Jika Joe Biden Terpilih Jadi Presiden AS, Berita Buruk Bagi Arab Saudi

Bagikan artikel ini

Pada Januari 2020 mendatang, beberapa pemimpin Timur- Tengah menginginkan Joe Biden lah yang terpilih jadi presiden. Alasannya, Biden dianggap dapat mengulang gaya kepemimpinan Barrack Obama di Gedung Putih. Khususnya dalam merekonstruksikan kembali hubungan antara AS di kawasan Timur-Tengah.

Negara-negara Timur Tengah seperti Arab Saudi nampaknya bakal dirugikan dengan munculnya gaya kepemimpinan ala Joe Bidden. Apalagi ketika hubungan AS-Iran yang memburuk di era kepresidenan Donald Trump saat ini, bakal membaik kembali di era Biden dengan dipulihkannya kembali kesepakatan antara Obama dan Presiden Iran Rouhani (Iran Deal). Padahal bagi Arab Saudi Iran merupakan musuh utama di kawasan Timur-Tengah dan Teluk Parsi.

Jika Iran Deal Obama-Rouhani dipulihkan kembali, dan sanksi ekonomi terhadap Iran dicabut, beberapa negara di Timur-Tengah terutama yang tergabung dalam Gulf Cooperation Council (GCC) merasa khawatir, maka Iran akan kembali mengekspor minya mentah ke berbagai penjuru dunia, termasuk AS dan Eropa Barat.

Bagi Arab Saudi bakal jadi mimpi buruk yang menakutkan. Khususnya bagi Pangeran Muhammad bin Sulaeman (MBS), sebab hal itu akan memicu kehancuran ekonomi nasional Arab Saudi. Dan bisa jadi amunisi politik para lawan politik MBS untuk melancarkan aksi destabilisasi terhadap putra mahkota Raja Sulaeman tersebut.

Selain itu, isu sentral kampanye Biden adalah penegakan hak-hak asasi manusia di kawasan Timur-Tengah. Termasuk juga isu hak-hak kaum perempuan. Satu isu yang jelas sangat tidak populer bagi negara-negara di Timur-Tengah yang masih menganut sistem kerajaan seperti Arab Saudi.

Sebaliknya jika Donald Trump bakal terpilih kembali, tidak akan membawa dampak menguntungkan bagi Iran, termasuk kiprahnya sebagai salah satu kekuatan kontra Arab Saudi di Timur-Tengah. Saat ini meski AS memberlakukan sanksi ekonomi terhadap Iran, kehadiran Iran sebagai kekuatan penyeimbang di Timur Tengah tetap terasa.

Apalagi jika Biden yang terpilih, masuknya kembali Iran ke pasar minyak mentah dunia akan merugikan sektor keuangan Arab Saudi. Sebab Iran akan muncul sebagai pesaing berat sebagai sesama negara pengekspor minyak. Apalagi pada pasca wabah pandemic Covid-19, lifting minya Saudi merosot drastis.

Ihwal penegakan hak-hak asasi manusia, Arab Saudi bisa sangat tidak senang dengan isu yang digulirkan mantan wakil presiden AS era Obama tersebut. Apalagi jika nantinya dikaitkan dengan misteri terbunuhnya wartawan Arab Saudi Jamal Kashoggi yang pada waktu itu menjadi sorotan media dari berbagai belahan dunia. Apalagi Kashoggi dibunuh secara sadis, dan kecurigaan waktu itu mengarah pada keterlibatan MBS dalam merekayasa pembunuhan.

Satu lagi kekhawatiran Saudi, AS di bawah pemerintahan Biden akan menjadikan isu hak-hak asasi manusia untuk menekan kebijakan ekonomi Saudi. Apalagi banyak kalangna pakar ekonomi beranggapan MBS sama sekali tidak punya visi, gagasan maupun kebijakan untuk memulihak keterpurukan ekonomi Saudi.

Bisa saja Biden nantinya akan menekan MBVS untuk menerapkan model politik yang pluralistik dengan dalih untuk menarik minat para investor masuk Saudi. Apalagi dalam situasi ketika Foreign Direct Investment Saudi saat ini benar-benar nol besar.

Lebih daripada itu, satu lagi pertanyaan penting, akankah MBS masih tetap bisa bertahan jika pemerintahan baru AS di bawah kepemimpinan Biden bertahta di Gedung Putih?

Sumber Artikel: 

Middle East leaders prefer the devil they know in US presidential elections. And yet a Biden victory might be the bitter pill needed for reform in the region

 

 

 

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com