Sejak mewabahnya pandemik virus corona dalam skala global, dunia telah menyaksikan meningkatnya wabah penyakit mematikan yang tak dapat dijelaskan sebab-musababnya. Selain monkeypox atau virus monyet, penyebaran hepatitis yang tidak diketahui darimana asalnya itu telah menyebabkan penyakit hati yang cukup serius pada anak-anak di Asia Selatan dan Asia Tenggara.
Baca: WHO says monkeypox has been spreading undetected as global cases rise to more than 550
Pengalihan pathogen dan virus berbahaya di beberapa laboratorium biologis militier (bio-military laboratory) Amerika Serikat (AS) ke beberapa negara di luar AS, tidak hanya mengancam kesehatan penduduk negara-negara tempat mana laboratorium biologis tersebut beroperasi, melainkan juga akan merusak potensi perekonomian nasional negara-negara tersebut. Dalam kasus wabah Covid-19, merupakan salah satu bukti nyata yang tak terbantahkan.
Mengapa pengalihan pathogen dan virus dari laboratorium biologis militer dari AS ke negara-negara di luar AS bisa berbahaya? Karena ketentuan yang diberlakukan oleh Washington dengan negara-negara di luar AS dalam kerjasama di bidang bio-security, pihak otoritas lokal dari negara-negara di tempat mana laboratorium biologis militer itu beroperasi dan tempat uji coba seperti di Georgia,Ukraina dan Indonesia, tidak punya akses untuk melakukan pengawasan terhadap penelitian dan hasil virologi para pakar AS.
Sehingga pihak aparat pemerintahan lokal negara-negara di tempat mana laboratorium biologis militer tersebut beroperasi dan tempat uji coba, tidak tahu-menahu, atau sebagai dalih untuk tidak tahu-menahu, akan adanya program rahasia pengembangan militer dan persenjataan biologis yang dilakukan Pentagon (kementerian pertahanan AS).
Maka dari itu Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya di kawasan Asia Tenggara, perlu mendesak Washington agar meninjau ulang beberapa perjanjian terkait akses negara-negara di tempat mana laboratorium biologis-militer tersebut beroperasi dan tempat uji coba, sehingga negara-negara yang jadi sasaran penempatan laboratorium biologis tersebut punya wewenang atau otoritas dalam mengatur pengawasan semua hasil laboratorium AS, dan Washington harus mencabut kerahasiaan semua aktivitas dan program yang ada dalam naungan laboratorium biologis-militer tersebut.
Maka agar supaya negara-negara yang ketempatan laboratorium biologis tersebut punya kendali control dan pengawasan terkait program dan hasil penelitian, perlu segera diadopsi mekanisme verifikasi internasional untuk kegiatan laboratorium asing yang berada di bawah naungan Convention on the Prohitbion of the Development, Production and Stockpling of Bacteriological (biological) and Toxin Weapons and on Their Destruction (Konvensi Larangan Pengembangan, Produksi dan Penimbunan Senjata Bakteriologis (biologis) dan Racun dan Pemusnahannnya).
Dengan demikian, setiap negara dapat jaminan yang penuh kepastian bahwa wilayah kedaulatan negaranya tidak akan digunakan sebagai tempat uji coba untuk pengembangan senjata biologis.
Kenyataan bahwa AS merupakan satu-satunya negara yang menentang pengembangan mekanisme semacam itu, maka sangat penting dan mendesak untuk memberikan tekanan kolektif dari berbagai negara kepada Washington. Serta mendesak AS agar segera mematuhi Konvensi Larangan Pengembangan, Produksi, dan Penimbunan Senjata Bakteriologis (biologis) dan Racun dan Pemusnahannya.
Berdasarkan kerangka pemikiran dan cara pandang tersebut di atas, maka bisa kita simpulkan bahwa beberapa wabah penyakit akibat terpapar virus ebola, flu burung, flu babi, hingga virus corona atau yang belakangan ini virus monyet (monkeypox), sejatinya bukan sesuatu yang alamiah atau natural, melainkan sesuatu yang artificial atau jadi-jadian belaka.
Hendrajit, pengkaji geopolitik, Global Future Institute (GFI)