Amril Jambak, Wartawan di Pekanbaru, Riau
HARI IBU adalah hari peringatan atau perayaan terhadap peran seorang ibu dalam keluarganya, baik untuk suami, anak-anak, maupun lingkungan sosialnya.
Wikipedia.org menuliskan, peringatan dan perayaan biasanya dilakukan dengan membebastugaskankan ibu dari tugas domestik yang sehari-hari dianggap merupakan kewajibannya, seperti memasak, merawat anak, dan urusan rumah tangga lainnya. Kalau Ayah mempunyai slogan yaitu Surganya Ibu di bawah kaki Ayah, tetapi slogan Ibu adalah Surganya Anak di bawah kaki Ibu.
Di Indonesia hari ini dirayakan pada tanggal 22 Desember dan ditetapkan sebagai perayaan nasional. Sementara di Amerika dan lebih dari 75 negara lain, seperti Australia, Kanada, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Malaysia, Singapura, Taiwan, dan Hong Kong, Hari Ibu atau Mother’s Day (dalam bahasa Inggris) dirayakan pada hari Minggu di pekan kedua bulan Mei.
Di beberapa negara Eropa dan Timur Tengah, Hari Perempuan Internasional atau International Women’s Day (dalam bahasa Inggris) diperingati setiap tanggal 8 Maret.
Peringatan Hari Ibu di Indonesia diawali dari berkumpulnya para pejuang perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatra dan mengadakan Konggres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta.
Penetapan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu diputuskan dalam Kongres Perempuan Indonesia III pada tahun 1938. Bahkan, Presiden Soekarno menetapkan tanggal 22 Desember ini sebagai Hari Ibu melalui Dekrit Presiden No. 316 Tahun 1959.
Penetapan Hari Ibu juga diilhami oleh perjuangan para pahlawan wanita abad ke-19, seperti M. Christina Tiahahu, Cut Nya Dien, Cut Mutiah, R.A. Kartini, Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Achmad Dahlan, Rangkayo Rasuna Said dan lain-lain.
Berbagai cara untuk menggambarkan rasa sayang kepada Ibu diantaranya lewat lagu, seperti yang dilakukan penyanyi dan pencipta lagu Melly Goeslow yang melahirkan lirik Bunda dan Iwan Fals dengan syair berjudul Ibu. Di luar negeri juga demikian, Girls’ Generation dengan nyanyian Dear Mom.
Semua Ibu pasti menyanyangi anak-anaknya. Banyak hal yang telah dilakukan dari kandungan hingga anak lahir kedunia sampai tumbuh besar. Mungkin tidak bisa diungkapkan satu per satu. Tapi jika ada orangtua (Ibu) yang menyengsarakan anak-anaknya, tentunya sangat melenceng dari peran ibu, baik dalam segi agama maupun di segi sosial.
Kekejaman sosok ibu terlihat jelas dari nasib tragis yang menimpa Aditiya (6 tahun), warga Ujung Batu, Kabupaten Rohul. Sekujur tubuhnya dipenuhi luka-luka bekas penyiksaan yang diduga dilakukan kedua orangtuanya serta pamannya.
Malangnya lagi, tanpa ada perasaan, anak malang itu dibuang ke Desa Tandun. Untungnya anak malang ini diselamatkan Dahniar, warga Blok S Afdeling IV PTPN Kebun Tandun Desa Kasikan, Kecamatan Tapung Hulu dan dibawa ke RSUD Bangkinang Senin (16/12/13) malam.
Dokter dan perawat yang memeriksa kondisi korban pun merasa miris dengan nasib bocah tersebut. Sekujur tubuhnya ditemukan banyak luka diduga hasil siksaan.
Kemaluan dan lidah korban digunting, kepala luka robek dan bernanah, bagian punggung luka bekas disetrika, kaki dan tangan terdapat luka lecet.
“Dokter mengatakan kondisi korban lemah dan saat ini korban menunggu tranfusi darah karena HB-nya rendah,” kata Kaur Humas Polres Kampar Ipda Deny Yusra, Selasa (17/12).
Pemeriksaan awal, sebut Deny, korban mengaku ayahnya bernama Isam, bekerja sebagai supir buah sawit dan ibunya Vina, seorang ibu rumah tangga.
Sementara itu, Dahniar mengaku korban ditemukan sendirian di jalan areal kebun sawit oleh seorang pedagang sayur. Lantas pedagang sayur itu menyerahkan kepada dirinya.
Sementara itu, korban sendiri terlihat trauma berat dengan penyiksaan yang dialaminya. Saat dipegang pun, korban selalu berteriak.
Terkejut
Satgas Perlindungan Anak Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Seto Mulyadi, terkejut mengetahui penyiksaan tersebut. Ia meminta pihak kepolisian segera mengambil tindakan hukum karena penganiayaan yang dialami Adit menurutnya sangat sadis dan tidak boleh dibiarkan.
“Karena digunting lidahnya, disiksa, ini perbuatan sangat-sangat sadis dan kekejaman luar biasa,” kata Kak Seto.
Terkait pendampingan psikologis terhadap Adit, Kak Seto meminta aktivis perlindungan anak di daerah baik kabupaten maupun provinsi di Riau untuk turun tangan melakukan pendampingan agar psikologis Adit kembali pulih.
Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA) Arist Merdeka Sirait juga mendesak pihak kepolisian di wilayah Riau segera menangkap orang tua korban. Dia menyatakan perlakuan ibu Adit sudah masuk tindak pidana kekerasan dan penganiayaan.
Arist menyatakan akan mengutus perwakilan Komnas Perlindungan Anas di wilayah Riau untuk mengunjungi Adit. Selain itu, pihaknya juga akan mengawasi kasus itu sampai diselesaikan pihak kepolisian.
“Tidak boleh ada celah kasus keji itu berhenti di tengah jalan. Polisi harus menyelesaikan kasus itu hingga ke meja persidangan,” tegas Arist.
Menurut Arist kasus penganiayaan tersebut membuka mata semua pihak bahwa kekerasan pada anak masih terus terjadi. Ini harus menjadi bahan refleksi bagi semua pihak, terutama kaum ibu.
“Ini jelang Hari Ibu, ini menjadi tamparan bagi kita semua. Masih ada orangtua yang tega menganiaya anaknya sendiri. Ini benar-benar sudah di luar batas,” ujar Arist.
Arist juga mengingatkan pemerintah daerah Riau agar fokus juga terhadap perlindungan pada anak. Salah satunya memberikan sosialisasi perlindungan anak di daerah sehingga kekerasan seperti yang dialami Adit tidak perlu terjadi lagi.
Menurutnya, kekerasan memang tidak dapat dihindari, tapi setidaknya dengan sosialisasi perlindungan anak, hal itu dapat mencegah niat orangtua yang ingin melakukan tindak kekerasan.
Kekerasan pada anak, kata dia, sudah masuk ranah pidana. Orangtua yang melakukan itu harus dihukum sesuai aturan yang berlaku.
Perbuatan orangtua yang menimpa Adit tersebut mencoreng peringatan Hari Ibu yang dirayakan pada 22 Desember mendatang. Apakah sang ibu ini masih punya hati? Mudah-mudahan ibu-ibu yang lain tidak sampai hati melakukan hal seperti ini. ***
*** Wartawan di Pekanbaru, Riau