Krisis Yaman Cermin Konflik Internal Dunia Arab

Bagikan artikel ini

Munculnya gerakan separatis yang dimotori oleh kekuatan bersenjata dari Yaman Selata ketika menyatakan dirinya membentuk pemerintahan tersendiri lepas dari pusat, akar konfliknya sebenarnya bukan sekadar konflik antar faksi di dalam negeri Yaman. Melainkan juga melibatkan dua negara besar di dunia Arab. Arab Saudi versus Iran.

Demikian inti artikel yang ditulis oleh Salman Rafie Sheikh dalam artikelnya yang berjudul:

War in Yemen Reflects War within the Arab World

Pada satu sisi Arab Saudi dan kelompok koalisi versus kelompok Houthi yang mendapat dukungan militer dari Iran. Namun pada pihak lai, di internal kekuatan-kekuatan koalisi Arab yang pro Arab Saudi, pada perkembangannya muncul konflik internal yang cukup serius juga. Meskipun Arab Saudi dan koalisi koalisi negara-negara Arab bersatu melawan kelompok Houthi yang didukung Iran yang bermaksud merebut kekuasaan Yaman, namun kemudian muncul perpecahan antara Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. Hal ini tentu saja membuat krisis Yaman menjadi semakin kompleks. Alhasil, upaya perdamaian dengan kelompok Houthi dan Iran jadi semakin sulit terwujud.

Gerakan dari apa yang menyebut dirinya  the Southern Transitional Council (STC) yang mendapat dukungan Uni Emirat Arab, membawa implikasi bubarnya perjanjian Riyad. Padahal kesepakatan Riyad itu, justru untuk menjembatani perbedaan yang tajam antara pemerintahan Yaman yang didukung Arab Saudi, STC yang didukung Uni Emirat Arab, maupun menjembatani perbedaan tajam antar negara-negara yang tergabung dalam Koalisi Arab.

Dalam kesepakatan Ryad itu, dicapai kesepakatan terbentuknya pemerintahan Yaman yang mana tercipta keseimbangan dalam komposi pemerintahan antara Yaman Utara maupun Yaman Selatan. Sementara gerakan-gerakan separatis yang muncul di kemudian hari, akan berada dalam wewenang Arab Saudi untuk menanganinya. Sementara bagi STC diserukan agar mengembalikan semua gedung-gedung kantor pemerintahan yang direbut oleh pasukan STC.

Tapi rupanya kesepakatan Riyad sama sekali tidak mengakomodasi aspirasi pihak Yaman bagian selatan yang menginginkan pemisahan dari pemerintah pusat. Sebab bagi Arab Saudi dengan mengakomodasi aspirasi pemisahan Yaman Selatan dari pusat, pada perkembangannya akan memperlemah pemerintahan pimpinan Presiden  Abdrabbuh Mansur Hadi yang pro Arab Saudi. Sehingga Yaman tetap berada dalam orbit pengaruh Uni Emirat Arab.

Maka dengan dideklarasikannya pemerintahan Yaman Selatan oleh STC, berarti Arab Saudi gagal memaksa Uni Emirat Arab setuju dengan skema Arab Saudi untuk menghegemoni kawasan Timur Tengah. Uni Emirat Arab pun berkeinginan untuk menguasai kawasan Timur Tengah. Menggantikan kedudukan Arab Saudi.

Arab Saudi memang punya dua tujuan strategis yang sepertinya bertentangan dengan kepentingan UnI Emirat Arab di Yaman. Pertama, Arab Saudi berupaya menguasai wilayah selatan Yaman seraya memperlemah kendali kontrol Uni Emirat Arab. Kedua, mengakhiri krisis Yaman dengan menumpas kelompok Houthi yang didukung Iran. Sehingga akhirnya Arab Saudi memegang kendali penuh di Yaman. Menjadikan Yaman sebagai negara boneka Arab Saudi.

Uni Emirat Arab lain lagi tujuannya. UAE ingin membelah Yaman, dan mendorong Yaman bagian Selatan masuk dalam zona pengaruhnya. Uni Emirat Arab ingin agar Yaman bagian Selatan menjadi negara vassal UAE. Dengan demikian, UAE setuju mendukung terbentuknya pemerintahan tersendiri di Yaman Selatan. Dan mencegah Pelabuhan Aden menjadi pusat penggerak dan pusat penghubung (Hub) jalur pelayaran internasional.

Begitupun, Arab Saudi sebenarnya tidak terlalu khwatir dengan agenda dari UAE ini. Namun Houthi yang didukun Iran lah yang merupakan kekhwatiran utama Arab Saudi. Sehingga hingga kini Arab Saudi masih tetap bercokol di Yaman.

Inilah yang bikin krusial krisis Yaman. Arab Saudi meskipun ingin tetap Yaman miskin dan lemah, namun enggan untuk memecah-belah Yaman, sehingga memberi peluang UAE untuk memperkuat ruang pengaruhnya di Yaman. Sehingga menggangu hegemoni Arab Saudi.

Alhasil UAE mendukung gerakan separatis di bagian Selatan Yaman, dengan memberi bantuan uang dan senjata. Bahkan juga pelatihan militer. UAE ingin mendorong gerakan separatisme di Selatan Yaman bukan saja agar lepas dari pengaruh Arab Saudi. Namun juga agar lepas dari pengaruh Ihwanul Muslimin yang berada dalam lingkar kekuasaan Presiden Abdrabbuh Mansur Hadi.

Krisis Yaman akan bermuara pada perang saudara antara Utara dan Selatan Yaman, yang dipicu oleh perebutan pengaruh geopolitik antara Arab Saudi, UAE dan Iran. Sementara pemerintahan Presiden Hadi akhirnya harus menghadapi dua fron sekaligus. Gerakan separatisme Selatan yang didukung Uni Emirat Arab, dan pemberontakan kelompok Houthi yang didukung Iran.

Salman Rafi Sheikh, Analis Hubungan Internasional dan masalah-masalah dalam dan luar negeri Pakistan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com