebuah kekuatan kelas baru yang bertumbuh dan berkembang dalam masyarakat dengan mengembangkan perilaku sosial yang baru, beraneka ragam, aksen, gaya hidup, tata krama, kekayaan, namun mereka bukan kelas kuturunan sosial. Kelas sosial ini dianggap mengancam strata sosial kelas bangsawan, karena kelas ini menjadi kekuatan sosial baru (haute bourgeoisie) dibawah kelas para bangsawan.24
Totalitarianisme lahir dari benih-benih pemikiran Rousseau,25 ia meletakkan dasar identifikasi kehendak individu kepada masyarakat. Kehendak negara harus identik total dengan kehendak individu. Sebagai konsekwensi paham ini, bahwa setiap individu secara total juga terhisap ke dalam negara. Pemahaman ini mengisaratkan negara menjadi berkuasa mutlak kepada rakyatnya, sehingga tidak ada cara yang sungguh-sungguh untuk memastikan apakah negara mengikuti kepentingan rakyatnya ataukah rakyat yang mengikuti kepentingan negara. Posisi ini menempatkan wilayah golongan atau kaum minoritas untuk dipaksa menyesuaikan diri dan jika tidak, mereka bisa disingkirkan. Menurut Kaelan, Ideologi Totalitarianisme sangat berbeda, karena totalitarianism tidak mengakui oposisi, seperti dalam ideologi borjuis, selain menipu pembagian sosial (social division), pencarian eksplisit totalisasi menggantikan tugas implisit dan tidak berkesudahan dan sesuatu yang tersembunyi.26
Fundamentalisme memiliki berbagai arti, pengertian dan pemahaman, namun fundamentalisme merupakan pemahaman yang dalam, dengan kepercayaan yang sangat kuat terhadap sebuah ajaran dan tidak kompromi terhadap ajaran yang lain. Fundamental mengganggap ajaran dan kepercayaan terhadap apa yang diyakini sebagai sesuatu yang benar dan ajaran yang lain dianggap salah. Fundamentalisme ajaran lahir atas perlawanan para teolog Protestan di Amerika untuk melawan teori Darwin tentang evolusionism yang sempat mengguncang iman umat Kristen pada tahun 1859.27 Para pendeta dari berbagai kelompok, baik konservatif dan evangelical bersatu untuk membuat gerakan pemikiran Darwin dengan membuat buku The Fundamentalsa Testimony to the Truth. Isi dari buku tersebut menerangkan tentang kedudukan Alkitab sebagai kitab suci yang tidak memiliki kesalahan, Yesus Kristus adalah Allah dalam bentuk manusia, dosa bukanlah khayalan, keselamatan itu adalah anugerah Tuhan, dan gereja adalah lembaga ilahi.
Buku The Fundamentals, a Testimony to the Truth akhirnya memberikan predikat terhadap fundamentalisme ajaran gereja untuk melawan teori Darwin yang menentang doktrin agama.28 Untuk memperkuat gerakan fundamentalis dalam melawan ajaranajaran Darwinisme yang telah mempengaruhi umat Kristen, maka perkumpulan ini memperkuat ajaran ini dengan mendirikan World Christian Fundamental Association (WCFA) pada tahun 1919 yang didirikan oleh Clarence Dixon dan John Straton, asosiasi inilah yang menolak keras Darwinisme dan menjauhi ajaran modernisme.
BERSAMBUNG
(Makalah dalam bedah Buku: Liberalisasi Ideologi Negara Pancasila, yang dilaksanakan oleh Gerakan Pemantapan Pancasila di Gedung Granadi, Jl. Rasuna Said Blok XI. Kv. 8-9 Kuningan Jakarta Selatan, Selasa, 1 Maret 2016.)
CATATAN KAKI
  1. Kaelan menyatakan “nampaknya didunia ini hanya bangsa Indonesia yang mengubur filosophy sendiri, serta ideologi bangsa dan negaranya sendiri hampir 14 tahun”
  2. Buku-bukunya terdiri dari: (1) Ensiklopedi Pancasila, (2) Proses perumusan Pancasila dan UUD 1945; (3) Pancasila Secara Ilmiah; (4) Pancasila Yuridis Kenegaraan GBPP Tahun 1980; (5) Filsafat Pancasila; (6) Pancasila sebagai Ideologi Terbuka; (7) Etika Lingkungan Hidup Berdasarkan Pancasila; (8) Hakikat Sila Kemanusiaan Yang adil dan Beradab; (9) Hakekat Sila Ketuhanan Yang Maha Esa; (10) Kajian Tentang UUD Negara Amandemen 2002; (11) Filsafat Pancasila Pandangan Hidup Bangsa Indonesia 2002; (12) Hakikat Sila Keadilan Sosial dan Pelaksanaannya; (13) Revitalisasi dan Reaktualisasi Pancasila Sebagai Dasar Filsafat dan Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia; (14) Relasi Negara dan Agama dalam Perpektif Pancasila; (15) Konsistensi Nilai-Nilai Pancasila dalam UUD 1945 dan Implementasinya; (16) Fungsi Pancasila sebagai Paradigma Hukum dalam Penegakan Konstitusionalitas Indonesia, Tinjauan Semiotika-Hukum Progresif; (17) Revitalisasi Pancasila dalam Bidang Ekonomi, Sosial Budaya;(18) Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Ilmu Hukum; (19) Filsafat Bangsa di Era Globalisasi, Seminar di UGM; (20) Pancasila bagi Generasi Penerus Bangsa; (21) Pembinaan Kepribadian Pancasila; (22) Etika Politik Berdasarkan Pancasila; (23) Negara Kebangsaan Pancasila; (24) The Philosophy of Pancasila; (25) Liberalisasi Ideologi Negara Pancasila.
  3. Ideologi lahir dari argument filsafat De tracy yang menyatakan “kita tidak dapat mengetahui bendabenda dalam dirinya, tapi hanya melalui ide-ide yang terbentuk berdasarkan sensasi kita terhadap benda-benda tersebut. Jika kita akan menganalisa ide dan sensasi secara matematis, kita harus memiliki latar belakang seluruh pengetahuan ilmiah yang kuat dan dapat menarik kesimpulan secara lebih praktis”.
  4. Rumusan ideologi de Tracy tentang Ideologi yang bersumber dari ide selaras dengan ajaran Plato tentang ide-ide. Ide-ide menurut Plato adalah citra pokok dan perdana dari realitas (dalam bahasa yunani eidos yang berarti gambar atau citra), ide Plato bersifat nonmaterial, abadi dan tidak berubah. Ide inilah sebagai citra pokok, segala benda yang konkret-kelihatan terbeentuk dan mendapatkan wujudnya. Simon Petrus L Tjahjadi, Petualangan Intelektual, Konfrontasi dengan Para Filsuf dari Zaman Yunani Hingga Zaman Modern, Yoyakarta, Kanisius, 2005, hlm. 48.
  5. John Thomson, Kritik Ideologi Global, Teori Sosial Kritis tentang Relasi Ideologi dan Komunikasi Massa, Yogyakarta, IRCISoD, 2015, hlm. 44-45. Diterjemahkan oleh Haqul Yakin dari Buku Asli yang berjudul Ideologi and Modern Culture Critical Social Theory in the era of Mass Comunication, California, Stanford University Press, 1990.
  6. Kaelan menyatakan “ideologi adalah sebuah sistem simbl atau kepercayaan yang berhubungan dengan tindakan sosial ata praktik politk”, Kaelan, Liberalisasi Ideologi Negara Pancasila, Yogjakarta, Paradigma, 2015, hlm. 64.
  7. John Thomson, Analisis Ideologi Dunia, Kritik Wacana Ideologi-ideologi Dunia, Yogyakarta, IRCISoD, 2014, hlm. 14-15. Diterjemahkan oleh Haqul Yakin dari Buku Asli yang berjudul Study in Theory of Ideologi, California, Stanford University Press, 1990.
  8. Kaelan, Op. Cit, hlm. 87-110
  9. Betrand Russell, Sejarah Filsafat Barat, Kaitannya dengan Kondisi Sosio Politik Zaman Kuno hingga Sekarang, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2007. Diterjemahkan oleh Sigit Jatmiko, dkk dari buku asli berjudul History of Western Philosophy and its Conection with Political and Social Circumtances from the earliest Times to the Present Day, London, George Allen and Unwin LTD, 1946.
  10. Ibid., hlm. 726-727
  11. Bagi Hobbes, kebebasan itu seperti air yang bebas mengalir kemana saja ia inginkan, bahwa kebebasan itu adalah penyebab, dan dalam pengertian tersebut kebebasan itu berarti kebutuhan dan kebutuhan itu mengikat manusia.
  12. Pendapat itu selaras dengan Kaelan yang menyatakan “paham liberalisme berkembang dari akarakar rasionalitas yaitu paham yang meletakkan rasio sebagai sumber kebenaran tertinggi, materialism yang meletakkan materi sebagai nilai tertinggi, empirisme yang mendasarkan atas kebenaran fakta serta individualism yang meletakkan nilai dan kebebasan individu sebagai nilai tertinggi dalam kehidupan masyarakat dan negara. Hal ini tidak dapat dilepaskan dengan warisan pola pemikiran renaissances, yang menekankan bahwa manusia sebagai pribadi dan sebagai pusat, dan inilah yang merupakan dasar Humanisme, … lebih lanjut, paham liberalism memandang bahwa manusia sebagai manusia pribadi yang utuh dan lengkap dan terlepas dari manusia lainnya, manusia sebagai individu yang memiliki potensi dan senantiasa berjuang untuk dirinya sendiri” Kaelan, Op. Cit.
  13. Ian Shapiro, Evolusi Hak Dalam Teori Liberal, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1986, hlm. 85-86.
  14. Kaelan, ibid
  15. Jimly Asshiddiqqie, Konstitusi Ekonomi, Jakarta, Kompas, 2010, hlm. 334
  16. Cita-cita sosialisme ini sebenarnya telah ada dalam pemikiran budaya yunani kuno, Plato menyatakan pemimpin yang memimpin negara tidak boleh mempunyai milik pribadi dan tidak berkeluarga, segalanya milik bersama dan hidup menurut aturan yang sama.
  17. Franz Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx, Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2005,hlm. 14.
  18. Kaelan, Op. Cit.
  19. Ibid.
  20. Ibid.
  21. Bandingkan dengan pernyataan Clause Offe yang mulai meninggalkan teori-teori klasik kapitalisme Marx yang ia anggap sedang mengalami krisis akibat pemaknaan tentang kapitalisme tersebut sudah tidak memadai. Offe menyatakan “kapitalisma pada hakikatnya adalah formasi perekonomian dimana hasil pekerjaan masyarakat dikuasai oleh kelas pemodal”, maka menurut Offe “justru demi pelestarian sistem kapitalisme, semakin banyak bidang kehidupan masyarakat tidak lagi diorganisasikan dibawah tatanan nilai tukar, melainkan secara politis dan demi nilai pakai”. Frans Magnis Suseno, Pijar-Pijar Filsafat, Dari Gatholoco ke Filsafat Perempuan, Dari Adam Muller ke Post Modernisme, Yogyakarta, Kanisius, 2005, hlm. 176.
  22. Betrand Russel menyatakan pendapatnya tentang uraian-uraian pemikiran Rousseau bahwa “dokrindoktrinya meski mendukung demokrasi sebatas kata-kata, condong untuk membenarkan negara totaliter”. Bandingkan pernyataan Rousseau tentang kedudukan penguasa “kendati kontrak sosial memberi lembaga politik kekuasaan mutlak atas semua anggotanya, umat manusia tetaplah memiliki hak alaminya sebagai manusia. Penguasa tidak dapat menerapkan pembatasan-pembatasan yang tidak berguna bagi masyarakat, apalagi sampai memaksakannya. Namun, Penguasa adalah penilai tunggal atas apa yang berguna atau tidak berguna bagi masyarakat”. Betrand Russel…, Op. Cit.
  23. Kaelan mendefiniskan ideologi masyarakat ini sebagai “… yang hadir sebagai wacana anonym pada masyarakat, sebuah wacana dimana alam berbicara tentang dirinya. Apapun yang mendorongnya dapat menggambarkan cara pandang (world view) agama, tradisi, ideologi borjuis diatur berdasarkan idealism pengetahuan positif dan mempertanyakan acuan kepada dunia lain”. Bagi Kaelan, ideologi Borjuis “tersruktur berdasarkan satu pembagian antara ‘ide-ide’ analisa ideologi dan sesuatu yang diduga ‘real’; ‘tempat lain’ dan agama dan konsepsi mistis ditampakkan, tapi ideologi mengacu pada dirinya hanya melalui transendensi ide”. Kaelan, Op. Cit.
  24. Andrew Hussey, Paris Sejarah yang Tersembunyikan, Ciputat, Pustaka Alvabet, 2014, hlm. 90. Diterjemahkan oleh Gatot Triwira dari buku aslinya berjudul Paris The Secret History, Prancis, Musee de la Paris, 1789.
  25. Reza Watimena, Melampaui Negara Hukum Klasik, Locke-Rosseau-Habermas, Yogyakarta, Kanisius, 2007, hlm. 86.
  26. Kaelan, Op. Cit.
  27. Richard Daulay, Amerika vs Irak, Bahaya Politisasi Agama, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2009, hlm. 41-44.
  28. Ibid.
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com