Perlukah Dana Kampanye Parpol?

Bagikan artikel ini

Suhendro, Pengamat dan Pemerhati Demokrasi

Pembahasan peraturan KPU tentang dana kampanye, memang dilakukan konsultasi segi tiga antara DPR, KPU dan pemerintah. Kenapa harus konsultasi dengan tiga pihak, karena di UU disebutkan dengan pembuat UU yaitu DPR. Selama 10 kali Pemilu yang selalu kita temukan adalah presiden diganti sebelum akhir periodesasinya. Pertanyaan muncul apa yang salah di negeri ini, apakah sistem atau ada sesuatu yang lain. Dalam Pemilu selalu ada kampanye, kampanye itu, dipastikan merupakan salah satu kegiatan partai yang banyak menelan biaya besar dibandingkan dengan kegiatan lain. Karena membutuhkan dana besar maka partai dan Caleg-Caleg akan menghimpun dana.

Kita mencatat ada kasus-kasus yang terjadi menjelang Pemilu-Pemilu terakhir, sebelum Pemilu 2004 dan sebelum Pemilu 2009. Sebelum Pemilu 2004 ada kasus dana BLBI, kemudian sebelum 2009 ada kasus dana Bank Century. Di DPR tidak mampu menuntaskan kasus Century. Apakan kasus Century punya kaitan dengan dana Pemilu 2009 atau dana pencalonan presiden atau wakil presiden. Kalau tidak dituntaskan maka akan memberikan peluang yang terus-terusan kepada seluruh publik untuk bertanya-tanya dan menafsirkanya. Dana kampanye sebetulnya, sesuatu yang sia-sia dalam Pemilu kita.

Bagi Parpol, semakin masif dan intensif berkampanye, dan semakin besar peluang memenangkan Pemilu serta semakin besar peluangnya untuk meraih kursi signifikan. Pengalaman ini mendorong Parpol dan Caleg melakukan kampanye besar-besaran, yang menuntut penyediaan dana besar, sehingga dengan  sistem Pemilu  proporsional maka kecenderungan korupsi anggota DPR sangat terbuka. Sikap pragmatis ini difasilitasi oleh UU yang memang tidak membatasi pemasukan dana kampanye, tidak membatasi pengeluaran dana kampanye dan tidak menggunakan sistem pelaporan keuangan yang benar-benar menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas.

Sementara itu, pengaturan dana kampanye juga bertujuan menjaga kemandirian Parpol, Caleg dari pengaruh uang yang disetor para penyumbang, khususnya pada saat mereka menduduki jabatan publik pasca Pemilu. Apabila dilihat dari sisi pendapatan atau penerimaan, terdapat beberapa masalah pengaturan dana kampanye, yakni pengaturan sumber-sumber terlarang tidak jelas sehingga ketika ada peserta yang menerima dana dari sumber terlarang tidak bisa dideteksi dan dikenakan sanksi. Pembatasan sumbangan kampanye dari perorangan atau perusahaan tidak efektif karena sumbangan dari partai kecil, caleg dan calon eksekutif  tidak dibatasi sehingga banyak penyumbang perorangan dan perusahaan menitipkan uang sumbangannya melalui jalur ini. Hal ini menyebabkan kampanye menjadi arena pencucian uang dan yang didapatkan secara ilegal. Daftar penyumbang tidak dipublikasikan secara berkala. Dilihat dari aspek belanja atau pengeluaran, pengaturan dana kampaye dalam UU Pemilu menimbulkan masalah, yakni tidak adanya pembatasan belanja kampanye membuat partai dan calon menggalang dana dengan segala macam cara.

Belum terdapat standarisasi pembukuan dana kampanye sehingga masing-masing membuat laporan dana kampanye dengan rincian pemasukan dan pengeluaran secara berbeda-beda. Kedepan tranparansi menjadi penting, bagaimana publik dapat mengakses dana yang di keluarkan partai. Kalau sumbangan dibatasi, pengeluaran itu tidak terbatas, karena ini proporsional daftar terbuka, Caleg mengkampanyekan dirinya sendiri. Dengan proposional daftar terbuka semua Caleg punya peluang untuk terpilih mereka mengeluarkan dana berapapun. Kedepan pembatasan harus dilakukan supaya tidak ada jor-joran mengeluarkan dananya.

Bagi politisi, dana kampanye menjadi problem menjelang Pemilu, Caleg ramai-ramai berkampanye, sehingga biaya membengkak karena Caleg berkampanye secara instan. Yang pokok adalah sumber dana kampanye itu dari mana, apakah dari yang tidak dibolehkan oleh UU, dana itu digunakan untuk penerapan praktek money politik atau praktek yang menyimpang. Ini perlu sekali untuk diawasi secara terus menerus oleh Bawaslu. Jika dilakukan efektif penyimpangan akan diketahui asal Bawaslu berani mengungkapnya. Kami memang tidak punya kuasa, namun sekiranya seruan moral ini bisa mengajak semua pemilih untuk menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2014.

Memilih adalah tanggung jawab iman. Pemilu adalah momentum untuk kritik dan sanksi terhadap pemerintahan. Jangan Golput, karena ketidakikutsertaan  dalam Pemilu 2014 dapat merusak hasil Pemilu 2014, sehingga legitimasi Pemilu menjadi kacau. JADILAH PEMILIH YANG CERDAS, Jangan memilih berdasarkan agama, sektarianisme dan fanatisme. INGAT..Pemilu 2014 harus dijadikan momentum untuk perkokoh NKRI.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com