Geopolitik Uang: Blockchain Sebagai Alat Geopolitik (Bagian-1)

Bagikan artikel ini

Pada kesempatan ini penulis tidak membahas uang sebagai senjata menggantikan tank pada perang modern dan masa depan seperti di tulis Robert D. Blackwill dan Jennifer M. Harris dalam buku War by Other Means: Geoeconomics and Statecraft, tetapi melompat bagaimana sistem transaksi uang digital yang dikenal sebagai blockchain bisa menjadi alat geopolitik.

Namun mengingat ini istilah baru, yang belum banyak dikenal, kecuali sahabat yang bergerak di bidang keuangan dan perbankan, maka perlu menelusuri tulisan/artikel tentang blockchain yang paling mudah untuk dipahami oleh para sahabat Adi Ketu.

Diantara banyak tulisan/artikel yang membahas tentang blockchain ini, maka menurutku para sahabat akan bisa lebih mudah mengerti bagi yang belum paham (tanpa mengabaikan sahabat yang jauh lebih paham, bahkan bila boleh minta koreksinya bila dianggap keliru) dengan membaca terlebih dahulu artikel yang ditulis oleh praktisi forex Rio Renata ini.

Apa itu Blockchain? Mengapa Blockchain menjadi fondasi mata uang kripto? Siapa Pengguna Blockchain?Apa Manfaat Blockchain?

Pertimbangkan sebelum mulai berinvestasi pada Blockchain.

A. Apa itu Blockchain?

Blockchain pada dasarnya adalah sistem penyimpanan data terdistribusi, di mana setiap data yang terekam diamankan oleh kunci kriptografik yang kekal dan tak tergantikan, sehingga upaya untuk merubah rekaman data dapat dideteksi dengan sangat mudah.

Supaya mudah dibayangkan, mari kita analogikan Blockchain sebagai suatu buku besar.

contoh#1: Setiap kali transaksi terjadi;

misalkan Agus membayar Rp 50,000 kepada Budi untuk membeli satu lusin permen, maka transaksi tersebut akan dicatat pada satu baris dalam satu laman buku besar tersebut.

Sekarang bayangkan buku besar tersebut disalin hingga 100 kali lalu dibagi-bagikan. Setiap salinan buku besar tersebut telah mencatat transaksi pertama oleh si Agus dan si Budi. Lalu, bagaimana proses pencatatan transaksi berikutnya setelah buku besar disebarkan?

Seluruh pemilik alias 100 pemegang buku besar akan secara serempak mencatat transaksi berikutnya dengan tata cara dan nilai yang sama persis.

contoh#2:

Katakanlah, si Agus ingin membeli selusin permen lagi dari si Budi, maka 100 pemegang buku besar tersebut akan berbondong-bondong mencatat transaksi tersebut di buku besarnya masing-masing dengan aturan pencatatan sama persis.

Pencatat tercepat mendapat imbalan; misalnya satu buah permen dari usahanya tersebut. Karena aturan pencatatan buku besar terbagikan inilah, inovasi Blockchain dikenal sangat aman dan sangat sulit untuk dicurangi. Penasaran, seberapa besar usaha yang harus dikerahkan untuk mencurangi sistem buku besar terdistribusi ini?

contoh#3:

Katakanlah satu salinan buku besar dimiliki oleh Citra. Karena suatu alasan tertentu, dia ingin merubah catatan transaksi pada buku besar. Namun, usaha si Citra untuk merubahnya dengan mudah terdeteksi, ketika dicocokkan dengan 99 salinan buku besar lainnya.

Praktis, dia harus menyita hampir semua salinan buku besar tersebut, lalu merubah isi baris di laman tujuan di mana transaksi tersebut tercatat pada setiap salinan buku besar. Usahanya akan jauh lebih berat lagi jika ternyata proses transaksi berikutnya masih berjalan.

Perlu dicatat, setiap laman dikunci dengan sandi kronologis, di mana setiap laman baru menyimpan jejak sandi laman sebelumnya, dan begitu pula seterusnya.

Jadi, untuk merubah isi laman tertentu tanpa terdeteksi sebagai laman korup, maka si pelaku harus membongkar paksa sandi kronologis dari laman terbaru, lalu mundur ke belakang hingga laman target. Barulah setelah itu dia bisa menulis ulang sandi kronologis untuk ditambal-sulam lagi ke laman terakhir.

Proses komputasi berat itupun harus dilakukan lebih cepat sebelum laman terbaru dikunci dengan sandi kronologis oleh pencatat transaksi lainnya. Intinya, sangat merepotkan.

Misalnya, si Citra ingin merubah catatan transaksi pada satu baris di dalam laman 3, tapi sampai saat ini para pencatat transaksi sedang sibuk mencatat di laman 10. Maka dia harus menyita mayoritas (minimal 51%) salinan buku besar lalu membongkar paksa kunci sandi kronologis dari laman 9 sampai mundur ke laman 3.

Setelah dibongkar mundur, Citra harus menambal-sulam kunci laman 10 sebelum disegel dengan sandi kronologis oleh pemegang buku besar lainnya. Itupun dengan pertimbangan bahwa setiap pemegang buku besar tidak akan menyerahkan buku besarnya dengan mudah karena dia ingin mendapat imbalan dari proses pencatatan transaksi berikutnya.

Nah, pada Blockchain, setiap “Block” berfungsi sama dengan setiap laman pada buku besar (contoh#1).

Setiap transaksi yang pernah terjadi, dari awal hingga terkini akan tersusun secara urut (kronologis) dan diamankan oleh kunci kriptografis pada setiap Block-nya, dari situlah istilah Blockchain atau rangkaian Block berasal.

Sedangkan setiap pemegang buku besar (contoh#2) adalah para Miner dengan kekuatan komputasi besar untuk menyusun sandi kronologis yang berujung pada terciptanya satu unit Block. Ah-a!

Sekarang Anda dapat memahami apa itu Blockchain tanpa harus belajar istilah-istilah komputer rumit.

B. Kenapa Blockchain Menjadi Fondasi Mata Uang Kripto?

Sistem buku besar terdistribusi (Blockchain) pertama kali diperkenalkan tahun 2008 oleh seseorang dengan nama samaran Satoshi Nakamoto di dalam proposal berjudul “Bitcoin: A Peer-to-Peer Electronic Cash System”.

Di dalam proposal itu, istilah Blockchain masih belum disebutkan, tapi konsep dasarnya menggarisbawahi Bitcoin sebagai alternatif pembayaran elektronik melalui verifikasi peer to peer.

Bitcoin menawarkan kemudahan transaksi antara pihak penjual dan pembeli di mana saja dan kapan saja, tanpa memerlukan pengesahan dari pihak institusional (agen kliring, bank, dan sebagainya.)

Proposal pembayaran online alternatif ini memang menarik, karena mampu memotong biaya dan birokrasi panjang pembayaran online tradisional. Namun yang sebenarnya lebih revolusioner adalah bagaimana sistem Bitcoin (dengan dukungan Blockchain) mampu mengesahkan perpindahan kepemilikan obyek Digital dari satu pihak ke pihak lain tanpa pihak penengah dan efek double-spending.

Sebelum inovasi Blockchain ditemukan, obyek Digital (misalnya, data file, musik atau film) dengan mudah dapat diduplikasi, sehingga siapa saja yang memiliki salinan asalnya dapat menyebarkan duplikasi kepada orang lain tanpa batasan.

Nah, double-spending adalah fenomena di mana seseorang berusaha memindahtangankan suatu obyek Digital ke pihak lain tapi obyek Digital tersebut telah diduplikasi lebih dari satu kali. Tentu saja karena kelemahan tersebut, obyek Digital kehilangan nilainya.

Alternatifnya, transaksi obyek Digital harus diverifikasi oleh intermediary atau pihak ketiga seperti misalnya agen kliring (bank) atau server tersentralisasi untuk mengecek autentikasi di dalam jaringannya. Masalah baru muncul lagi dari ketergantungan terhadap pihak ketiga ini, yaitu trust-gap dan attack-vulnerability.

Asumsinya, pengguna jasa pihak ketiga terpaksa harus mempercaya (trust-gap) pihak ketiga walaupun server utama mereka suatu saat bisa saja diretas oleh pihak tak bertanggungjawab (attack-vulnerability).

Setelah inovasi Blockchain tercipta, masalah double-spending dan ketergantungan pada pihak ketiga mampu teratasi dengan mudah.

Menurut Eric Schmidt, CEO dari Google, Bitcoin (dengan bantuan Blockchain) adalah pencapaian kriptografis termutakhir, dan kemampuan untuk menciptakan (mengesahkan) sesuatu di dalam dunia Digital yang tak dapat diduplikasi, memiliki nilai yang sangat berharga.

Karena alasan di atas, mata uang kripto seperti Bitcoin, Ethereum, Ripple dan lain sebagainya, bergantung sepenuhnya pada inovasi blockchain untuk terus bertahan di era Digital kini.

C. Siapa Saja Yang Telah Menggunakan Dan Mengembangkan Inovasi Blockchain?

Inovasi Blockchain tidak berhenti pada terciptanya Bitcoin, penerapan inovasi baru masih terus berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas, terutama dalam aspek kecepatan dan skalabilitas.

Dulu, kelemahan terbesar Blockchain Bitcoin adalah ketergantungannya pada protokol proof-of-work, di mana pengesahan setiap Block baru semakin lama semakin membutuhkan daya komputasi (mengonsumsi daya listrik) semakin besar.

Masalahnya imbalan bagi para Miner dengan protokol proof-of-work semakin lama malah semakin sedikit, karena kompetisi dan batas penciptaan Bitcoin distop pada 21 juta unit koin. Akibatnya, semakin lama, jumlah Miner semakin berkurang karena biaya operasi (untuk membeli Hardware dan menanggung biaya listrik) semakin besar, tapi imbalannya semakin kecil.

Dampak dari berkurangnya Miner tentu saja fatal, karena akan semakin mudah bagi pihak tak bertanggung jawab untuk mengambil alih 51% kekuatan komputasi Nodes (Buku Besar) untuk merekayasa rekaman transaksi. Namun saat ini, mata uang kripto baru — termasuk Bitcoin, telah mengadopsi protokol proof-of-stake yang jauh lebih rendah biaya, lebih cepat dan mudah disebarkan daripada proof-of-work.

Dari situ, inovasi Blockchain masih terus berkelanjutan agar lebih banyak orang tertarik untuk terlibat dalam sistem tersebut.

Tidak mengherankan saat ini mulai banyak bermunculan ICO (Initial Coin Offering) dengan janji meraih imbal balik besar dari investasi untuk mendukung munculnya mata uang kripto baru. Selain itu, menyadari berkembangnya minat investor terhadap mata uang kripto, lembaga-lembaga institusional manca-negara seperti CME baru-baru ini membuka pasar berjangka bagi Bitcoin.

Perkembangan tersebut merupakan babak baru bagi inovasi Blockchain dan mata uang Kripto yang akhirnya mampu menembus dan diakui oleh sistem finansial Mainstream.

D. Apa Manfaat Blockchain Saat Ini dan untuk Masa Depan?

Sampai saat ini, implementasi teknologi Blockchain sebagian besar masih didominasi oleh aplikasi-aplikasi mata uang kripto.

Mulai dari sistem autentikasi transaksi, sistem manajemen dompet virtual (E-wallet), sistem manajemen bursa penukaran, dan sebagainya. Namun, manfaat Blockchain tidak terbatas hanya untuk transaksi mata uang kripto saja.

Di masa depan, inovasi Blockchain juga akan berpotensi untuk diaplikasikan pada solusi-solusi pintar berikut:

1. Pembayaran lintas negara: proses pembayaran lintas negara umumnya menuntut biaya dan waktu yang lama, sehingga transaksi tingkat ritel mengalami hambatan.

Masalah ini akan terselesaikan dengan mudah pada sistem Blockchain, karena proses transaksi tidak membutuhkan agen kliring ataupun Bank serta sistem secara otomatis mengonversi mata uang. Jadi biaya transaksi lintas negara dapat dikurangi, lebih cepat dan praktis.

2. Kliring dan Settlement: transaksi produk finansial seperti obligasi, saham dan kontrak berjangka membutuhkan jeda waktu beberapa hari dari proses administrasi, verifikasi, hingga Settlement dana ke akun klien.

Inovasi Blockchain akan mempercepat proses transaksi dengan meringkas proses administrasi, sehingga dana bisa cair ke dalam akun dalam waktu singkat.

3. Smart Contract: proses jual/beli barang dan jasa bergantung pada kontrak antara pihak yang bersangkutan. Biasanya, untuk kontrak dengan nilai yang relatif tinggi pihak penjual dan pembeli membutuhkan pihak penengah seperti agen kliring dan bank untuk mengesahkan kontrak.

Proses berbelit tersebut dapat dipersingkat oleh inovasi Blockchain sehingga kontrak dapat disahkan langsung tanpa keraguan dari kedua pihak.

4. Smart Asset: secara konvensional, proses manufaktur hingga pengiriman suatu produk berharga biasanya membutuhkan proses administrasi (Paperwork) panjang dan rentan terkena faktor human-error.

Inovasi Blockchain mampu mempercepat dan mencatat secara detail setiap langkah proses tersebut, sehingga konsumen dapat mengakses kapan dan siapa saja yang terlibat dalam proses produksi dan distribusi, serta keaslian dari produk tersebut.

5. Identitas (KTP) Digital: saat ini aplikasi identitas digital masih belum dapat diimplementasikan dengan sempurna karena masalah trust-gap dan attack-vulnerabilty pada server utama.

Dengan solusi inovasi Blockchain, kolam data identitas digital dapat dimanajemen dengan tingkat keamanan super ketat. Bahkan, identitas digital dapat menyertakan catatan Smart Asset dan Smart Contract-nya dengan mudah pula.

Tentu saja contoh-contoh di atas hanyalah segelintir proposal penggunaan Blockchain sebagai solusi pintar di masa depan. Manfaat Blockchain masih akan terus berkembang seiring bertambahnya penerimaan dan adaptasi teknologi kolam data terdistribusi ini.

Sebagai gambaran, Jamie Dimon, CEO JPMorgan Chase, tokoh yang terkenal sangat menentang Bitcoin karena menganggap mata uang Kripto tersebut sebagai penipuan besar, justru malah berinvestasi besar pada inovasi Blockchain untuk meningkatkan kecepatan transaksi lintas negara, “from weeks to hours“.

E. Pertimbangan Sebelum Investasi pada Produk Berteknologi Blockchain

Berhati-hatilah untuk berinvestasi pada segala macam produk dengan iming-iming keuntungan yang terlalu fantastis. Dalam hal ini, Anda perlu berhati-hati dengan penawaran ICO dengan janji imbal balik terlalu muluk-muluk.

Tidak semua mata uang kripto akan meroket secepat Ethereum atau akan berharga setinggi Bitcoin saat ini. Banyak pertimbangan teknis harus diperhitungkan, di mana beberapa aspek tentu saja akan sangat sulit dipahami oleh investor tanpa latar belakang di bidang Blockchain Development.

Bisa jadi begitu suatu ICO dilepas ke pasaran ternyata nilainya tidak kunjung naik atau setelah meroket sebentar tapi ternyata langsung turun drastis hingga kehilangan nilainya. Sedangkan untuk investor pemula, pasar Bitcoin bisa dibilang berada di “gelembung”. Masalahnya tidak ada yang bisa mengetahui kapan gelembung tersebut akan pecah.

Hingga saat artikel ini ditayangkan, Bitcoin telah mengalami Hard Fork sebanyak dua kali sebanyak dua kali, dan telah tersebar sebanyak 16,673,562 unit dari maksimal 21 juta unit. Selain itu, beberapa negara atau instansi finansial masih belum mau mengakui Bitcoin sebagai alat pembayaran sah. Seperti di Cina dan Korea Selatan, segala bentuk penalangan dana dari ICO dilarang keras. Sedangkan di Vietnam, mata uang kripto dilarang beredar mulai awal tahun 2018.

Jadi, jika Anda masih ingin berinvestasi pada Bitcoin, maka Anda sendirilah yang akan menanggung resiko sepenuhnya.

Karena faktor tersebut, sebagai investor cerdas, Anda harus mempertimbangkan faktor-faktor berikut:

1. Skalabilitas: semakin besar volume aliran data yang masuk sistem blockchain, maka semakin besar pula tuntutan operasionalnya.

Seperti misalnya protokol proof-of-work yang ditunjang oleh jaringan komputasi masif, semakin lama semakin menuntut konsumsi daya listrik. Pengembang Blockchain tentu harus tanggap dengan masalah tersebut.

2. Transparansi: Bitcoin memiliki kelemahan dari segi transparansi, yaitu sistem Blockchain-nya yang bersifat anonim.

Akibatnya, sulit bagi pihak berwenang atau pengguna lainnya untuk mengetahui siapa saja yang terlibat dalam suatu transaksi. Kebutuhan terhadap anonimitas ini akan selalu diperdebatkan, tapi sebenarnya tidak semua sistem Blockchain mewajibkan anonimitas.

3. Adaptabilitas: semakin mudah suatu inovasi Blockchain untuk diadaptasi atau diterima oleh komunitas penggunanya, maka semakin cepat pula rambahan jaringannya. Seperti misalnya Ethereum dengan fitur Cross-Chain-nya, sehingga dia bisa ditukarkan dengan jaringan blockchain lain.

Blockchain Dan Revolusi Sistem Pembayaran Internasional

Blockchain Dan Revolusi Sistem Pembayaran Internasional

Baca selengkapnya di: https://www.seputarforex.com/artikel/blockchain-dan-revolusi-sistem-pembayaran-internasional-266373-38

Semoga sahabat paham apa itu blockchain dan seluk beluknya dan di bagian dua akan diungkap bagaimana blokchain ini bisa menjadi alat geopolitik suatu negara

Bersambung …..

Adi Ketu, Pengiat Sosial Media dan Peminat Isu Internasional

 

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com