Manuver-manuver Politik Jelang 9 April 2014

Bagikan artikel ini

Satya Dewanggapeneliti di Forum Dialog (Fordial), Jakarta

H-50 menjelang pemungutan suara Pemilu Legislatif 9 April 2014 (ketika artikel ini ditulis), terdeksi frekuensi atau intensitas para caleg untuk melakukan beragam manuver politik mulai semakin meningkat dan memanas, bahkan terkesan mereka menghalalkan segala macam cara untuk duduk sebagai anggota legislatif di tahun kuda kayu ini.

Di Kabupaten Tebo, Jambi, salah seorang caleg dari Dapil I menjanjikan pembangunan infrastruktur sarana pendidikan, kesehatan dan komunikasi di Kecamatan Tengah Ilir, jika terpilih.

Di Kabupaten Dompu, NTB, salah seorang caleg berjanji memperjuangkan kepentingan para pengusaha  anggota Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia Dompu, bahkan di Kota Pontianak, salah seorang caleg DPRD setempat menyasar sekolah-sekolah untuk mencari dukungan pada kalangan pemilih pemula ini.

Kegiatan money politics juga turut mewarnai manuver-manuver caleg menjelang 9 April 2014 antara lain di Kota Serang, Banten, Bawaslu setempat menerima laporan dugaan money politic dalam bentuk amplop voucher pulsa yang dilakukan oleh caleg dalam salah satu parpol Islam. Sedangkan di Kabupaten Parigimoutong, Sulawesi Tengah, tiga orang kepala desa di Kecamatan Ampibabo berjanji memberikan minimal 1.000 suara untuk caleg DPRD jika bersedia memberikan bantuan dana MTQ dan baju seragam untuk 10 kepala desa.

Di Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo, “beberapa parpol kecil” setempat mendesak Pemkab Pohuwato untuk menghentikan penyaluran bantuan pemerintah kepada masyarakat menjelang Pemilu 2014 yang berpotensi dimanfaatkan oleh para caleg incumbent yang maju kembali pada 2014 ini.

Terinformasi juga bahwa di Kota Cimahi beredar sabu pencuci piring yang bertuliskan “Kang Aher for President dari Jawa Barat untuk Indonesia”. Konon akibat kejadian ini, Aher sudah menghubungi KPU setempat untuk klarifikasi serta menyatakan hal tersebut dilakukan simpatisannya.

Di Aceh, aksi kekerasan menjelang Pemilu 2014 juga semakin meningkat terutama diwarnai oleh penembakan OTK terhadap gardu Partai Nasdem di Aceh Utara. Sedangkan saat silaturahmi caleg DPR Aceh dan DPR Kabupaten Aceh Utara di Desa Kuta Glumpang, salah seorang caleg dari Partai Aceh dapat dinilai telah melakukan charracter assassination setelah mengatakan mengajak warga setempat untuk hanya memilih Partai Aceh pada Pemilu 2014, karena Partai Aceh satu-satunya yang diakui MoU Helsinki, sedangkan Partai Nasional Aceh tidak boleh dipilih karena merupakan partai penghianat. Sebagai catatan, Partai Nasional Aceh (PNA) adalah “pecahan” Partai Aceh, dimana PNA dipimpin oleh duet mantan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf yang juga jubir eks GAM serta Sofyan Dawood yang merupakan salah seorang petinggi eks GAM. Di salah satu desa di Kecamatan Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara, terinformasi bahwa oknum salah seorang anggota satgas parpol lokal setempat membuang bendera salah satu parpol nasional dan membuangnya di selokan pinggir jalan. Fakta-fakta ini jelas menunjukkan kebebasan tanpa batas di Aceh. Menurut Edmund Burke dalam Reflections on the Revolution in France mengatakan, jika demokrasi diartikan dengan kebebasan, maka kebebasan tidak boleh mengganggu kebebasan orang lain, karena kepentingan orang lain adalah hak asasi. Atau kegiatan tersebut seperti dikatakan Irving Janis dalam Groupthink mengatakan, akan sulit bagi individu-individu di dalamnya untuk tidak larut bersama tindakan kelompok.

Seharusnya, mereka yang telah melakukan kekerasan menjelang Pemilu 2014 di Aceh segera memperbaiki kelakuannya dengan tidak menjadi pembenci. Menurut Justin Hepler dan Dolores Albaracin (psikolog dari AS) dalam Journal of Personality and Social Psychology mengatakan, jangan selalu berpandangan negatif terhadap sesuatu hal karena akan menjadikan Anda seorang pribadi yang membenci. Peneliti itu berharap membuat orang melawan pola pandang negatif dan menjadi lebih waspada pada perilaku.

Di Kabupaten Aceh Tamiang, ada upaya salah seorang caleg untuk mendapatkan suara dengan memberikan bantuan uang sebesar Rp 20 juta untuk turnamen sepak bola antar desa.  Di Bengkulu, bahkan terinformasi bahwa salah seorang caleg membagi-bagikan formulir beasiswa sebesar Rp 200.000,- sampai Rp 500.000,- untuk 50 siswa dari tingkat SD dan SLTP yang tinggal di Kecamatan Teluk Segara. Sedangkan di Kabupaten Indramayu, salah satu parpol terinformasi membagikan 200 paket sembako kepada masyarakat sekitar.

Upaya menggalang atau meraih simpati dari masyarakat juga dilakukan berbagai parpol dengan menggelar acara olah raga dan hiburan untuk rakyat, seperti yang dilakukan DPC PDIP Kota Probolinggo yang menggelar acara olah raga jalan sehat bersama pada 16 Februari 2014 yang diikuti 5.000 warga setempat dalam rangka memperingati ulang tahun parpol tersebut, sedangkan di Kota Bekasi, Partai Golkar menyelenggarakan hiburan rakyat yang dihadiri kurang lebih 300 orang dalam rangka memperingati hari ulang tahun parpol yang sangat kuat di era Orde Baru ini.

Menurut Jenderal Purn Kiki Syachnakri, mantan KSAD menyatakan, penyebab kerawanan Pemilu 2014 yaitu pertama, sistem demokrasi liberal yang berbasis paham individual (one man one vote dll) tidak cocok dengan akar budaya Indonesia. Kedua, tingkat kedewasaan/sportivitas para elit politik masih memprihatinkan. Ketiga, sikap perburuan kekuasaan dilatari libido kekuasaan yang tidak terkendali. Keempat, budaya korupsi. Kelima, UUD 1945 hasil amandemen dan sejumlah UU turuannya yang liberalistik melahirkan kebebasan nyaris tanpa batas.

Manuver politik dengan mengumbar berbagai janji seperti diungkap diatas, menurut Mathew Flinders (2012) dalam Defending Politics : Why Democracy Matters in Twentieth Century, bahwa apatisme politik kerap berawal dari ketergantungan politisi terhadap konstituen. Ini yang membuat mereka mengumbar janji-janji populis, sementara rakyat mempercayai janji-janji tersebut tanpa syarat. Dalam kondisi demikian, jalan untuk merehabilitasi ranah politik membutuhnya hadirnya kedewasaan berpolitik.

Manuver-manuver politik yang dilakukan para caleg dengan seolah-olah dekat dengan konstituen dan akan membantu konstituen, sebenarnya ingin membangun common sense ditengah konstituennya bahwa merekalah yang layak untuk dipilih, padahal belum tentu. Antonio Gramsci melihat common sense sebagai pandangan dunia dari massa yang terpinggirkan (the weltanschauungen of “subaltern masses”). Common sense merupakan konsepsi tentang dunia yang kompleks, terbentuk melalui proses historis tertentu. Di dalamnya tersedimentasi cerita tentang masa lalu dan harapan tentang masa depan. Dari kacamata Gramsci, common sense bukan sekedar opini publik yang berisi ide dan sikap yang bersifat snapshot, sesaat dan gampang berubah, melainkan sebuah  dorongan politik yang kuat, yang muncul karena gagasan yang berkembang di ruang publik berinterseksi dengan pandangan dan keyakinan kolektif tertentu. Keyakinan kolektif ini bisa bersumber dari ideologi, agama atau sistem keyakinan kultural lainnya.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com