Memprovokasi Ukraina Masuk Blok Barat, AS dan NATO Salah Membaca Situasi

Bagikan artikel ini

Kalau kita cermati secara kasatmata nampak jelas bahwa invasi pasukan AS dan NATO ke wilayah perbatasan Rusia merupakan faktor pemicu meletusnya Krisis Ukraina saat ini. Namun berbagai kalangan akademis maupun media arus-utama pro Barat menepis argumen semacam ini seakan-akan berpihak pada Rusia atau dianggap menggemakan Sikap Presiden Vladimir Putin. Seakan-akan hal itu merupakan propaganda Rusia belaka.

Padahal selama dua decade sebelum meletus Krisis Ukraina, para pemimpin Rusia maupun para pakar masalah-masalah internasional sudah mengingatkan  bahwa ekspansi militer AS dan NATO akan berakibat buruk, dan bisa memicu meletusnya kembali Perang Dingin gaya baru antara AS dan NATO versus Rusia.

 

Baca juga sebagai pembanding:

The U.S. and NATO Helped Trigger the Ukraine War. It’s Not ‘Siding With Putin’ to Admit It

 

Tak kurang dari George Kennan, arsitek dan pencetus konsep Strategi Pembendungan (Containment Policy) terhadap Rusia pada era Perang Dingin, telah menyatakan di harian The New York Times 2 Mei 1998, bahwa bila NATO melancarkan invasi militer menuju Timur, artinya ke wilayah Eropa Timur yang berbatasan langsung dengan Rusia seperti Ukraina, maka hal itu akan menandai dimulainya kembali Perang Dingin Baru.

George Kennan juga yakin bahwa jika AS dan NATO melancarkan invasi ke wilayah Eropa Timur yang berbatasan dengan Rusia seperti Ukraina atau Georgia, maka Rusia akan bereaksi keras yang mana pada gilirannya akan mengubah arah kebijakannya yang selama ini lunak dan moderat kepada blok Barat, menjadi mengeras kembali. Menurut Kennan jika hal itu terjadi, merupakan kesalahan yang cukup tragis.

Pernyataan Kennan tersebut bisa dibaca sebagai suara akal sehat yang muncul dari Washington di tengah menguatnya arus dominan di Pentagon yang lebih memilih pendekatan hardpower atau militer dalam menghadapi Rusia dan Cina yang tetap dipandang sebagai musuh utama AS dan NATO pada Pasca-Perang Dingin. Menarikny lagi, early warning signal disampaikan Kennan pada putaran pertama upaya penggalangan AS untuk memperluas persekutuan strategis dengan beberapa negara Eropa Timur eks satelit Uni Soviet seperti Polandia, Republik Czech dan Hongaria.

Meski Kennan telah mengingatkan betapa berbahayanya AS dan NATO jika dalam upaya memperluas persekutuannya dengan negara-negara eks satelit Uni Soviet lalu memasuki wilayah perbatasan Rusia seperti Ukraina dan Georgia, namun AS dalam putaran selanjutnya ketika mengajak Republik Baltik dan beberapa negara Eropa Timur lainnya, sepertinya malah justru semakin kasar dan frontal. Sehingga dipandang sebagai sebagai semacam kesombongan dan penghinaan dari sudut pandang keamanan nasional Rusia. Kiranya sangatlah beralasan jika Rusia melontarkan peringatan dan kecaman yang juga semakin keras dan tajam terhadap AS dan NATO.

 

The Pentagon is seen from the air in Washington, U.S., March 3, 2022, more than a week after Russia invaded Ukraine. REUTERS/Joshua Roberts/File Photo

 

Namun saat Presiden AS George W. Bush menjadi presiden antara 2000-2008, bukan saja menganggap sepele peringatan dan kecaman Rusia maupun pakar hubungan luar negeri seperti George Kennan, bahkan justru semakin memprovokasi Rusia. Misalnnya pada 2008 lalu, Bush malah secara terang-terangan memperlakukan Georgia dan Ukraina sebagai sekutu politik dan militer AS yang cukup berharga. Sehingga Bush mendesak NATO segera mengakui Ukraina dan Georgia sebagai anggota NATO. Hanya saja karena adanya kekhawatiran Prancis dan Jerman, maka keanggotaan Ukraina dan Georgia di NATO ditunda. Namun dalam siaran persnya seusai Konferensi Tingkat Tinggi negara-negara NATO, ditegaskan bahwa Ukraina dan Georgia pada akhirnya akan ditetapkan sebagai negara anggota NATO.

Informasi penting lainnya berasal dari Robert M. Gates yang pernah menjabat menteri pertahanan pada pemerintahan Presiden George W. Bush dan Barrack Obama. Dalam memoarnya yang terbit pada 2014, mengakui bahwa upaya Washington untuk menarik Ukraina dan Georgia masuk sebagai negara anggota NATO, merupakan tindakan yang melampaui batas. Prakarsa seperti itu, demikian menurut Robert Gates, merupakan tindakan yang ceroboh dan mengabaikan betapa pentingnya Ukraina dan Georgia bagi kepentingan nasional Rusia. Dan nyatanya penilaian Robert Gates bukan omong kosong. Buktinya Rusia kemudian melakukan serangan balik. Putin dengan memanfaatkan prediksi George Kennan tersebut dengan melakukan serangan militer ke Georgia. Dan memisahkan dua wilayah dari kedaulatan Georgia dan memasukkannya ke dalam kendali kekuasaan Republik Federasi Rusia.

 

Para menlu anggota NATO bahas bantuan militer jangka panjang untuk Ukraina

 

Sayangnya manuver militer Rusia yang cukup keras terhadap Georgia tersebut tidak dibaca secara serius oleh Washington sebagai pertanda bahwa sejak saat itu Rusia tidak lagi sekadar meneriakkan protes secara verbal melalui saluran diplomnatik. Namun langsung melakukan tindakan terhadap negara-negara yang dipandang sebagai ancaman nasional.

Meskipun demikian, pada era kepresidenan Barrack Obama, AS masih tetap berupaya memasukkan Ukraina ke dalam persekutuan NATO sebagai aset politik dan militer.

Bahkan antara 2013-2014, AS dan beberapa negara Eropa Barat melakukan campur-tangan terang-terangan mendukung gelombang aksi demonstrasi menggulingkan Presiden Victor Yanukovich yang dianggap pro Rusia. Padahal masa jabatan Yanukovich masih tersisa dua tahun lagi. Dan menurut kalangan dari Uni Eropa maupun beberapa pengamat internasional, pemilu yang membawa Yanukovich memenangi jabatan presiden pada 2010 lalu, berlangsung secara bebas dan adil.

Selain itu, dalam sistem demokrasi, sarana legal untuk menjatuhkan presiden adalah lewat mosi tidak percaya atau impeachment (pemakzulan), atau dikalahkan pada pemilu berikutnya. Namun dijatuhkan lewat aksi demonstrasi jalanan sangat tidak cocok dengan kategori tersebut.

Begitupun, AS dan negara-negara sekutunya dari Uni Eropa tetap saja mendukung proses illegal menggulingkan Yanukovich. Seperti yang kemudian terungkap melalui bocoran percakapan telepon antara Asisten Menteri Luar Negeri AS Victorial Nuland dengan Duta Besar AS untuk Ukraina Geoffrey Pyatt yang mengonfirmasi sinyalemen sebelumnya bahwa Washington terlibat dalam proses penggulingan Yanukovich.

Sudah barang tentu episode ini membuktikan adanya aksi senyap dari Washington terhadap Ukraina yang wilayahnya secara langsung berbatasan dengan wilayah kedaulatan Rusia. Sehingga dipandang sebagai tindakan provokasi AS yang tidak bisa ditoleransi lagi.

Maka Rusia pun kemudian melakukan aksi balasan dengan mengambil-alih Semenanjung Krimea dan melalui referendum kemudian menetapkan Krimea berada dalam wilayah kedaulatan Rusia. Dengan tak ayal AS dan NATO kemudian menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Rusia. Dengan begitu, Perang Dingin Baru dimulai di kawasan Eropa Timur.

Namun demikian AS menolak mundur barang selangkah sekalipun. Bahkan sejak era kepresidenan Donald Trump maupun Joe Biden, AS mengirim senjata kepada Ukraina. Mendukung adanya latihan bersama tentara AS dan Ukraina. Bahkan mendorong sekutu-sekutunya di NATO agar melibatkan Ukraina dalam Skema Perang NATO (NATO WAR GAMES).

Maka situasi krusial tersebut akhirnya semakin menajam pada akhir 2021. Ketika Kremlin kesabarannya sudah habis, maka Moskow mengajukan tuntutan adanya jaminan keamanan, termasuk penarikan mundur pasukan NATO di negara-negara Eropa Timur yang berstatus anggota NATO. Adapun terkait Ukraina, tuntutan Rusia tegas dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Kiev tidak boleh menerima undangan dari NATO terkait status keanggotaan NATO, juga persenjataan maupun pasukan NATO tidak boleh dikerahkan di wilayah kedaulatan Ukraina. Jika AS dan blok Barat gagal memberikan jaminan keamanan keamanan tersebut, maka Presiden Putin akan melancarkan perang berskala maksimum terhadap Ukraina.

Dengan kata lain, seperti sudah diperingatkan George Kennan pada 1998 lalu, aksi provokatif AS dan NATO mencampuri urusan dalam negeri Ukraina pada akhirnya harus dipandang sebagai kesalahan stategis. Atau dalam istilah Kennan sendiri, tragic mistake. Dan kenyataannya memang tragis adanya.

Menggerakkan sebuah persekutuan militer terhadap sebuah negara yang selama ini merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan negara adikuasa pesaing AS dan NATO, kiranya sulit dibantah merupakan tindakan yang provokatif dan merupakan aksi destabilisasi.

 

Dipasok Sistem Misil Patriot, Ukraina Bidik Pesawat dan Rudal Iskander Rusia

 

Bayangkan jika satu saat Rusia, Cina dan India atau negara manapun yang termasuk pesaing AS dan blok Barat, kemudian menggalang persekutuan keamanan bersama dengan negara-negara di Amerika Tengah yang terletak di sebelah selatan Teluk Meksiko hingga berbatasan dengan Panama dan Kolombia. Yang mana lalu mengajak serta juga Kanada sebagai sekutu militer de fakto dari Rusia, Cina, dan India. Sangat mungkin bahwa AS akan bereaksi keras  dan menyatakan perang terbuka.

Maka itu tidak masuk akal dan tidak realistis jika yang Ukraina jauh lebih penting bagi Rusia dibandingkan Kanada bagi AS, namun para pemimpin Rusia diharapkan tetap pasif dan tetap berpangku-tangan terhadap adanya persekutuan AS dan NATO dengan menggunakan Ukraina sebagai ujung tombak untuk melumpuhkan Rusia.

Hendrajit, pengkaji geopolitik, Global Future Institute

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com