Menarik Hikmah Dari Seorang Pemimpin Yang Mengenali Kodrat Geopolitik Negaranya

Bagikan artikel ini

Saya tidak bisa bayangkan kalau pas Jerman nyerbu rusia pada perang dunia kedua. Yang mimpin rusia Leon Trotzky. Bukannya Joseph Stalin.

Sebab waktu itu perseteruan ahli waris Lenin ini berdarah-darah. Kata Stalin. Kenyataannya sekarang Rusia lah satu-satunya kekuatan sosialisme di Eropa paska Perang Dunia I.

Meskipun kiri kanan depan belakang Rusia dikuasai negara-negara kapitalis. Maka pertahankanlah halaman rumah kita dulu. Jangan dulu mikir ekspor sosialisme. Kejauhan ente bro. Gitu kira kira kata Stalin kepada Trotzky.

Trotzky juga tidak mau kalah waktu itu. Kata Trotzky. Ente dah gila kali ye bro. Kodrat sosialisme kan mendukung dan menyatukan para buruh atau proletar sedunia. Jadi namanya revolusi kita ya harus mendunia. Revolusi harus lanjut. Gak boleh berenti di Rusia. Kata bung Trotzky.

Lantas Stalin yang terbiasa berpikir praktis namun koleksi bukunya hampir 10 ribu itu tidak mau kalah. Kata Stalin, yang ente bilang itu bener bro. Tapi itu teori. Kenyataan di depan mata kita di bawah pimpinan kamerad Lenin berhasil menang dan meruntuhkan Dinasti Romanov dan sistem feodalisme negeri kita. Opo ora hebat awae dewe iku cak. Begitu tandas kamerad Stalin.

Bahkan Stalin malah mengejek kualitas pembacaan Trotzky terhadap buku-buku yang dibawanya. Kata Stalin: “Ente ini banyak baca buku tapi herannya kok ya tetap aja naif. Padahal buku yang ente ama ane baca kan sama bro. Kenapa pengertian kita beda.”

Perbedaan pandangan mereka akhirnya tidak ketemu. Kenyataan akhirnya bicara. Stalin menggantikan Lenin pada 1924. Dus artinya, 7 tahun setelah revolusi Bolshewik 1917.

Trotzky tidak mau terima nasib begitu saja. Melawan dan galang kekuatan buat gusur Stalin. Tapi kalah kuat dan kalah pintar. Trotzky akhirnya mati dikampak di Meksiko. Gak jelas siapa yang bunuh. Pantes- pantesnya ya agennya Stalin.

Yang tidak kepikiran di benak Trotzky yang keminter dan sok intelektual itu. Keberhasilan Lenin memenangkan revolusi Rusia sebenarnya menyalahi pakemnya karl Marx yang tertuang dalam bukunya bertajuk Das Kapital. Langsung lompat dari feodalisme ke sosialisme. Tanpa lewati taraf borjuasi kapitalisme dulu seperti titah Das Kapital.

Makanya Stalin bilang. Yang udah di tangan pertahankan. Supaya kita siap sewaktu-waktu datang serangan dari luar. Selain itu dia bilang bangun secepatnya industri nasional Rusia. Karena kita mengambil kekuasaan dari kaum feodal. Bukan dari kaum kapitalis berbasis industri kayak Inggris. Jadi industri harus dibangun secepatnya.

Benar ternyata. Perang Dunia II meletus. Rusia jadi target utama Jerman buat dicaplok. Dikira Hitler nyaplok Rusia segampang nyaplok Polandia kali.

Ternyata Stalin dan angkatan bersenjata Rusia sudah siap menghadang dan membendung serangan Jerman. Stalingrat atau St Petersburg kalau sekarang, praktis jadi neraka dunia buat tentara Jerman.

Jerman gagal total. Bahkan jadi titik balik. Rusia balik nyerbu Jerman. Akhirnya selain berhasil membendung serangan musuh dari luar. Amerika dan inggris terpaksa bagi-bagi Jerman jadi dua dengan Rusia sebagai sesama negara pemenang perang.

Hikmah cerita ini buat kita jelas. Jangan remehkan nasionalisme dan rasa kebangsaan. Dan jangan meniru dan menganut ideologi impor ala Trotzky.

Stalin adalah contoh nyata pemimpin yang mengenali kodrat geopolitik negerinya. Dan menempatkan nasionalisme di atas pertimbangan lainnya.

Hendrajit, Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute (GFI)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com